Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang menyelenggarakan Diskusi Maritim ke-5 sebagai persiapan untuk Pertemuan Keempat Para Pihak dalam Perjanjian FAO (MOP-4) tentang Tindakan Negara Pelabuhan (Port State Measures Agreement/PSMA). Acara MOP-4 akan berlangsung di Bali mulai tanggal 8 hingga 12 Mei 2023.
PSMA adalah perjanjian internasional tentang penerapan kesepakatan negara pelabuhan yang ditujukan bagi kapal penangkap ikan asing yang memasuki atau menggunakan fasilitas pelabuhan perikanan yang ditunjuk untuk mencegah, menangkal, dan memberantas penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU). Penerapan PSMA difokuskan pada kapal penangkap ikan yang memasuki pelabuhan atau kapal peti kemas khusus pengangkut ikan. “Indonesia menjadi yang terdepan dengan meratifikasi PSMA sejak 2016 untuk mencegah IUU Fishing,” jelas Tri Aris Wibowo, Direktur Pelabuhan Perikanan, KKP.
Nilanto Perbowo selaku Ketua MOP-4 lebih lanjut menjelaskan, “Manfaat dari ratifikasi PSMA Indonesia akan meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global, sebagai sarana untuk mengkampanyekan pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia dengan standar internasional, dan mendorong peningkatan tata kelola pelabuhan perikanan yang berstandar internasional”.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian internasional PSMA tersebut melalui Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan Agreement On Port State Measures To Prevent, Deter, And Eliminate Illegal, Unreported, And Unregulated Fishing (Persetujuan Tentang Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Dan Memberantas Penangkapan Ikan Yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, Dan Tidak Diatur).
Ada empat Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) yang sudah mendapat PSMA berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52 Tahun 2020 PPS Nizam Zachman, PPS Bungus, PPS Bitung, dan PPS Benoa. Dicontohkan, Nilanto menjelaskan, telah dilakukan 12 pemeriksaan kapal Jepang dengan instrumen PSMA di Pelabuhan Benoa.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), diwakili oleh C.M. Muralidaran selaku Regional Project Coordinator dari Proyek ISLME, menegaskan bahwa FAO mendukung program PSMA di Indonesia melalui capacity building. “PSMA adalah perjanjian internasional pertama yang mengikat untuk menargetkan IUU Fishing, dan saat ini sudah 75 pihak yang bergabung. FAO memberikan program pengembangan kapasitas global kepada 47 negara untuk implementasi PSMA, termasuk Indonesia, yang telah menunjukkan peran proaktif dalam memerangi IUU Fishing,” ujar Muralidaran.
Muralidaran juga memaparkan proyek FAO Indonesia Sea Large Marine Ecosystem, yang berkontribusi dalam memerangi IUU Fishing melalui sistem pemantauan, pengendalian, dan pengawasan, rapat koordinasi nasional, dan kerja sama regional. Isu-isu kunci yang diidentifikasi termasuk pelanggaran alat tangkap, spesies, data perikanan, dan batas-batas wilayah. Rekomendasi meliputi optimalisasi program monitoring, control, dan surveillance untuk IUU Fishing.
FAO menekankan beberapa rekomendasi dari studi mereka, termasuk pentingnya fokus pada tanggung jawab pra-penangkapan seperti pendaftaran dan perizinan, serta kegiatan pasca-penangkapan seperti pendataan yang akurat dan mencegah ikan yang ditangkap secara ilegal memasuki pasar. FAO juga menyoroti perlunya alokasi anggaran, digitalisasi, optimalisasi teknologi, koordinasi antar-berbagai lembaga, dan keterlibatan masyarakat untuk memperkuat upaya pemantauan, pengendalian, dan pengawasan.
Nilanto Perbowo yang juga Pakar Utama Pengelolaan Produksi Perikanan Tangkap Ditjen Perikanan Tangkap memaparkan target Pertemuan Keempat Para Pihak Persetujuan FAO di Bali. “Target pertemuan MOP-4 bersifat sangat teknis, seperti merancang strategi yang efektif untuk adopsi PSMA, memantau pelaksanaan perjanjian, mempertimbangkan kesimpulan dan rekomendasi dari Kelompok Kerja Teknis, memutuskan operasionalisasi Sistem Pertukaran Informasi Global (GIES), mengadopsi draf Kerangka Acuan untuk GIES, dan memberikan panduan tentang fitur mana yang harus diprioritaskan dalam pengembangan GIES.” Lebih lanjut Nilanto menjelaskan, dipilihnya Indonesia sebagai tuan rumah karena FAO mengakui perannya sebagai lead country dalam peningkatan kapasitas kawasan dan menekankan pentingnya pengaturan bilateral dengan negara tetangga.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengingatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memperkuat koordinasi dengan instansi lain dalam implementasi Port State Measures Agreement (PSMA). “Tantangannya adalah memiliki panduan bersama untuk pemeriksaan kapal yang dilakukan oleh otoritas terkait di pelabuhan Indonesia untuk menghindari tumpang tindih,” kata Abdi. Kesiapan dan kapasitas otoritas pelabuhan Indonesia juga perlu diantisipasi dengan baik.
Selain mencegah praktik IUU Fishing, Abdi berharap juga dilakukan pemeriksaan terhadap awak kapal penangkap ikan untuk memastikan kondisi dan perlindungannya, serta mencegah kerja paksa dan perbudakan di kapal penangkap ikan. “Penerapan PSMA di pelabuhan Indonesia diharapkan dapat mencegah dan memantau terjadinya kerja paksa di kapal penangkap ikan,” ujar Abdi. PSMA diharapkan bermanfaat bagi Indonesia, tidak hanya sebagai mandat tetapi juga dalam upaya menjaga kepentingan Indonesia secara global.
***
Sumber Utama: Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia