94% AWAK KAPAL PENANGKAP IKAN TIDAK MEMILIKI SERTIFIKASI

Sebagian besar awak kapal penangkap ikan domestik tidak memiliki sertifikasi untuk bekerja di kapal penangkap ikan dan di laut. Hal ini cukup ironis, mengingat akan mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan personel kapal penangkap ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Tenaga Kerja harus berkoordinasi, bersama-sama memantau atau memeriksa, dan menertibkan pemilik kapal dan perusahaan yang menggunakan pegawai kapal penangkap ikan yang tidak bersertifikat.

Moh. Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, mengatakan penelitian yang dilakukan oleh organisasinya di Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru di Jakarta mengungkapkan rendahnya jumlah ABK yang memiliki kualifikasi dasar. “Sebagian besar, atau 94%  personel kapal penangkap ikan yang kami selidiki tidak memiliki sertifikasi dasar sebagai awak kapal penangkap ikan,” tambah Abdi. Kredensial yang dimaksud adalah Sertifikat Keamanan Dasar Perikanan atau Basic Safety Certificates (BST).

Kondisi ini bertentangan dengan PP 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Peraturan Menteri No.33/2021 tentang Pengelolaan Personil Kapal Penangkap Ikan. Abdi menyatakan, “Pasal 118 Permen KP No. 33/2021 mensyaratkan sertifikasi BST-F bagi awak kapal penangkap ikan yang bekerja di kapal penangkap ikan antara 30-300 GT”. Jajak pendapat juga mengungkapkan bahwa 27% anggota kru tidak mengetahui manfaat sertifikasi. “Sertifikasi ini penting sebagai bukti kehadiran mereka sebagai ABK di kapal penangkap ikan,” jelas Abdi.

Selain itu, pihaknya menekankan kurangnya koordinasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian Perhubungan terkait perizinan maritim. “Untuk mendapatkan sertifikat Basic Safety, ABK bisa mengikuti program di dua kementerian, namun pedoman biayanya berbeda antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian Perhubungan,” jelas Abdi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Kementerian Perhubungan menawarkan program sertifikat awak kapal penangkap ikan secara gratis. “Dalam program sertifikasi awak kapal penangkap ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perhubungan berada dalam persaingan yang kuat,” kata Abdi.

Imam Trihatmadja, peneliti DFW Indonesia, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Tenaga Kerja melakukan inspeksi bersama terhadap kondisi kerja pegawai kapal nelayan di PPS Muara Baru. “Diperkirakan ada 40.000 awak kapal di Muara Baru, yang memamerkan pelabuhan perikanan kontemporer di Indonesia. Oleh karena itu, upaya reformasi harus dimulai dari sana,” kata Imam. Masalah sertifikasi awak kapal penangkap ikan menjadi krusial karena berkaitan dengan kompetensi dan keselamatan awak kapal penangkap ikan yang bekerja di kapal penangkap ikan. “Risiko beroperasi di laut cukup tinggi dan berat. Jadi semua awak kapal harus memiliki pengetahuan dan persyaratan dasar keselamatan,” imbuh Imam. Menurut angka Organisasi Buruh Internasional, setidaknya 24.000 orang meninggal, dan 24 juta terluka di kapal penangkap ikan komersial setiap tahun. “Setiap tahun di Indonesia, sekitar 100 nelayan dan awak kapal terluka saat bekerja saat menangkap ikan di laut,” kata Imam.

******

Sumber Utama: Destructive Fishing Watch (Koalisi KORAL)