Dilansir dari Katadata, Kementerian Keuangan menerbitkan empat jenis surat utang negara dalam denominasi yen Jepang bernama Samurai Bond. Jika dilihat secara mendetail, dari empat jenis Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan tersebut, dua diantaranya adalah obligasi biru alias blue bonds. Adapun nilai SUN yang diterbitkan adalah 104,8 miliar yen atau setara Rp 11,34 triliun pada Jumat 19 Mei 2023 yang lalu.
Menurut Suminto, selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, penerbitan blue bonds menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia terhadap pembiayaan berkelanjutan, terutama untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, penerbitan perdana blue bonds menunjukkan kemajuan besar dalam pembiayaan biru, serta menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin ekonomi berkelanjutan di pasar global. Apalagi, Indonesia sekarang menjadi negara pertama yang menerbitkan blue bonds. Penerbitan Samurai Bond (surat utang negara dalam valuta asing berdenominasi yen Jepang) juga ditujukan untuk membiayai defisit APBN 2023.
Dalam edisi kali ini, Samurai Bond diterbitkan dalam empat seri. “SUN yang diterbitkan terdiri dari RIJPY0526B dengan tenor 3 tahun, RIJPY0528B dengan tenor 5 tahun, RIJPY0530 dengan tenor 7 tahun, dan RIJPY0533 dengan tenor 10 tahun,” jelas Suminto. Secara rinci, RIJPY0526B diterbitkan dengan kupon 0,74% senilai 46,9 miliar yen Jepang. Seri ini akan jatuh tempo pada tanggal 26 Mei 2026. Sebaliknya, RIJPY0528B diterbitkan dengan harga 37,2 miliar yen Jepang dan akan jatuh tempo pada 26 Mei 2028, dengan kupon 0,98%. Selanjutnya, RIJPY0530 diterbitkan dengan kupon 1,2% senilai 14,7 miliar yen Jepang dan akan jatuh tempo pada 24 Mei 2030. Kupon terpanjang RIJPY0533 adalah 1,43% diterbitkan sebesar 6 miliar yen Jepang, dan akan jatuh tempo pada 26 Mei 2033.
Sementara menurut Deni Ridwan, selaku Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, seluruh dana yang dihasilkan dari penerbitan blue bonds ini akan digunakan untuk membiayai proyek yang memenuhi syarat untuk pengeluaran Sustainable Development Goals (SDGs) dalam kerangka kerja (framework) SDGs. Dengan seleksi menggunakan mekanisme “climate budget tagging” (penandaan anggaran perubahan iklim), sektor-sektor yang memenuhi syarat akan dipilih untuk menandai belanja SDGs. Syarat yang harus terpenuhi yaitu syarat green and blue focus, termasuk kategori pengolahan limbah, dan perlindungan laut dan pesisir. Menurut Deni, penerbitan blue bonds juga diperuntukan untuk pemulihan keanekaragaman hayati dan ekosistem, perikanan berkelanjutan, manajemen bencana dan pengurangan risiko, energi kelautan terbarukan, dan ekowisata (Kontan.id, 2023).
Blue Bonds dan Kaitannya dengan Laut
Blue bonds adalah obligasi yang mendanai program ekonomi biru. Surat utang ini akan diperuntukkan untuk mendanai program-program yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati di laut dan mendukung ekonomi perikanan yang sehat dan berkelanjutan (Morgan Stanley). Sementara menurut Head of Green, Social, and Sustainability Bonds, Global Capital Markets Navindu Katugampola, blue bonds membidik dua tujuan: menjaga peringkat kredit negara stabil dan melakukan investasi pada ekonomi negara yang berhubungan khusus dengan laut. Salah satunya adalah ekonomi biru sebagai akar dari blue bonds itu sendiri.
Meskipun obligasi biru adalah instrumen kuat yang dapat menarik investor, pemerintah sebagai penerima perlu memiliki sistem yang dapat memastikan dampak yang berkelanjutan, termasuk kebijakan laut yang maju, sektor perbankan yang andal, rangkaian proyek yang disusun, dan ekonomi maju berkelanjutan pada sektor seperti pariwisata dan perikanan. Obligasi biru dapat mendukung ekonomi biru dan berdampak positif terhadap lingkungan, membangun aset yang ada, seperti perikanan dan pariwisata, serta menciptakan ekonomi yang layak dan berkelanjutan tapi juga membuka peluang kerugian apabila tidak direncanakan dengan matang dan menyeluruh.
Tentunya keberadaan tantangan tersebut bukan tidak bisa dihadapi. Perlu adanya perencanaan jangka pendek dan panjang yang mampu mengatasi tantangan serta adanya mitigasi risiko jangka panjang. Menurut jurnal penelitian bertajuk “Financing a Sustainable Ocean Economy” oleh Sumaila, U.R., Walsh, M., Hoareau, K. et al (2021), setidaknya ada lima tantangan terkait penerapan blue bonds seperti gambar dibawah ini:
Tanpa adanya rencana yang matang dengan peta jalan (road map) yang jelas, tujuan utama blue bonds rasanya akan sulit dicapai. Maka dari itu adanya prinsip dan pondasi, kerangka kerja, panduan, dan metrik yang jelas dan secara proaktif menghindari aktivitas ilegal dan berbahaya yang diketahui, sangat dibutuhkan agar blue bonds dapat berdampak sangat baik bagi laut. Menurut Sumaila, tidak menutup kemungkinan diperlukan juga perjanjian yang kuat sejenis Perjanjian Paris terkait iklim yang mengikat semua pihak terkait untuk dapat bekerjasama dan saling berintegrasi secara positif untuk mewujudkan tujuan blue bonds yang sejati.
***