Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke dengan luas wilayah mencapai 7,81 juta km². Maka tidak heran, Indonesia dikenal dengan nama Nusantara sebagai negara kepulauan terbesar. Wilayah perairan Indonesia yang mengisi ⅔ wilayahnya, memiliki banyak keanekaragaman hayati dan kekayaan laut yang bisa menjamin kebutuhan hidup masyarakatnya, asalkan lautnya lestari dan terlindungi.
Berada dan menjadi bagian dari segitiga terumbu karang dunia atau biasa dikenal the coral triangle, Indonesia begitu kaya akan jenis terumbu karang yang mencapai 596 jenis terumbu karang. Terumbu karang yang menjadi rumah bagi ribuan spesies ikan, menghadirkan rantai makanan yang kaya bagi biota laut, menjadikan laut Indonesia “rumah” bagi lebih dari 3 ribu jenis ikan air laut, dimana 120 jenis tercatat sebagai ikan endemik asli Indonesia.
Laut yang begitu kaya biodiversitasnya juga memegang peranan penting bagi persediaan oksigen dunia sebesar 80% yang dihasilkan dari laut dan penyerapan karbon global sebesar 25%. Keberadaan laut yang sehat menjadi kunci penyelamatan planet satu-satunya bagi manusia. Namun sayangnya, ancaman industri ekstraktif dan neo-ekstraktif hasil dari kemarukan manusia, perlahan-lahan menggerogoti laut dan isinya.
Menurut data dari WALHI, ada berbagai jenis aktivitas yang menjadi penyebab degradasi lingkungan laut seperti pertambangan di laut maupun wilayah pesisir, reklamasi, dan bahkan pariwisata dengan data:
- Seluas 687.909,01 Ha wilayah tambang di laut dan 2.919.870,93 Ha tambang di pesisir.
- 2,6 juta Ha kawasan reklamasi di Indonesia hingga tahun 2040.
- Lebih dari 342 ribu Ha kawasan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang diproyeksikan untuk pariwisata.
Secara pemasukan, tentunya pundi-pundi uang yang dihasilkan negara dengan ‘memeras’ kekayaan alam dan ruang laut ini tidaklah kecil. Dari sektor pariwisata bahari saja setidaknya menyumbang 10% dari jumlah devisa yang diterima negara dari empat aktivitas utama, cruise, yacht, diving, dan surfing. Ditambah, Indonesia masuk ke dalam The Best Scuba Diving Destinations menurut Dive Travel Awards 2019. Sementara di bidang pertambangan, izin eksplorasi pertambangan luasannya mencapai 1,3 juta km² di dasar laut yang berada di luar yurisdiksi negara.
Selanjutnya, di bidang perikanan sendiri, perikanan dunia dikendalikan oleh 13 perusahaan trans-nasional yaitu dari Norwegia, Jepang, Thailand, Hongkong, Korea, Spanyol, dan Amerika Serikat yang mengendalikan 11-16% hasil tangkapan laut global yang setara 9-13 juta ton (WALHI, 2022). Hal ini menjadikan sektor kelautan dan perikanan dalam ancaman yang besar untuk keberlanjutan generasi mendatang. Apalagi Indonesia mulai mengadakan program kebijakan perikanan tangkap terukur dengan sistem zonasi, yang sarat masalah. Mekanisme sistem kontrak yang tertuang dalam kebijakan ini diartikan sebagai kerja sama pemanfaatan sumber daya ikan antara KKP dengan badan usaha di zona tertentu dalam jangka waktu dan persyaratan tertentu, dengan durasi kontrak selama 15 tahun dan dapat diperpanjang satu kali. Dengan adanya potensi perpanjangan tersebut pelaku usaha bisa mengeksploitasi sumber daya alam di perairan Indonesia selama 30 tahun. Hal ini juga dibuka untuk investor asing maupun dalam negeri.
KORAL berpendapat, penangkapan ikan dengan kapal yang besar dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan akan mengancam kesehatan dan keberlanjutan dari ekosistem laut yang bertentangan dengan prinsip protect effectively. Ketiadaan data akurat terkait stok sumber daya ikan akan terus memperparah kondisi stok sumber daya ikan yang telah dinyatakan fully and over-exploited yang bertentangan prinsip produce sustainably. Tidak diutamakannya nelayan kecil dalam perhitungan kuota akan menyebabkan kompetisi yang tidak adil dan ketidakmerataan kesejahteraan manfaat dari hasil laut, dan ini bertentangan dengan prinsip prosper equitably. Hal ini akan diperparah dengan terus meningkatnya ancaman IUU Fishing yang mengancam kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Dalam rangka menyiapkan kelautan dan perikanan yang berporos pada keberlanjutan dan kelestarian, Pemerintah Indonesia wajib segera mengevaluasi dan menyelesaikan proyek nasional yang antipati pada keberlanjutan dan kelestarian laut. Hal ini wajib dilakukan untuk menghindari lebih hancurnya ruang hidup biodiversitas laut dan degradasi ruang laut dan pesisir yang dihasilkan dari berbagai jenis usaha ekstraktif di kawasan-kawasan pemanfaatan antara lain seperti reklamasi, pertambangan, dan pariwisata. Regulasi dan kebijakan yang cacat dan rawan eksploitasi seperti Undang-Undang Cipta Kerja dan kebijakan Perikanan Tangkap Terukur, juga harus dievaluasi secara jujur dengan menggunakan hati nurani, apakah melelang sumber daya alam yang butuh waktu sangat panjang untuk dipugar, menjadi langkah yang dianggap bijak bagi Pemerintah?
Mandat Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 untuk Negara merumuskan kebijakan dan regulasi, pengurusan dan pengelolaan, serta pengawasan terhadap wilayah perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil harus berporos pada kemakmuran rakyat, kini dan nanti. Karena alam Indonesia bukan untuk dinikmati bagi generasi dibawah pimpinan Presiden ke-7 saja, tapi untuk generasi mendatang yang masih butuh Bumi yang sehat dan layak ditinggali.
******