BENIH BENING LOBSTER KEMBALI BOLEH DIEKSPOR: KKP MAKIN KESINI, MAKIN KESANA

Pemerintah memastikan dibukanya kembali ekspor benih bening lobster (BBL) untuk kegiatan budidaya di luar negeri. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengeluarkan Peraturan Menteri baru terkait wacana ini. Draft Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pengaturan ulang pengelolaan Benih Bening Lobster (BBL), Kepiting, dan Rajungan tersebut saat ini masih dalam tahapan konsultasi publik.

KORAL mencatat, sejak tahun 2015 hingga 2020 sudah terdapat beberapa kali perubahan dalam pengaturan ekspor benih bening lobster ini. Tentunya kita masih ingat bahwa pada era mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, ekspor benih bening lobster dilarang. Lalu pada era mantan Menteri KKP Edhy Prabowo dibuka dan mengakibatkan tersangkutnya mantan menteri ini dalam kasus korupsi BBL. Hingga di tahun 2020, salah satu gebrakan pertama Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono adalah dengan menutup ekspor BBL hingga sekarang. Entah kenapa wacana ekspor ini dibuka kembali. 

Untungkan Pihak Asing, Lebih Baik Makmurkan Rumah Sendiri

Dibukanya keran ekspor BBL ini setidaknya bak cerita lawas didongengkan kembali. Agaknya KKP lupa akan misi kedaulatan dan keberlanjutan yang seharusnya betul-betul diimplementasikan dan bukan sekadar narasi manis saja. 

Dalam misi kedaulatan, KKP seharusnya mencari cara untuk mengembangkan teknologi pembudidayaan dalam negeri. Apalagi melihat budidaya BBL dalam negeri masih jauh dari kata optimal. Jika dibandingkan dengan negara pengimpor BBL seperti Vietnam, Indonesia masih kalah modern. Menurut Penasihat Himpunan Budidaya Laut Indonesia, Effendy Wong, Vietnam setidaknya memiliki cara budidaya lebih maju dan kemudahan pakan. 

Walaupun Indonesia secara demografis jauh dari negara-negara konsumen lobster besar seperti Hongkong dan Cina, tetapi Indonesia merupakan pemasok benih lobster andalan. Tentunya untuk kepentingan bisnis, bisa saja Indonesia ditekan posisinya sebagai pemasok yang terpaksa ‘menjual’ dengan harga murah. Alih-alih ikut permainan bisnis tersebut, KKP harus bisa mengembangkan budidaya dalam negeri sehingga harga jual dan posisi tawar-menawar Indonesia jadi lebih kuat.

Hal serupa juga disuarakan Yonvitner, selaku Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Universitas IPB. Resiko jika ekspor BBL diperbolehkan adalah rusaknya harga pembudidaya lobster dalam negeri. ”Harga bibit yang mahal, ongkos yang tinggi, dan waktu budidaya yang lama, secara perlahan akan mematikan budidaya dalam negeri karena makin lama akan sulit membeli benih bening lobster,” ujarnya (Kompas, Oktober 2023).

Sementara dari perspektif keberlanjutan, dengan dibukanya keran ekspor BBL, tentunya resiko eksploitasi dan penangkapan BBL ilegal semakin tinggi. Saat ini saja, modus operandi ilegal ini masih beberapa kali ditemukan, walaupun sudah ada sangsi dan peraturan yang melarang kegiatan ini. Menurut data yang dibagikan KKP, per Agustus 2023 sudah sebanyak 113.763 BBL yang diselundupkan ke Singapura saja. Jumlah itu dikalikan harga jual per ekor yang berkisar 85 ribu Rupiah hingga 120 ribu Rupiah. Bayangkan saja berapa besar kerugian negara! Itu belum termasuk ke negara lain seperti Vietnam misalnya. Dilansir dari Kompas, Mantan Menteri KP Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa masih ditemukan modus penyogokan (bribing) oknum aparat, tokoh, dan politisi, hingga akademisi untuk membenarkan penangkapan dan jual beli BBL. Jika kemudian BBL diambil lebih dari jumlah seharusnya karena tingginya demand, maka tidak heran bahwa BBL akan semakin langka dan terancam punah di habitat aslinya. 

Bahkan seharusnya, untuk kebutuhan dalam negeri saja, BBL di alam liar masih harus dipastikan keberadaannya. BBL ada bukan hanya untuk kebutuhan budidaya semata, tetapi menjadi satu mata rantai dari keseluruhan tatanan ekosistem dan rantai makanan. Adanya daerah pemijahan atau nursery ground khusus untuk BBL, yang menjadi wadah aman dari jangkauan manusia atau aktivitas di ruang laut, wajib dihadirkan oleh KKP. Hal ini juga untuk memupuk rasa tanggung jawab dan mengimplementasikan nilai-nilai keberlanjutan yang sebenarnya.

***