MENGUKIR SEJARAH BARU: DEKLARASI ASEAN UNTUK PERLINDUNGAN NELAYAN MIGRAN LAHIR DI KTT ASEAN 2023

KTT ASEAN ke-42 tahun 2023 yang diselenggarakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur – Indonesia membawa angin perubahan positif dalam hal nelayan migran. Desa nelayan itu menjadi saksi bisu lahirnya Deklarasi ASEAN tentang Penempatan dan Perlindungan Nelayan Migran

Di dalam deklarasi tersebut, diakui dua hal penting, yakni kontribusi positif para nelayan atau awak kapal perikanan (AKP) migran terhadap ekonomi Asia Tenggara, serta hak asasi manusia mereka sebagaimana disebutkan pula dalam Deklarasi Universal HAM 1948 (KTT ASEAN, 2023). Tidak berhenti disitu, deklarasi ini juga mengatakan bahwa tugas untuk melindungi dan memenuhi hak-hak para AKP migran di keseluruhan siklus migrasi merupakan tanggung jawab bersama di antara negara-negara anggota ASEAN.

Hal ini tentunya bak hujan di kemarau panjang. Penantian ini menjadi penanda pengakuan negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina yang selama ini menjadi negara yang memberangkatkan begitu banyak AKP Migran ke seluruh penjuru dunia setiap tahunnya.  Arifsyah Nasution, Senior Oceans Campaign Strategist Greenpeace Asia Tenggara, mengatakan: “Deklarasi ini menjadi sebuah pertanda signifikan meningkatnya kesadaran di antara para pemimpin ASEAN terhadap urgensi masalah ini. Kami sangat menghargai para pemimpin negara anggota ASEAN yang meningkatkan komitmen mereka untuk mengakhiri praktik kerja paksa dan perdagangan manusia dalam perekrutan dan penempatan AKP migran Asia Tenggara di rantai industri perikanan global. Kami mendorong badan-badan di bawah ASEAN dan semua pemangku kepentingan untuk segera mengambil langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan deklarasi tersebut. Jangan biarkan deklarasi ini menjadi janji manis belaka. Mari pastikan implementasinya efektif untuk masa depan nelayan migran dan perlindungan laut kita.” ujarnya.

Bukan hanya deklarasi tentang penempatan dan perlindungan nelayan migran, KTT ASEAN ke-42 juga mengadopsi dua deklarasi lain tentang hal serupa, yaitu Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarga dalam Situasi Krisis dan Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia Disebabkan oleh Penyalahgunaan Teknologi.

Di dalam momentum dan semangat yang sama, KORAL berharap para Pemimpin ASEAN juga mampu dan berani mendeklarasikan semangat cinta laut dan para ‘pejuang-pejuangnya’ yaitu para masyarakat pesisir dan masyarakat adat dengan lebih melibatkan mereka dalam setiap kebijakan dan proyek nasional yang terjadi di laut. Bagaimanapun, ASEAN dikenal sebagai negara-negara kepulauan yang memiliki beragam masyarakat adat yang kaya budaya dan tradisi. Mereka sudah menjaga laut yang diwariskan sejak jaman nenek moyang mereka. Mengedepankan dan mengakui mereka dengan melibatkan masyarakat adat dan pesisir dalam diskusi kebijakan dan program nasional harus dilakukan.

Selain itu, bulan Mei sebagai bulan yang merayakan hari buruh di seluruh dunia, juga mengingatkan kita akan Konvensi International Labour Organization (ILO) 188 yang mengatur secara rinci tentang perlindungan pekerja di sektor perikanan, mulai dari perekrutan hingga penempatan dan pemulangan. Thailand menjadi satu-satunya negara yang telah meratifikasi peraturan ini. KTT ASEAN 2023 seharusnya mampu menjadi momentum bagi negara-negara lainnya, termasuk Indonesia, untuk berani melangkah maju dan mengesahkan pemberlakuan aturan ini di sektor kelautan dan perikanan Indonesia.

***