NASIB PESISIR DI HARI BUMI: DIGEMPUR KRISIS IKLIM, DIMATIKAN EKSPLOITASI

Program penanaman terumbu karang mulai menghasilkan. Pemerintah harus lebih fokus memulihkan ekosistem laut bukan hanya terumbu karang, tetapi juga mangrove dan padang lamun.

Sedikit napak tilas, Hari Bumi pertama kali dirayakan pada tahun 1970 di Amerika Serikat, terinspirasi oleh tumpahan minyak yang menghancurkan pantai dan laut Santa Barbara, California, pada tahun 1969. Tahun itu, pada konferensi UNESCO di San Francisco, aktivis perdamaian John McConnell mengusulkan hari untuk menghormati Bumi yang kemudian disetujui dalam proklamasi yang ditulis oleh McConnell dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal U Thant di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebulan kemudian, Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson mengusulkan ide untuk mengadakan edukasi lingkungan secara nasional pada tanggal 22 April 1970. Nelson dan eorang aktivis muda, Dennis Hayes kemudian mengganti nama acara tersebut menjadi ‘Hari Bumi’.  Lebih dari 20 juta orang turun ke jalan untuk melancarkan aksi protes secara damai. Hal ini jugalah yang memicu pembentukan Badan Perlindungan Lingkungan dan pengesahan undang-undang lingkungan yang krusial bagi dunia.

Laut Semakin Asam, Manusia Harus Siaga

Ketika berbicara mengenai Hari Bumi, kita tidak akan terlepas dari konsep ekologi atau lingkungan. Bumi ini terdiri dari 70% wilayah perairan yang menyimpan peran dan fungsi penting bagi kelanjutan kehidupan. Laut menyimpan emisi karbon lebih besar dan kuat daripada darat. 

Menurut jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, CO² yang berhasil diserap laut akan terlarut sehingga akan berubah bentuk menjadi CO² bebas, ion asam karbonat, ion bikarbonat, dan ion karbonat. Keempat bentuk ion tersebut jika dijumlahkan disebut “Karbon Anorganik Terlarut” atau Dissolve Inorganic Carbon (DIC). DIC ini akan menentukan tekanan parsial CO² di permukaan air laut. Semakin banyak kandungan DIC di laut, pertumbuhan fitoplankton akan semakin tinggi. Artinya, terjadi peningkatan konsumsi CO² oleh ekosistem. Hal tersebut yang akan mengubah tekanan parsial CO² sehingga menentukan nilai fluks CO². Nilai fluks ini yang akan menentukan laut melepaskan atau menyimpan karbon.

Perubahan iklim sendiri memainkan peran antagonis yang mengganggu proses diatas. Dikarenakan jumlah CO² lebih banyak di atmosfer, laut harus bekerja lebih keras dan menghasilkan meningkatnya tingkat keasaman air laut. Hal ini berujung pada memutihnya terumbu karang, suhu laut yang lebih panas, dan terganggunya rantai makanan dan reproduksi hewan-hewan laut. Tanpa adanya laut yang sehat dengan ekosistem yang lengkap di dalamnya, maka hayat hidup manusia dalam bahaya.

Dimulai Dari Pesisir 

Seperti yang diutarakan diatas, inspirasi tercetusnya Hari Bumi berangkat dari krisis lingkungan yang terjadi di pantai dan pesisir. Bukan sebuah kebetulan, disitulah masyarakat dunia belajar makna penting untuk menjaga Bumi ini dan sepertinya kita kembali lagi ke titik awal mula – krisis ekologi di wilayah pantai dan pesisir. Seperti yang diketahui kedua vegetasi mangrove dan padang lamun yang seharusnya tumbuh subur di pesisir, memainkan peran penting dalam menyerap karbon dioksida yang memicu krisis iklim. Namun keberadaan mereka justru makin terancam.

Kini laut di negara kita sendiri sedang menghadapi banyak cobaan sebagai dampak dari kemarukan manusia dan daftar kemarukan itu makin bertambah. Bukan hanya dengan terancamnya ekosistem laut dan pesisir dari ancaman limbah, kegiatan atau aktivitas ekstraktif dengan resiko kerusakan alam dalam jangka panjang seperti penambangan pasir dan minyak, tetapi juga kebijakan dan program-program eksploitatif seperti lumbung ikan nasional, Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja dengan dibukanya peluang peralihan fungsi pesisir menjadi daerah komersial seperti pertambakkan dan area konservasi yang dapat beralih fungsi demi kepentingan proyek strategis nasional (PSN). 

Padahal pesisir menjadi area yang sangat krusial dalam menjamin masa depan keberlanjutan dan kesuburan laut. Area pesisir seharusnya diamankan menjadi area yang tidak dapat tersentuh kegiatan atau aktivitas ekstraktif dan peralihan fungsi dan menjadi area yang subur bagi vegetasi mangrove dan  padang lamun. Dengan adanya Perppu Cipta Kerja justru keberadaan mangrove dan padang lamun makin tersingkir dan terancam. Menurut Peneliti Biogeokimia Laut BRIN A’an Johan Wahyudi, secara keseluruhan luasan padang lamun di seluruh Indonesia baru mencapai 293.464 ha saja. Sementara ditambahkan oleh Peneliti Padang Lamun BRIN Nurul Dhewani Mirah Sjafrie, dari semua luasan padang lamun yang sudah tervalidasi oleh BRIN, tercatat hanya 15,35% saja yang kondisinya bagus atau sehat.

Keberadaan Perppu Cipta Kerja adalah awal dari kemunduran baru di sektor kelautan dan perikanan. Pada Pasal 26A yang berbunyi: ”Dalam rangka penanaman modal asing, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya harus memenuhi perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal”, tergambar gamblang bagaimana Pemerintah menomorsatukan kegiatan investasi dan penanaman modal asing walaupun harus meletakkan laut pada posisi beresiko karena kegiatan eksploitasi dan kompetisi besar-besaran antar industri perikanan. 

Invest in Our Planet Starts with Our Ocean 

Invest in Our Planet – merupakan tema internasional dari Hari Bumi atau Earth Day yang jatuh pada tanggal 22 April ini. Tema ini dirancang dan dipilih untuk membujuk sektor bisnis, Pemerintah, dan masyarakat di seluruh dunia tentang perlunya berinvestasi di planet kita untuk memperbaiki lingkungan kita dan memberi keturunan kita masa depan yang lebih baik dan lebih aman. “Pada tahun 2023 kita harus bersatu dalam kemitraan untuk menjaga planet ini. Bisnis, pemerintah, dan masyarakat sipil sama-sama bertanggung jawab untuk mengambil tindakan melawan krisis iklim dan memicu semangat untuk mempercepat perubahan menuju masa depan yang hijau, sejahtera, dan adil. Kita harus bergabung bersama dalam perjuangan kita untuk revolusi hijau, dan untuk kesehatan generasi mendatang. Waktunya sekarang untuk ‘Invest in Our Planet – Berinvestasi di Planet Kita’,” ujar Kathleen Rogers, Presiden dari earthday.org.

KORAL berpandangan bahwa untuk menyelamatkan dunia, kita harus mulai dari pesisir dan laut. Ketika Pemerintah mampu mereformasi kebijakan di sektor kelautan dan perikanan dengan berasaskan dan memprioritaskan keberlanjutan dan pengembalian fungsi lingkungan, maka misi  invest in our planet akan dapat terlaksana. 

Bukan investasi dalam arti menanamkan modal di industri-industri kelautan dan perikanan, KORAL justru ingin mengajak Pemerintah dan semua industri yang menggunakan ruang laut dan segala isinya untuk menginvestasikan waktu dan tenaga mereka dan fokus pada:

  1. Membatalkan kebijakan Perppu Cipta Kerja dan proyek nasional yang meningkatkan kegiatan ekstraktif dan eksploitatif di laut dan pesisir seperti penangkapan ikan terukur dan lumbung ikan nasional.
  2. Fokus pada kegiatan revitalisasi mangrove, padang lamun, dan terumbu karang di seluruh wilayah pesisir dan laut Indonesia. Program penanaman kembali padang lamun dan mangrove harus diikuti dengan diversifikasi jenis mangrove, ditutupnya area tersebut dari aktivitas-aktivitas yang mengancam seperti pariwisata, perikanan skala besar, pertambangan, dan lalu lalang kapal-kapal besar.
  3. Mewajibkan industri besar yang menggunakan ruang laut dan pesisir untuk berkewajiban mengembalikan kembali ke alam dengan program revitalisasi mangrove, padang lamun, terumbu karang, ataupun area konservasi dan spawning ground terdekat. 
  4. Menjatuhkan hukuman pidana dan perdata bagi industri-industri yang terbukti melakukan pencemaran dan kegiatan destruktif di ruang laut dan pesisir. Hukuman yang dijatuhkan dalam bentuk denda, sanksi penahanan dan penutupan usaha.

Dalam acara Conference of Parties (COP) ke-27 yang diadakan di Mesir pada awal 2023 yang lalu, Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin dalam pidatonya dihadapan para pemimpin dunia mengatakan bahwa Indonesia berhasil melakukan langkah nyata memerangi krisis iklim dengan cara lead by example kepada negara lain. KORAL berpandangan pada Perppu Cipta Kerja bukanlah example yang baik dan patut dibanggakan. Justru dengan disahkan dan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja, Indonesia membuktikan kemunduran moral dalam sektor KP yang berujung pada celaka iklim di masa depan. Semoga di Hari Bumi ini, Indonesia mampu bebenah dan mewujudkan keadilan iklim dengan mereformasi laut dan berinvestasi lebih besar dalam pemulihan lingkungan.

***