DESAKAN NELAYAN DAN MASYARAKAT PESISIR PASCA PEMILU 2024: PERLINDUNGAN HAK DAN KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

WALHI Nasional bersama dengan WALHI Jawa Tengah, WALHI Bangka Belitung, dan Pokja Pesisir Kalimantan Timur mengambil inisiatif pada peringatan Hari Nelayan 2024 untuk menyampaikan pesan penting kepada pemimpin politik pasca Pemilu 2024. Ketua Pokja Pesisir, Mapaselle, menyoroti isu perampasan ruang laut yang mengancam nelayan di Teluk Balikpapan melalui Perda RZWP3K yang hanya mengalokasikan 31,80 hektar untuk pemukiman nelayan. Kebijakan ini merupakan bentuk peminggiran terencana terhadap ruang hidup nelayan.

Mapaselle juga menggambarkan bagaimana ekosistem Teluk Balikpapan mengalami kerusakan sejak tahun 2000 akibat industri dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), yang mengancam mata pencaharian nelayan. Nelayan di Jawa Tengah juga menghadapi ancaman serupa dengan penyempitan ruang tangkap akibat pembangunan industri di wilayah pesisir.

Di Kepulauan Bangka Belitung, terjadi kerusakan ekosistem laut akibat pertambangan timah yang mengancam kehidupan nelayan. Limbah pertambangan timah dan pengerukan pasir laut berdampak buruk bagi ekosistem laut dan kehidupan nelayan. WALHI Bangka Belitung memprediksi potensi krisis ekologi dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI Nasional menilai kegagalan negara dalam melindungi nelayan yang merupakan pilar penting Negara Indonesia sebagai negara kepulauan. WALHI mendesak pemerintah untuk menghentikan berbagai kebijakan yang meminggirkan hak nelayan dan mengevaluasi kembali Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

***

Sumber : WALHI