ATURAN BARU MENGENAI CANTRANG DAN SEJUMLAH POLEMIKNYA

Nelayan gunakan cantrang di Pantura, Jawa Tengah. (Gambar: Pontas.id)

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono resmi mengeluarkan aturan tentang larangan alat penangkapan ikan yang dapat merusak lingkungan. Satu di antaranya adalah cantrang. Aturan baru yang dikeluarkan oleh KKP terkait cantrang adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zaini, Permen KP ini merupakan elaborasi dan revisi antara Permen KP Nomor 26 Tahun 2014 tentang Rumpon, Permen KP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Andon Penangkapan Ikan, Permen KP Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan serta Kepmen KP Nomor 6 Tahun 2020 tentang alat Penangkapan Ikan di WPP RI1

Kebijakan ini juga merangkum alat penangkapan yang diperbolehkan yaitu salah satunya adalah jaring tarik berkantong dan pemberat sebagai alat bantunya. Namun, alat penangkapan ikan yang diperbolehkan masih ditengarai akan membahayakan lingkungan. Hal ini dikarenakan keberadaan pemberat di dalam jaring kantong akan membuat jaring tersebut tenggelam dan kemungkinan besar menyentuh dasar laut. Tidak berbeda jauh dengan cantrang, ketika jaring berkantong ditarik, maka jaring akan “menyapu” isi dasar laut dan menyebabkan kerusakan, apalagi jika diameter jaringnya rapat dan alhasil ikan yang terjaring pun juga tidak akan selektif dan bisa mengangkut terumbu karang kecil maupun besar. Meskipun diameternya tidak terlalu rapat, ketika jaring ditarik dengan kecepatan tinggi, ikan dan biodiversitas yang berukuran medium bisa saja ikut terjaring. 

Perlu diketahui bahwa cantrang dan jaring tarik berkantong sama-sama berbentuk jaring, tetapi perbedaannya ialah mata jaring di seluruh bagian kantong cantrang berbentuk berlian (diamond mesh) sedangkan mata jaring di seluruh bagian kantong jaring tarik berbentuk persegi (square mesh). Cantrang sendiri merupakan istilah lokal untuk Danish Seine Net, salah satu varian dari jenis seine net atau Pukat Tarik. Cantrang terdiri dari jaring berbentuk kerucut, dua sayap dan tali selambar yang rata-rata panjangnya 800-1.000 meter untuk melingkari area penangkapan dan buoy sebagai penanda jangkar (anchored) dengan luas sapuan sekitar 800 meter. Panjangnya tali cantrang dan luasan tangkapan jaring cantrang inilah yang membuat cantrang bersifat merusak terumbu karang dan menjaring semua ukuran ikan dan jenis sumber daya. 

Peraturan baru yang memperbolehkan penggunaan jaring tarik berkantong ini akan diizinkan beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP RI) 711 yaitu di Laut Kepulauan Riau hingga Laut Natuna pada zona diatas 30 mil dan WPP RI 712 yaitu di Laut Utara Pulau Jawa2. Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Perikanan (Kiara) mempertanyakan dan mengkritisi hal ini. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian yaitu pertama apakah pemerintah telah menyiapkan dan melengkapi peraturan tersebut dengan skema transisi dan implementasinya, kedua Permen terbaru tersebut justru mengabaikan fakta dan temuan KKP sendiri yang dipublikasikan di tahun 2018 dalam dokumen Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir yang menyatakan bahwa alat tangkap yang tidak ramah lingkungan menyebabkan penangkapan ikan tidak efektif dan eksploitatif, menghancurkan terumbu karang, dan memicu konflik sosial-ekonomi di akar rumput, dan yang ketiga alat tangkap ikan jaring berkantong ini bekerja dengan cara yang sama dengan cantrang dan masih beresiko merusak sumber daya laut. Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Muhammad Abdi suhufan mengatakan bahwa peraturan baru ini tidak membawa perubahan signifikan dalam hal keberlanjutan. Senada dengan Susan, esensi cara kerja alat tangkap dan wilayah penangkapan yang sama justru terkesan melonggarkan alat penangkapan ikan yang merusak. 

Contoh penggunaan cantrang pada kapal penangkap ikan. (Gambar: Mongabay)

Walaupun dikatakan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zaini bahwa kebijakan ini hanya akan berlaku bagi kapal cantrang yang sudah terdaftar sebelumnya dan tidak akan menambahkan izin baru, kebijakan pengganti alat tangkap cantrang ini masih harus dipikirkan kembali. Memang betul bahwa peningkatan kualitas pendapatan dan ekonomi dari nelayan harus diperhatikan, namun dalam satu masa nantinya, tidak akan ada lagi tersedia biodiversitas laut yang sehat untuk para nelayan meraup hasil laut jika alat tangkap ikan destruktif tetap bisa digunakan. Solusinya adalah pertama mengenai alat tangkap ikan jaring berkantong dan pemberat harus diatur dengan menyeluruh dan tegas. Peraturan tersebut termasuk ukuran dan bahan yang digunakan harus disesuaikan dengan wilayah penangkapan. Bahan jaring dan pemberat menjadi penting karena apabila bahan yang digunakan beresiko mencelakai ikan yang tidak tertangkap (misalnya karena terlalu tajam) atau merusak terumbu karang, maka dampak yang dirasakan oleh lingkungan juga sama saja besarnya. Personalisasi ini untuk; pertama meminimalisir tertangkapnya ikan berukuran kecil dan terumbu karang yang ikut terjaring, kedua mengikuti keadaan laut di tiap

WPP yang berbeda-beda (arus, morfologi dasar laut, dan lainnya) yang bisa menjadi faktor penentu apakah jaring ikan akan bekerja dengan baik dan ramah lingkungan atau tidak. Selain itu, tiap WPP memiliki kriteria ikan yang hidup di masing-masing wilayah dan personalisasi jaring tangkapan ini bisa dijadikan salah satu cara untuk menyeleksi hasil tangkapan sesuai dengan kriteria ikan di wilayah tersebut. Alat pemberat pun wajib diatur oleh KKP karena akan berpengaruh terhadap sedalam apa jaring tersebut akan tenggelam. 

Selain peraturan mengenai alat tangkap ikan, regulasi dan instrumen hukum serta pengawasan pun harus ditingkatkan dari level akar rumput. Dimulai dari ketegasan dan keketatan pengawasan dalam pemberian izin beroperasi kapal dengan jaring tarik berkantong dan pemberat yang hanya diberikan kepada eks kapal cantrang, harus dipastikan penyelarasan data jumlah kapal, data nelayan atau pemilik kapal, dengan jumlah yang pasti di lapangan agar tidak tiba-tiba bertambah. Sosialisasi dan edukasi ke nelayan pun harus diberikan sebelum peraturan ini diimplementasikan. Selain itu, pengawasan dari KKP harus dilakukan secara berkala dengan sistem “sidak” sewaktu-waktu guna memeriksa kepatuhan dan keadaan secara real di lapangan seperti apa. Instrumen hukum seperti denda dan hukuman pidana juga mesti ditegakkan karena pelanggaran tersebut sudah termasuk dalam ranah illegal, unregulated, unreported fishing (IUUF) atau penangkapan ikan ilegal. 

******

1 https://nasional.kompas.com/read/2021/07/02/09424091/resmi-menteri-kp-larang-penggunaan-alat-tangkap-ikan-yang-rusak-ekologi-laut?page=all

2 Kompas, 05 Juli 2021