JELANG 2023: NASIB AWAK KAPAL PERIKANAN MIGRAN DAN PERIZINAN SATU PINTU

Cukup jarang kita dengar kisah manis ketika kita membicarakan pengalaman Awak Kapal Perikanan Migran (AKP Migran). Kebanyakan, kita mendengar kisah miris dan tragis dari para “pahlawan devisa” Indonesia yang merantau di kapal ikan asing. Tidak sedikit pula yang berujung “pulang tinggal nama” seperti unggahan Destructive Fishing Watch (DFW) yang mengungkap bahwa pada November 2019-Maret 2021, sebanyak 35 orang awak kapal perikanan Indonesia migran yang meninggal di kapal ikan asing.

Lalu mendekati akhir tahun 2022, bagaimana nasib AKP Migran sekarang? Sejauh ini, Pemerintah telah melengkapi instrumen regulasi dan kebijakan guna melindungi AKP Migran yaitu: i) 11 Undang-Undang , ii) 6 Peraturan Pemerintah, iii) 3 Peraturan Presiden, dan 10 Peraturan Menteri. Peraturan Menteri dimaksud terdiri dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja, dan Peraturan Menteri Perhubungan. 

Walaupun begitu, nyatanya AKP Migran masih sangat ringkih tertimpa kemalangan dan nasib buruk saat bekerja di kapal ikan asing. Hal ini dikarenakan banyaknya perekrutan illegal (manning agency illegal) dengan iming-iming kemudahan dan pengurusan instant. Seperti yang diungkap oleh salah satu AKP Migran asal Tegal, Jawa Tengah yang bernasib beruntung, Widayanto. 

Pemuda 28 tahun asal Tegal, Jawa Tengah, itu di awal 2020 lalu meninggalkan tanah kelahirannya untuk bekerja menjadi ABK atau awak kapal perikanan (AKP) migran di kapal ikan asing Korea Selatan. Dalam wawancaranya dengan Greenpeace Indonesia, Widayanto mengungkapkan bahwa ia mendapatkan waktu 6 jam untuk beristirahat setelah shift 12 jam selesai, fasilitas yang layak – mulai dari makan, minum, tempat tidur, hingga kebutuhan lain seperti peralatan mandi. Dalam memberikan instruksi, sang kapten kadang menggunakan bahasa Indonesia kendati lebih sering pakai bahasa Korea. Upahnya sudah dilunasi pihak pemberi kerja sebelum ia dibelikan tiket pulang. Segala dokumen pun aman berada di tangannya.

Nasib baik ini bukan datang begitu saja. Widyanto mengungkapkan, bahwa ia mengurus secara mandiri, semua keperluan dokumen keberangkatan dan persyaratan kerja mulai dari paspor, sertifikat BST (basic safety training), sampai buku pelaut. Hal ini menurutnya akan membekali ia dengan pemahaman penuh dan juga menghindari manning agency illegal yang memungut sejumlah uang dengan jaminan semua urusan berkas beres dengan cepat dan mereka tinggal menunggu diberangkatkan. Inilah yang kemudian menjadi celah yang dimanfaatkan untuk memalsukan beragam dokumen dan mengirim awak kapal tanpa legalitas yang jelas dan berujung pada kasus kriminal yang menerpa para AKP Migran seperti kekerasan fisik, gaji tak dibayar, ditipu, dokumen ditahan, dan lainnya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan manning agency illegal tersebut.

Regulasi Pemerintah dan Perizinan Satu Pintu

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran tertulis bahwa pihak yang merekrut dan menempatkan AKP migran haruslah mengantongi izin dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) berupa Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dan dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berupa Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI). 

Namun, yang berlangsung selama ini, ternyata Kementerian Perhubungan juga punya wewenang memberikan izin untuk manning agency, yakni melalui penerbitan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK). Ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 59 Tahun 2021.

Dengan terbitnya PP 22/2022, seharusnya wewenang Kementerian Perhubungan tersebut gugur. Dan leading sector dalam perizinan dan pengawasan dalam perekrutan dan penempatan AKP migran adalah berada pada Kementerian Ketenagakerjaan – dan memang seharusnya demikian, sebagaimana dalam urusan pekerja migran di sektor lain.

Urgensinya adalah agar pemerintah lebih bertanggung jawab dari hulu ke hilir atas perekrutan, penempatan, pelindungan selama bekerja, hingga pemulangan AKP migran. Serta memastikan bahwa pihak yang melakukannya adalah kementerian dan badan yang memang membidangi urusan ketenagakerjaan.

KORAL juga menekankan akan urgensi pengesahan International Labour Organization Convention (Konvensi ILO) Nomor 188 tentang Pekerjaan Dalam Penangkapan Ikan. ILO 188 merupakan standar ketenagakerjaan internasional yang ditujukan untuk memastikan para pekerja yang bekerja di atas kapal perikanan memiliki kondisi kerja yang layak, khususnya terkait syarat dan kondisi kerja, akomodasi dan makanan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), layanan kesehatan, dan jaminan sosial. Maka dari itu, ILO 188 dapat menjadi pondasi peta jalan perlindungan AKP Migran sejak perekrutan, penempatan, hingga ke kepulangan dapat diimplementasikan dengan selaras.

Jelang tahun yang baru, tentunya hati para AKP Migran Indonesia dipenuhi dengan harapan baru. Harapan akan senyuman ketenangan dan rasa aman, dapat bekerja demi hidup yang lebih sejahtera untuk keluarga yang menantikan mereka di rumah. Hingga saatnya nanti mereka pulang dalam keadaan sehat jasmani rohani, membawa gaji di tangan dihiasi senyum kerinduan akan kampung halaman.

***

Sumber Utama: Greenpeace Indonesia