UJI MATERI  UU PEKERJA MIGRAN DAPAT MEMBAWA KERUGIAN

Uji Materi (Judicial Review) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) sedang berlangsung. Permohonan Uji Materi diajukan oleh Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I) Untung Dihako (Perorangan) dan manning agency PT Mirana Nusantara Indonesia. Adapun pokok permohonannya adalah penghapusan Pasal 4 ayat (1) huruf c, yang mengatur pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk pekerja migran Indonesia.   

Pada tanggal 22 Februari 2024, di dalam persidangan Uji Materi UU PPMI dalam perkara Nomor 127/PUU-XXI/2023, Arie Afriansyah S.H., MIL., Ph.D, sebagai ahli Pihak Terkait menyatakan bahwa pelaut migran, termasuk awak buah kapal niaga (ABK Niaga) dan awak kapal perikanan (AKP) Indonesia, harus dipertahankan pengakuannya sebagai buruh migran dalam UU tersebut. Ini merupakan wujud komitmen serta tanggung jawab negara dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). UU PPMI telah mengatur dengan ketat penempatan tenaga kerja melalui standar. Tujuannya adalah untuk memastikan adanya kondisi kerja layak dan juga untuk mencegah praktik eksploitasi, seperti perdagangan manusia dan kerja paksa. 

Lebih lanjut, Arie berpendapat bahwa keberadaan UU PPMI yang berlaku saat ini telah sesuai dengan komitmen internasional dalam memastikan perlindungan bagi pekerja migran. UU PPMI memayungi kelompok rentan yakni pekerja migran di berbagai sektor untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum, baik mereka yang ada di luar negeri, maupun di luar yurisdiksi hukum Indonesia.  UU PPMI menetapkan aturan untuk perusahaan penempatan tenaga kerja memenuhi syarat hukum demi perlindungan yang maksimal.  Sehingga mereka dapat memastikan para pekerja migran terhindar dari perekrutan dan penempatan kerja yang eksploitatif dan berbagai bentuk perbudakan modern lainnya. 

Jeanny Sirait selaku Kuasa Hukum TAPMI menambahkan bahwa perlindungan bagi pelaut migran telah selaras dengan semangat konstitusi. Konstitusi mengamanatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 Ayat 2) dan tanggung jawab negara dan pemerintah dalam perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi setiap orang (Pasal 28I Ayat 4). 

TAPMI menilai gugatan terhadap UU PPMI dapat membawa kerugian pada pekerja migran di sektor kemaritiman dan perikanan. Terlebih dengan melihat pada substansi UU PPMI yang memberikan perlindungan kepada masyarakat pekerja migran dimanapun mereka berada. TAPMI akan terus memperjuangkan hak-hak pekerja migran tentu dengan negara memastikan adanya proses hukum yang transparan dan adil. (*)   

Sumber utama : Greenpeace 

Narahubung:

Tim Kuasa Hukum TAPMI, Jeanny Silvia Sari Sirait (0858-1042-3390)

Tim Kampanye & Komunikasi TAPMI, Haris Prabowo (0878-8706-4112)

Catatan: 

TAPMI terdiri dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu Sulawesi Utara (SAKTI Sulut), Serikat Pelaut Sulawesi Utara (SPSU), Pelaut Borneo Bersatu (PBB), Serikat Pelaut Bulukumba (SPB), Greenpeace Indonesia, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia.