Foto: Suasana konferensi pers Asian Development Bank (ADB), Masatsugu Asakawa. (Dok ADB)
Gelaran Asian Development Bank (ADB) tahunan yang di gelar di Georgia pada 2-5 Mei menuai kontra dari beberapa kalangan aktivis dan organisasi. Protes dilayangkan karena adanya pendanaan yang tidak solutif dan strategis. Ada anggapan hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan tindakan ini dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan terindikasi melanggar HAM.
Desakan yang dilakukan koalisi CSO kepada ADB untuk menghentikan pendanaan proyek solusi iklim palsu menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Dalam menghadapi krisis iklim global, tidak cukup hanya dengan mengadopsi solusi yang tampak hijau di permukaan; solusi tersebut harus benar-benar efektif dalam mengurangi emisi karbon dan melindungi lingkungan serta masyarakat yang terdampak.
Pada dasarnya, pemahaman tentang dampak solusi iklim palsu terhadap laut bisa bervariasi, namun yang harus diperhatikan adalah banyaknya dampak negatif yang merugikan seperti, geoengineering (rekayasa iklim) yang tidak teruji berpotensi dampak negatif yang tidak terduga pada ekosistem laut. Pembangunan proyek infrastruktur besar seperti tanggul laut atau bendungan besar dapat mengganggu ekosistem laut dan mangrove.
Mirisnya masih banyak industri yang menggunakan bahan kimia atau teknologi yang berpotensi mencemari laut, seperti karbon dioksida yang disimpan di bawah laut atau penggunaan bahan kimia untuk memanipulasi iklim.
Dengan mengalihkan pendanaan ke proyek-proyek yang berkelanjutan dan berbasis komunitas, ADB dapat memainkan peran yang lebih konstruktif dalam perjuangan melawan perubahan iklim. Penting bagi para pembuat kebijakan dan ahli lingkungan untuk mempertimbangkan dampak potensial terhadap laut saat merancang dan menerapkan solusi iklim. Upaya yang menyeluruh dan berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa solusi iklim tidak menyebabkan lebih banyak masalah daripada manfaatnya.
***