KKP SIAPKAN LANGKAH PENGAWASAN MUTU HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN

Petugas inspeksi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai (UPT PPP) Pondokdadap  melaksanakan kegiatan inspeksi mutu hasil pendaratan ikan di kawasan dermaga perikanan. Kegiatan ini dilaksanakan mengingat telah didaratkannya ikan tuna di akhir Bulan Januari 2021. (Foto: UPT PPP Pondokdadap)

Baru-baru ini, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan langkah pengendalian dan pengawasan mutu hasil kelautan dan perikanan, guna mendukung penuh peta jalan (roadmap) ekonomi biru (Neraca, 2023). Tugas pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, yang merupakan amanat Inpres 01 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ini, telah direalisasikan pada 2022 melalui pengawasan di 76 kabupaten/kota oleh 24 UPT BKIPM beserta Pusat Pengendalian Mutu.

Kepala BKIPM KKP, Pamuji Lestari mengatakan bahwa quality assurance akan dilakukan di kapal penangkap ikan, pelabuhan pendaratan, dan mendorong kepatuhan kapal perikanan untuk memenuhi syarat mutu. Bukan hanya kapal penangkap ikan, jaminan mutu juga diterapkan bagi perikanan budidaya. Ada dua indikator yaitu cara budidaya ikan yang baik (CBIB) dan ketelusuran (traceability). Untuk itu, BKIPM melakukan sinergi dengan pemerintah daerah untuk memperkuat pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan di kabupaten/kota.

Tujuannya adalah agar sektor kelautan dan perikanan diharapkan mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan capaian kinerja ekspor hasil perikanan dan kelautan yang terjamin mutunya sebesar 1,27 juta ton di tahun 2022 dan diterima oleh 172 negara.

Traceability – Kunci Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan

Traceability merupakan kemampuan untuk mengakses informasi seluruh siklus produksi dengan mengidentifikasi sebuah produk melalui catatan yang tersimpan pada produk tersebut (Olsen dan Borit, 2013). Salah satu tujuan traceability adalah untuk memastikan transparansi data dan kualitas produkt melalui informasi berikut: sumber bahan baku, jenis bahan baku, dan praktik penanganan dari waktu ke waktu.

Namun lebih dari itu, traceability bukan hanya menaikkan nilai ekspor, tetapi juga membantu KKP memastikan keberlanjutan di perairan Indonesia. Seperti yang kita tahu, keberlanjutan di sektor KP sangat erat dengan eksploitasi sumber daya ikan, termasuk didalamnya tindak illegal, unregulated, unreported fishing atau IUUF. Modus yang dilakukan pun sungguh beragam. Mulai dari penurunan bobot Kapal (mark down), penggunaan alat penangkapan ikan (API) ilegal dan terlarang, hingga transhipment untuk mengelabui jumlah hasi tangkapan.

Di dalam kertas penelitian yang ditulis oleh Mariah Boyle bertajuk “Without a Trace: A Summary of Traceability Efforts in the Seafood Industry” dikatakan bahwa terdapat kelemahan pada sisi ketelusuran mengindikasikan adanya celah penangkapan ikan ilegal yang sangat mungkin dipraktekkan. Traceability atau ketelusuran di satu sisi membantu KKP untuk menilik aktivitas perikanan tangkap dari sisi legalitas atau kelengkapan izin, lokasi, dan jumlah tangkapan untuk memastikan kepatuhan hukum yang berimbas pada terverifikasinya aspek keberlanjutan. Maka dari itu aspek ketelusuran krusial dan wajib ditegakkan bukan semata-mata untuk menaikkan nilai ekspor perikanan, namun terlebih untuk menjaga laut kita dari eksploitasi dań kerugian jangka panjang.

Di sisi lain, KKP harus menyadari bahwa traceability merupakan sebuah proses panjang dengan begitu banyak mata rantai dan stakeholder didalamnya. Satu stakeholder lalai dan melanggar, akan mengganggu keseluruhan proses. Salah satu tantangannya adalah pengisian e-logbook di lapangan yang dilakukan oleh Nelayan. Pendokumentasian masih banyak dilakukan secara manual atau dengan mencatat di buku yang membuat data tersebut sulit untuk ditelusuri dan rawan dimanipulasi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. 

Indonesia terdiri dari begitu banyak wilayah perairan dengan sektor perikanan tangkap yang didominasi oleh nelayan tradisional. Tentunya ada keterbatasan kemampuan yang harus diimbangi dengan edukasi dan sosialisasi atau bahkan kelengkapan sarana dan prasarana terlebih dahulu, sehingga tidak ada alasan atau celah pelanggaran di masa depan.

Bukan hal yang mudah bagi KKP untuk dapat menerapkan traceability di Indonesia. KORAL berharap, semoga niatan baik KKP untuk mengimplementasikan pengawasan mutu hasil kelautan dan perikanan dapat berjalan lancar, serta dihindari dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab  yang menodai komitmen baik ini. 

***