NAS-OCEAN-ALISME: SEMANGAT PERSATUAN DEMI KEBERLANJUTAN LAUT (PART 2)

NAS-OCEAN-ALISME

SEMANGAT PERSATUAN DEMI KEBERLANJUTAN LAUT (PART 2)

Menjaga Kedaulatan dan Keamanan Negara di Laut Sebagai Wujud Cinta Tanah Air

Tidak dipungkiri, Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikelilingi perairan, memiliki batasan wilayah dengan negara lain yang jatuh pada wilayah perairan laut. Jika merujuk pada wilayah Indonesia berdasarkan batas wilayah negara, pada bagian Barat, Indonesia perbatasan langsung dengan Samudera Hindia serta Perairan Negara India. Selain itu, Pulau Ronde yang ada di Indonesia serta Nicobar yang ada di India secara langsung berbatasan dengan Samudera Hindia serta Laut Andaman. Sementara di wilayah Timur, Indonesia berbatasan langsung dengan Papua Nugini dan Samudera Pasifik. Di wilayah Utara berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Sementara di Selatan Indonesia berbatasan dengan Timor Leste. Jika disimpulkan, perairan Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yakni: India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.

Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) yang telah disepakati Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada tahun 1982, batas laut negara Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu batas teritorial, batas landas kontinental, dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Di dalam UNCLOS, juga disebutkan bahwa negara pantai dapat membuat peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainnya yang bertalian dengan lintas damai melalui laut teritorial mengenai beberapa hal dan dua diantaranya adalah konservasi kekayaan hayati laut serta pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan Negara pantai. 

Namun tragisnya, kedaulatan dan keamanan perairan Indonesia masih jauh dari kata aman terkendali. Nyatanya, IUUF atau illegal, unregulated, unreported fishing masih menjadi momok dan ancaman yang belum berhasil dihilangkan dari perairan Indonesia. KKP sendiri mencatat ada 117 kasus pencurian ikan di tahun 2021 yang terjadi di Indonesia (Medcom, Februari 2022). Di tahun ini, tidak serta merta kapal ikan asing (KIA) hilang dari lautan Indonesia. Walaupun KKP mengaku dalam beberapa kesempatan bahwa penangkapan KIA terus menurun, seperti yang dituliskan pada artikel Tribunnews di akhir Maret lalu, beberapa nelayan di Laut Natuna Utara justru mengeluhkan kapal ikan asing asal Vietnam yang makin lama makin menerobos masuk mendekati area pesisir untuk mencuri ikan (Mongabay, 30 April 2022). Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) sendiri mencatat pada bulan April 2022, setidaknya ada 42 kapal Vietnam yang melaut di perairan Natuna. Direktur Pemantauan dan Operasi Armada PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, telah menerima laporan keberadaan kapal asing pencuri ikan tersebut dari nelayan. Dari laporan tersebut pihaknya sudah memerintahkan kapal patroli Orca 3 ke titik koordinat kejadian namun hasilnya nihil, karena TKP sudah kosong. Mungkin yang dimaksud dengan penangkapan KIA menurun sejatinya dikarenakan kurangnya armada PSDKP atau badan keamanan lainnya dalam mengawasi dan mengamankan perairan Indonesia. Tidak dapat diketahui jelas berapa banyak kesempatan mengamankan oknum pencuri ikan hilang begitu saja, karena kurangnya armada dan ketegasan KKP dalam memberantas IUUF.

Selain IUU fishing, ancaman lainnya adalah geopolitik yang masih terjadi di perbatasan Indonesia dengan negara lain. Prinsip kepulauan Indonesia yang didasarkan dari prinsip United Convention on the Law of the Seas (UNCLOS) 1982 sudah diakui dunia. Namun intrik geopolitik masih menghantui atas klaim Tiongkok dengan Nine Dash Line (NDL) atau sembilan garis putus-putus dalam upaya untuk memetakan klaim historis didalam batas maritim dan Laut China Selatan, dimana 80% dari Laut China Selatan adalah milik Tiongkok. Klaim ini tidak didukung oleh batas koordinat dan geografis, sehingga membuat klaim ini sangat elastis.  Tiongkok selalu menerapkan bahwa penangkapan ikan tradisional (Traditional Fishing Right) diperbolehkan/legal di wilayah Nine Dash Line dan sekitarnya. Selain Tiongkok, wilayah kedaulatan Indonesia di laut melalui ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang berbatasan dengan Vietnam dan Malaysia juga masih belum menemui titik sepakat.

Impor Ikan dan Garam di Negara Kepulauan Terbesar di Asia Tenggara

Indonesia menduduki peringkat nomor 1 negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara. Sementara menurut World Atlas, Indonesia menjadi negara kedua dengan garis pantai terpanjang di dunia mencapai 99.083 km. Luas wilayah Indonesia dari Sumber Belajar Kementerian Pendidikan Kemdikbud, disebutkan luas Indonesia seluruhnya 5.193.250 km². Rinciannya luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km². Sedangkan luas lautan sekitar 3.273.810 km² atau sekitar 70% dari total luas negara Republik Indonesia itu sendiri.

Sedangkan dari segi sumber daya ikan, Komnas Kajiskan dalam beberapa kesempatan mengemukakan bahwa hasil laut Indonesia melimpah ruah. KKP dan Komnas Kajiskan sendiri pada awal April yang lalu mencatat data terbaru potensi ikan di perairan Indonesia. Hasilnya ada 12,01 juta ton potensi ikan per tahun dengan JTB 8,6 juta ton per tahun. Estimasi potensi tersebut dibagi dalam sembilan kelompok sumber daya ikan yaitu ikan demersal, ikan karang, pelagis kecil, cumi, udang penaeid, lobster, rajungan, kepiting dan pelagis besar. Kemudian angka estimasi potensi dan JTB menjadi dasar bagi KKP untuk menentukan jumlah kuota penangkapan yang akan diberikan kepada nelayan lokal, industri dan juga nonkomersial.

Namun herannya, mengapa Indonesia masih melakukan impor ikan dan garam. KKP mengungkapkan bahwa impor produk perikanan Indonesia mencapai lebih dari 42 ribu ton pada periode Januari-Februari 2021 yang lalu. Angka tersebut setara dengan Rp942,2 miliar berdasarkan kurs pada periode itu. Rincian dari Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) menunjukkan komoditas lainnya yang paling banyak diimpor adalah makarel, tuna-cakalang, dan lemak-minyak ikan (CNN Indonesia, Maret 2021). Selain ikan, Indonesia juga mengimpor tepung ikan dan udang untuk kebutuhan utama pakan ternak dari Chile, Peru, dan Eropa.

Bukan hanya ikan, produk hasil laut, garam, juga masih diimpor dari negara lain seperti Australia. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyoroti masih tingginya tingkat ketergantungan ini. Hal ini didukung dengan dipermudahnya impor garam melalui keberadaan UU No.11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. Pada pasal 37 ayat 1 UU Cipta Kerja disebut bahwa Pemerintah Pusat mengendalikan impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman. Menurut Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, UU Cipta Kerja dan PP 27 tahun 2021 tetap mengizinkan impor garam, meskipun di Indonesia sedang berada pada musim panen garam. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan kebutuhan garam nasional tahun ini mencapai 4,6 juta ton, yang sebagian besar atau sekitar 84% merupakan kebutuhan dari industri manufaktur. 

Tentunya keputusan pemerintah untuk mengimpor dua sumberdaya alam utama dari laut ini menindas kesejahteraan nelayan. Dewan Presidium Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI) Amin Abdullah berpendapat, pemerintah memang tidak pernah serius menunjukkan keberpihakan kepada petambak garam sejak lama dengan keputusan mengimpor garam yang berulang di setiap tahunnya. Di tahun 2022 sendiri, Pemerintah merencanakan impor garam sebesar 2,9 juta ton. Walaupun jumlahnya berkurang, pemerintah Indonesia harus mempercepat akselerasi pemberdayaan industri garam lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain berdaya sendiri, pemberdayaan industri garam lokal juga akan mempercepat laju perekonomian rakyat dan masyarakat pesisir, sehingga kesejahteraan mereka juga lebih meningkat.

Nasionalisme adalah semangat yang bisa diaplikasikan dalam banyak hal, termasuk sektor kelautan dan perikanan yang sangat berpengaruh di Indonesia. Nasionalisme dapat diwujudkan dalam bentuk ungkapan perasaan yang kuat dan usaha pembelaan daerah atau bangsa melawan penguasa luar, termasuk adalah menolak untuk memberikan hak untuk menguasai perikanan dan kelautan, walaupun dalam bentuk zonasi atau kuota. Pembelaan ini juga termasuk untuk segera menuntaskan isu kedaulatan yang masih bergulir hingga sekarang dengan Tiongkok salah satunya. Pembelaan negara juga adalah dengan betul-betul membuka jalan dan kesempatan, bagi warga pesisir untuk merasakan kesejahteraan dan bangkit dari kemiskinan dengan pendidikan, sarana dan prasarana, serta dijadikan prioritas sebagai pemain utama. Pembelaan ini juga termasuk membela negara dari kerusakan ekosistem yang meluas, yang didalangi oleh penambangan pasir, penangkapan ikan masif, destruktif, dan tidak selektif, menghukum dengan tegas dan maksimal semua oknum yang tertangkap tangan melakukan tindak IUUF.  Pembelaan negara juga termasuk menjamin ABK untuk mendapatkan haknya sebagai pekerja dan sebagai manusia, tanpa ditawar dan ditawan rasa takut oleh pihak asing.

******