ABK MIGRANT: BAGIAN DARI INDONESIA YANG BELUM MERASAKAN SILA KE-5

Serikat Buruh Migran Indonesia mengadakan aksi protes di depan Kedubes China Desember 2020 yang lalu (Gambar: Liputan6) 

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah bunyi sila ke-5 dari dasar negara kita Republik Indonesia, Pancasila1. Jika merujuk pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau disingkat BPIP2, konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merujuk kepada aspek-aspek dimana pertama Negara Indonesia didirikan dengan semangat untuk bersungguh-sungguh memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik lahir maupun batin. Kedua Negara Indonesia juga bertugas wajib menjamin setiap warga untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan penghidupan yang layak, bermartabat, dan berkeadilan. Namun mirisnya, sesudah lebih dari 75 tahun berdikari dan merdeka, belum semua lapisan masyarakat Indonesia, merasakan keadilan dan kehidupan yang layak ataupun bermartabat dan Anak Buah Kapal (ABK) Migran asal Indonesia salah satunya. 

Sepanjang 2020, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan terdapat 692 anak buah kapal (ABK) Indonesia yang mengalami permasalahan di 115 kapal perikanan milik perusahaan China3. Belum lagi kasus meninggalnya ABK yang jika mengutip pernyataan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh. Abdi Suhufan, selama tahun 2020 saja, menelan setidaknya 22 korban jiwa dan 3 diantaranya hilang ditengah laut4. Sementara dalam laporan yang dikeluarkan oleh Greenpeace dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)5, tercatat ada 34 nelayan migran asal Indonesia yang melapor dengan indikasi perbudakan atau kerja paksa dengan 4 aduan utama yaitu: 11 kasus penipuan, 9 penundaan pembayaran, 8 aduan kerja lembur berlebihan, dan 7 kasus pelecehan seksual. Menurut laporan kertas investigasi SBMI, dalam tahun 2020 terdapat 9 ABK yang meninggal dunia diatas kapal ikan asing akibat dari praktik kerja yang tidak manusiawi. 

ILO (International Labour Organization) dalam dokumen Fishers First – Good Practicesto End Labour Exploitation at Sea6 menyatakan bahwa pekerjaan anak buah kapal di kapal penangkapan ikan termasuk dalam kategori 3D – dirty, dangerous, difficult (kotor, berbahaya, dan sulit) yang membuat posisi pekerjaan ini minim peminat dan sulit melakukan rekrutmen. Hal ini juga yang kemudian mengarah kepada adanya kekurangan jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam satu kapal, yang kemudian mengakibatkan adanya praktik-praktik perekrutan ilegal atau tidak sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku seperti perekrutan ABK yang secara edukasi sangat minim, pengiming-imingan gaji besar, hingga kerja paksa dan eksploitasi yang terjadi selama di kapal. KORAL7 pernah mengulas, bahwa setidaknya ada 10 poin pelanggaran HAM yang dilanggar para manning agent dan pihak yang bertanggungjawab di kapal ikan asing dalam kasus-kasus eksploitasi dan kerja paksa ABK migran yang selama ini sudah diungkap. 

Sejauh ini, teguran dan himbauan dari beberapa organisasi yang miris dan prihatin terhadap nasib ABK, secara terus menerus disampaikan kepada Pemerintah. Update terakhir terkait ABK yang datang dari Pemerintah datang dari dua Kementerian ini – Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan upaya diplomasi bilateral dan multilateral dengan Menteri Luar Negeri China sudah dilakukan. Retno juga mengatakan Indonesia mendorong kerjasama bilateral hukum timbal balik atau mutual legal assistance. Melalui International Maritime Organization (IMO), delegasi Indonesia juga mendorong pengesahan resolusi terkait fasilitasi pergantian awak kapal dan akses layanan medis dan kemudahan pergerakan awak kapal selama masa pandemi. Kementerian Luar Negeri memastikan bahwa perlindungan ABK di 2021 akan dilakukan lebih komprehensif. Upaya tersebut akan dilakukan dengan pembentukan roadmap ratifikasi ILO C-188 Work in Fishing Convention, melakukan MpU penempatan khusus ABK perikanan dengan negara tujuan, serta pemanfaatan bantuan hukum timbal balik untuk penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku. 

Sementara dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terus berupaya memperkuat perlindungan pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Pelaut dan Awak Kapal Perikanan (RAN-PPAKP). Penyusunan ini bertujuan untuk memastikan warga negara Indonesia yang bekerja di sektor perikanan tangkap baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk mendapatkan perlindungan. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Maritim dan Investasi Basilio Dias Araujo8juga mengatakan ada tiga akar permasalahan yang menjadi penyebab lemahnya perlindungan terhadap pelaut dan ABK Indonesia di kapal ikan asing. Pertama, belum sinkronnya kurikulum pendidikan dan pelatihan pelaut dan ABK menggunakan standar STCW-F (Standard of Training, Certification, and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel) karena Kementerian Kelautan dan Perikanan belum mengganggarkan dana untuk membeli silabus kurikulum standar IMO. Kedua, belum ada tata kelola untuk mengatur perusahaan manning agent pelaut dan AB.  Aspek ketiga adalah karena tidak adanya database terpadu secara nasional untuk dijadikan acuan berapa jumlah pasti pelaut dan ABK yang berada di luar negeri. 

Indonesia sendiri bukan tidak punya regulasi yang mengatur mengenai ABK. Adanya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas9, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran10, dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran11 yang sekarang diubah dengan adanya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja12, setidaknya mampu menjadi dasar dalam memperkuat dan memperjelas alur regulasi yang mengikat dan mewajibkan pihak-pihak yang masuk kedalam alur perekrutan hingga pemulangan pelaut dan ABK kembali ke Indonesia, terjadi secara aman, adil, dan terawasi. Sehingga jika sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama pelaut dan ABK bertugas di luar negeri, Indonesia memiliki poin hukum yang jelas dan tentunya dibarengi dengan instrumen hukum yang sesuai dan menimbulkan efek jera bagi para pelanggar. 

Selain itu adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan13, sebenarnya sudah menuliskan bulir-bulir hukum dan peraturan yang mengikat pengusaha di bidang perikanan untuk menjalankan sistem HAM Perikanan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 4 dan Pasal 5. Namun perlunya turunan peraturan yang lebih detail dan mengikat mengenai kewajiban bagi para pengusaha di bidang perikanan untuk mengadakan standarisasi dalam perekrutan, pelatihan, serta sanksi yang dikenakan apabila terjadinya pelanggaran perlu diadakan. Hal ini menjadi penting dikarenakan, seperti yang diutarakan pada acara INSTAGRAM LIVE-SAPA KOALISI KORAL Edisi Pertama Kamis yang lalu, DFW dan Greenpeace setuju perlu adanya upaya komprehensif dan masif dari hulu ke hilir untuk mencegah terulangnya kerja paksa dan eksploitasi pelaut dan ABK hingga menimbulkan korban jiwa. Aspek hidup yang layak, bermartabat, dan berkeadilan sesuai dengan Sila Ke-5 Pancasila, mungkin tidak masuk ke dalam aspek dasar negara tempat para ABK ini mengadu nasib di salah satu kapal penangkap ikan jarak jauh (distant water fishing vessels). Namun, yang perlu diingat oleh Pemerintah adalah poin “rakyat Indonesia” dalam sila ke-5 bersifat mengikat dan menjadi jati diri ABK, kemanapun mereka pergi. Sudah menjadi kewajiban dan tugas negara dalam memastikan ABK mendapatkan keamanan, keadilan, dan kehidupan yang baik dan layak, walaupun mereka bertugas jauh dari kampung halamannya. Adanya UU Cipta Kerja diharapkan bukan hanya fokus membawa angin segar dalam sektor investasi dan ekonomi Indonesia, namun membawa angin perubahan dalam upaya perlindungan, pengawasan, dan penyejahteraan ABK Indonesia.

********

1https://bpip.go.id/bpip/berita/1035/256/makna-pancasila-sebagai-pandangan-hidup-ketahui-isi-dari-kelima-butirnya.html 

2https://bpip.go.id/bpip/profil/440/profil.html

3https://nasional.kontan.co.id/news/sepanjang-2020-ada-692-abk-indonesia-menemui-masalah-di-kapal-perikanan-china 

4https://www.gatra.com/detail/news/502970/hukum/22-abk-indonesia-meninggal-dwf-minta-jokowi-turun-tangan 

5https://www.greenpeace.org/static/planet4-southeastasia-stateless/2019/12/b68e7b93-greenpeace-seabound-book-c.pdf

6https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—ed_norm/—declaration/documents/publication/wcms_515365.pdf 

7KORAL, Hak Asasi ABK Terombang-ambing Tanpa Kejelasan

8https://www.antaranews.com/berita/1989740/pemerintah-perkuat-perlindungan-pelaut-dan-awak-kapal-perikanan 

9https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39965/uu-no-40-tahun-2007 

10https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39060 11https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/64508/uu-no-18-tahun-2017 

12https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39965