Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi nasional pada 2030 sebesar 31.89% dengan upaya sendiri, dan 43.2% dengan bantuan internasional, sebagaimana tertuang dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC). Sektor kehutanan merupakan sektor andalan karena berpotensi menyumbang kontribusi 60% untuk menopang upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam NDC. Untuk mendukung penurunan emisi GRK yang disumbang dari sektor kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menuangkan kebijakan dan langkah-langkah besar melalui Forestry and Other Land Use Net Sink pada 2030 (FOLU Net Sink 2030).
FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai pada sektor kehutanan, di mana tingkat serapan GRK lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan pada tahun 2030. Salah satu peluang besar Indonesia guna mencapai target FOLU Net Sink 2030 adalah melalui pengelolaan Ekosistem Karbon Biru (EKB), khususnya mangrove. Namun, kendati berpotensi besar mengatasi dampak perubahan iklim sekaligus menopang kesejahteraan masyarakat pesisir, EKB telah lama terancam tekanan antropogenik. Penurunan tekanan antropogenik yang merusak EKB dapat dilakukan melalui penguatan tata kelola EKB yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Merespons pentingnya upaya tersebut, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) berpartisipasi dalam Festival Lingkungan-Iklim-Kehutanan-Energi Terbarukan (LIKE) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Indonesia Arena, Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta pada 16-18 September 2023. Dalam Festival LIKE, IOJI menyelenggarakan gelar wicara (talkshow) bertajuk “Penguatan Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru untuk Pencapaian Target FOLU Net Sink 2030” untuk mendiskusikan solusi tata kelola EKB. Gelar wicara mendiskusikan solusi tata kelola EKB, khususnya mangrove, sebagai langkah penting mencapai target FOLU Net Sink 2030. Acara tersebut menghadirkan pembicara dari perwakilan pemerintah, non-government organizations serta akademisi. Penyelenggaraan talkshow sekaligus untuk mempromosikan laporan “Ekosistem Karbon Biru sebagai Critical Natural Capital: Penguatan Blue Carbon Ecosystem Governance di Indonesia” yang diluncurkan pada akhir Januari 2023 oleh IOJI. Laporan ini dapat diakses dan diunduh pada website IOJI.
Pentingnya EKB sebagai Critical Natural Capital untuk Keadilan Antargenerasi Mengawali paparan dalam talkshow, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) KLHK, Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc., mengingatkan bahwa masyarakat harus menerima manfaat dari setiap upaya pelestarian mangrove yang berkelanjutan. “Itulah mengapa skema Perhutanan Sosial harus dioptimalkan,” kata Bambang. Perhutanan Sosial harus “memperhatikan penghidupan komunitas yang dapat ditopang melalui akurasi pemetaan.” Menurut Bambang, cara itu dapat “mendorong masyarakat berinvestasi lewat mangrove. Jika masyarakat sudah berinvestasi, mereka akan serta-merta menjaga sumber daya di sekitarnya.”
Hingga September 2023, realisasi Perhutanan Sosial mencapai sekitar luas 6,3 juta hektare dari target 12,7 juta hektare. Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Dr. Ir. Ayu Dewi Utari, M.Si., mendorong upaya 3M di EKB. 3M yang ia sebutkan adalah “memelihara, mempertahankan dan meningkatkan” serapan karbon di pesisir.
Menanggapi upaya 3M, Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (Ditjen PDASRH) KLHK, Ir. Inge Retnowati, M.E., menambahkan “pentingnya pendampingan bagi masyarakat dalam upaya pelestarian mangrove dalam jangka panjang.” Sementara itu, Prof. Daniel Murdiyarso, Ph.D., Guru Besar Institut Pertanian Bogor dan Principal Scientist Center for International Forestry Research menggarisbawahi carbon credit yang “tak bisa semuanya kita jual. Harus ada yang kita simpan.” Mempertahankan karbon tetap tersedia dalam sektor kehutanan,” lanjut Daniel, “akan menjadi cara Indonesia menepati janji untuk menurunkan emisi.”
Selanjutnya, CEO IOJI, Dr. Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M., memaparkan enam elemen tata kelola EKB yang dapat dikembangkan dan diperkuat di Indonesia. Enam elemen tersebut mencakup Kerangka Hukum dan Kebijakan, Penataan Kelembagaan, Peran Serta Masyarakat, Keamanan Tenurial, Pengawasan dan Penegakan Hukum, serta Pendanaan dan Pendistribusian Manfaat yang Berkeadilan. Selain enam elemen tata kelola EKB tersebut, pengelolaan EKB perlu memperhatikan prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational equity). Intergenerational equity mengacu pada tanggung jawab generasi saat ini untuk “memastikan bahwa tindakan yang diambil di masa sekarang tidak merugikan generasi-generasi mendatang,” kata Mas Achmad Santosa. Salah satu caranya, kata Mas Achmad Santosa, “adalah dengan menetapkan ekosistem karbon biru sebagai critical natural capital yang non-substitutable dan irreplaceable.”
Selain talkshow tersebut, IOJI juga menyelenggarakan pameran yang mengangkat tema “Gerakan Anak Muda Peduli Perubahan Iklim”. Pameran tersebut merupakan kerja sama IOJI dengan Divers Clean Action (DCA) dan Alner. Dalam pameran tersebut, anak-anak muda turut berbagi pengalaman dan perspektif, serta berdiskusi interaktif dengan peserta festival mengenai pentingnya melindungi lingkungan hidup untuk generasi saat ini dan masa depan.
Gridanya Mega Laidha, S.H., LL.M., Program Manager untuk Small-scale Fisheries Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengaku senang berpartisipasi dalam pameran LIKE. Mega menilai “pameran LIKE tak hanya informatif, melainkan juga interaktif.” Selain itu, “pameran LIKE terkoneksi dengan pengunjung dari berbagai usia untuk merangkum pesan terkait lingkungan hidup.” Mega berharap kepedulian dan pemahaman anak muda terhadap isu lingkungan hidup kian meningkat. Pada saat yang sama, “mereka dapat lebih aktif berpartisipasi dalam gerakan-gerakan terkait perubahan iklim.” Mega secara khusus mendorong anak-anak muda untuk “ikut mendorong perubahan kebijakan pemerintah mengenai perubahan iklim.”
***
Artikel bersumber dari Press Release Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) sebagai bagian dari Koalisi KORAL. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi: Anastasia Ika, [email protected] (+628118460065)