HARI PENGENTASAN KEMISKINAN INTERNASIONAL: BAGAIMANA DENGAN NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA?

Kita memperingati Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia setiap tanggal 17 Oktober 2021. Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia pertama kali diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1992. Tepatnya 30 tahun yang lalu, dengan Resolusi No. 47/196, yang disahkan pada bulan Desember. 22, 1992. Berbekal harapan, masalah kemiskinan segera dapat diselesaikan dengan memorandum pengingat di tiap tanggal 17 Oktober. “Martabat untuk semua dalam praktik” merupakan tema selebrasi tahun ini. Martabat dipandang sebagai hal mendasar dari hak dasar manusia atas kebebasan, keadilan dan perdamaian. 

Berbagai inisiatif dan proyek telah diluncurkan dan dilaksanakan oleh pemerintah, seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal (3T), pemberian bantuan sembako (BLT), dan pemberian bantuan sosial. Peningkatan jaring pengaman sosial, pemberian subsidi BBM, pembayaran ke daerah, dan dana desa (TKDD). Selain itu juga ada bantuan pangan non tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), serta dukungan iuran jaminan kesehatan Kartu Indonesia Sehat (KIS), diberikan kepada masyarakat di bawah garis kemiskinan nasional (GKN), Program Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pembangunan Daerah (PPK), dan seperangkat program kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu juga dihadirkan oleh Pemerintah. 

Namun sejumlah program tersebut masih belum bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang masih dialami oleh 26,50 juta orang masyarakat Indonesia (BPS, September 2021). Salah satu provinsi dengan persentase kemiskinan tertinggi di Indonesia adalah di provinsi-provinsi dengan kekayaan laut yang tinggi seperti di Maluku dan Papua. Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana bisa dengan kekayaan laut yang besar, nelayan masih masuk ke dalam kategori profesi paling miskin di Indonesia? (Data Survey Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2017).

Ada beberapa penyebab kemiskinan yang tak kunjung tuntas di kalangan nelayan dan masyarakat pesisir. Food and Agriculture Organization (FAO) mengatakan bahwa adanya regulasi yang memicu overfishing serta perkembangan teknologi perikanan yang menghilangkan kebutuhan nelayan, kesulitan menghadapi cuaca ekstrem di laut, dan jarak tempuh dari bibir pantai yang semakin jauh sehingga membutuhkan energi dan bahan bakar yang lebih besar menjadi beberapa alasan mengapa masyarakat pesisir dan nelayan rentan kemiskinan. Apalagi dengan adanya kenaikan dan kelangkaan bahan bakar mesin (BBM) di Indonesia yang menjadikan nelayan lebih terpuruk dari sebelumnya. Sementara menurut Ferry Joko Julianto (2015) ada beberapa hal yang menyebabkan terhambatnya kesejahteraan nelayan Indonesia adalah karakteristik sosial dan budaya yang belum kondusif, struktur armada perikanan yang masih didominasi oleh usaha tradisional dengan keterbatasan pemahaman dan teknologi perikanan tangkap. 

Kunci Pengentasan Kemiskinan: Perkaya SDM dengan Ilmu dan Fasilitas,  Stop Regulasi  yang Menindas

Masyarakat pesisir dan nelayan Indonesia miskin bukan karena takdir. Mereka selama ini terbelit ketidakadilan dalam penguasaan permodalan dan tata kelola perikanan, padahal mereka memiliki peluang untuk maju dan berjaya di laut nenek moyangnya. Contohnya kemampuan berwirausaha yang dilakukan perempuan nelayan di Demak, Jawa Tengah dan LPSDN di Lombok Timur menjadi salah satu contoh bahwa mereka mampu berdikari dan maju. Hanya butuh dukungan, sarana prasarana dari Pemerintah.

Seperti pepatah lama yang berbunyi “Beri manusia ikan, dan anda memberinya makan sehari. Ajari manusia memancing, dan anda memberi makan dia seumur hidup,” agaknya Pemerintah juga harus berpedoman hal yang sama. Jika kemudian sumber daya manusia yang tergantikan oleh teknologi perikanan, nelayan dan masyarakat pesisir harus dilengkapi bekal pengetahuan dan inovasi untuk bisa setidaknya berkompetisi dengan gempuran zaman. Edukasi menjadi bekal bagi mereka dan generasi mendatang untuk bisa survive dan hidup maju kedepan. Sarana dan prasarana juga termasuk pada kemudahan untuk dapat melaut. Seperti adanya bantuan peralatan tangkap yang sesuai dengan regulasi pemerintah, kemudahan mendapatkan subsidi BBM dan stok BBM bagi nelayan dan masyarakat pesisir, dermaga yang aman dan nyaman, hingga ke pangkalan penjualan hasil tangkapan dengan harga bersaing yang menjadi pusat jual-beli hasil sumber daya laut.

Selain itu, untuk mengentaskan kemiskinan di profesi nelayan adalah dengan menjamin adanya regulasi dan perlindungan hukum pada nelayan. Kebijakan dari Pemerintah harus lebih simpati dengan nelayan, bukan justru antipati dan membuat nelayan terancam. Misalnya saja keberadaan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang banyak menuai kontra dari nelayan karena menggelar zonasi yang didominasi untuk industri perikanan besar dan investor asing, dimana wilayah perairan akan dikotak-kotakkan tergantung dengan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah. Bukan hanya PIT, persyaratan yang diberikan KKP agar nelayan bisa mendapatkan bantuan juga terlalu banyak dan tidak efisien bagi nelayan kecil. Nelayan dengan ukuran kapal di bawah 5GT akan diutamakan untuk mendapatkan bantuan berupa alat penangkap ikan, ada beberapa pilihan bantuan. Antara lain jaring insang/gillnet terdiri dari jaring insang PA monofilamen, trammel net PA monofilamen, trammel net PA multifilamen apabila mendapatkan rekomendasi Dinas Kabupaten/Kota. Sementara kapal di atas 5-10 GT tidak mendapatkan syarat seperti itu.

Hal-hal seperti inilah yang kemudian membuat nelayan mengalami kesulitan bertubi-tubi. Alih-alih diberdayakan dan dimudahkan untuk mencari nafkah di perairan yang sudah dijaga nenek moyang mereka, nelayan tradisional justru seperti dianaktirikan oleh bangsa sendiri. KORAL melalui 9 anggota koalisi kami, berupaya mendukung pemberdayaan dan kemajuan nelayan dengan menyuarakan kesulitan dan perjuangan nelayan serta penelusuran kasus dan kebijakan tidak empatis bagi nelayan. Tidak lain harapan KORAL adalah adanya perbaikan taraf hidup nelayan dan semakin diperhatikannya kesejahteraan dan keamanan mereka. 

******