KEBAKARAN KAPAL BERKALI-KALI TERJADI, NELAYAN YANG SELALU MERUGI

Kobaran api membakar kapal nelayan yang singgah di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah, Selasa (15/8/2023).

Kebakaran kapal perikanan yang baru terjadi pada 14 Agustus 2023 malam di Tegal, merupakan kebakaran terparah yang terjadi selama ini. Ya, peristiwa kebakaran kapal perikanan di Kota Tegal, Jawa Tengah, bukan hal baru alias sudah terjadi berkali-kali. Peristiwa pada bulan Agustus ini berlangsung hingga lima hari. Yakni pada Jumat, 18 Agustus 2023 api baru bisa betul-betul dipadamkan. Kebakaran itu menghanguskan 63 kapal dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp 189 miliar! Apakah hanya itu saja kerugiannya? Tentu tidak. Sebanyak 1500 anak buah kapal kehilangan pekerjaan. Ini artinya multiplier effect dari kebakaran ini pastinya berimbas pada kesejahteraan nelayan dan keluarganya serta berimbas pada  Pemerintah setempat yang harus mengeluarkan dana ekstra untuk menyalurkan bantuan berupa bahan pangan. 

Berdasarkan informasi yang KORAL kumpulkan, kebakaran kapal perikanan di Kota Tegal sudah terjadi beberapa kali sejak tahun 2021. Tepatnya pada 2021 terdapat dua kali insiden kebakaran kapal perikanan yaitu pada bulan Agustus 2021 yang menimpa sebuah kapal perikanan yang berada di PPP Tegalsari. Beruntung, api dapat dihentikan sebelum merambat ke kapal-kapal lain yang berdekatan. Lalu insiden kedua pada 17 November 2021, bertempat di galangan kapal PT Tegal Shipyard Utama yang terletak di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur. 15 kapal terbakar dan mengakibatkan kerugian sebesar 30 miliar Rupiah. 

Sementara di tahun 2022, sebanyak 17 kapal perikanan yang bersandar di dermaga Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Kota Tegal, habis diamuk si jago merah pada tanggal 29 Januari 2022. Kerugiannya sama-sama mencapai puluhan miliar Rupiah.

Penyebabnya Sama ‘Tuk Kesekian Kali: Pemerintah Harus Belajar!

Kasus di bulan Agustus tahun ini masih dalam proses penyelidikan dan tengah memeriksa 15 orang serta olah tempat kejadian perkara (TKP). Menurut Direktur Kepolisian Air dan Udara Polda Jateng Komisaris Besar Hariadi, jika dilihat dari kasus-kasus sebelumnya, kebakaran kapal dipicu oleh kelalaian manusia. Ketiadaan fasilitas alat pemadam kebakaran api ringan (APAR) yang memadai di kapal-kapal perikanan turut membuat kebakaran dengan cepat menyebar dan sulit dikendalikan. 

Namun bukan hanya itu, ternyata kejadian di tahun 2021 dan 2022 berkaitan dengan penuhnya dermaga. Di tahun 2021, insiden kebakaran yang menimpa belasan kapal itu terjadi saat kapal-kapal tersebut bersandar di sekitar galangan kapal PT Tegal Shipyard Utama karena PPP Tegalsari dan Pelabuhan Pelindo sudah penuh (Kompas, 2021). Sementara insiden di Januari 2022, kapal-kapal yang terbakar itu dititipkan untuk bersandar di Pelabuhan Pelindo karena PPP Tegalsari sudah penuh. 

Sejumlah kapal berukuran di atas 100 gross tonnage (GT) bersandar di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari Kota Tegal, Jawa Tengah, Jumat (14/4/2023)(Foto: Kompas.com/ Tresno Setiadi)

Dapat dikonklusikan bahwa dermaga di sekitar area Kota Tegal tidak cukup mumpuni dan aman untuk menjadi tempat bersandar kapal-kapal perikanan nelayan. Posisi mereka yang terparkir berdempetan menjadi salah satu faktor resiko yang lebih berbahaya ketika terjadi kebakaran. PPP Tegalsari sendiri misalnya, hanya berukuran seluas 17 hektar saat dibangun dengan tujuan menampung 300 kapal yang tidak melebihi 30 gross ton (GT) pada 19 tahun yang lalu. Sementara, kapal perikanan Kota Tegal terus bertambah. Saat ini mayoritas kapal perikanan di Kota Tegal berukuran diatas 30GT dengan jumlah mencapai 1200 kapal. 

Jika penyebabnya hampir selalu sama secara berturut-turut, apakah Pemerintah tidak belajar dari kesalahan?

Perlu Perluasan, Perlu Jaminan Keamanan

Hingga saat ini tidak ada perkembangan luas maupun pertambahan apapun yang dapat memitigasi permasalahan ini. Padahal, Kota Tegal merupakan salah satu dari 10 kota penyumbang perikanan tangkap terbesar di Indonesia (Kompas, 2022). Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2018, produksi ikan laut dari Kota Tegal mencapai 35.206,3 ton.  Bukan hanya kontribusi dari hasil perikanan saja, menurut Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah Riswanto, selama ini para nelayan dikenakan berbagai macam pungutan maupun pajak yang jumlah mencapai sekitar Rp 15 juta (Kompas, 2023).  

Perluasan pelabuhan menjadi solusi yang dirasa cukup masuk akal untuk mengurangi resiko kebakaran massal seperti tahun ini. Apalagi sudah lebih dari 1 dekade, pelabuhan tersebut tidak dipugar atau diperluas. Setidaknya dengan perluasan pelabuhan, akan ada jarak parkir antara satu kapal dengan yang lain; sehingga resiko antar kapal saling bergesekan dan menimbulkan percikan api juga bisa dikurangi. Penambahan luas juga dapat memobilisasi permasalahan keamanan. Ketika kapal terlalu berdempetan, pengawasan pun akan semakin sulit karena jarak antar kapal yang sempit membuat petugas atau para nelayan menjadi kurang waspada.

Sementara itu, dilansir dari Kompas, Fendiawan Tiskiantoro selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng, mengatakan pihaknya telah meninjau ulang rencana induk PPP Tegalsari. Hasilnya juga telah dilaporkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ia juga menambahkan bahwa selama proses pengembangan pelabuhan, Fendiawan berencana melengkapi PPP Tegalsari dengan hidran atau alat pemadam kebakaran permanen. Setidaknya akan ada lima titik pemasangan hidran tersebut. KORAL berharap Pemerintah bukan hanya menyediakan saja, tetapi juga secara berkala mengecek keberadaan dan kualitas dari hidran itu sendiri. Jangan sampai ternyata kondisinya sudah tidak layak pakai dan dibiarkan begitu saja.

Tentunya ada beberapa hal preventif lain yang bisa seperti peningkatan keamanan yang dimaksimalkan. Misalnya selain penunjukkan patroli pengamanan selama 24 jam, bisa juga pada titik-titik tertentu diberikan kamera CCTV untuk memonitor keamanan di sekitar Pelabuhan. Lalu adanya daerah penampungan air yang dapat dijadikan sumber air ketika terjadi kebakaran. Bukan tanpa sebab, ketika kebakaran terjadi, terkadang air laut di sekitar TKP terkontaminasi bahan bakar minyak yang tumpah dan akan tidak efektif untuk dijadikan sumber air pemadaman api. 

Hal lain yang dapat dilakukan Pemerintah adalah pengetahuan sebagai bekal jaminan keamanan. Pembekalan dalam bentuk edukasi dan sosialisasi bagaimana cara untuk mencegah dan menangani kebakaran. Misalnya saja adalah tidak melakukan kegiatan yang beresiko menimbulkan percikan api seperti mengelas saat kapal bersandar dan dalam keadaan pelabuhan padat, tidak membuang puntung rokok sembarangan, atau membakar sampah di sekitar kapal. 

Jaminan keamanan lain adalah asuransi. Namun hingga saat ini, memang tidak banyak perusahaan asuransi yang bersedia menjamin kapal perikanan. “Perusahaan asuransi menilai kapal perikanan itu berisiko tinggi. Berisiko tenggelam, berisiko terbakar,” ujar Riswanto. Menurut Riswanto, pihaknya telah mengumpulkan informasi dari nelayan di daerah lain tentang program asuransi kapal. Dia mengatakan bahwa, dari informasi yang diperoleh, besaran klaim asuransi tidak sebanding dengan harga kapal. “Misalnya, satu kapal ukuran 60 GT itu harganya Rp 3 miliar, tetapi klaimnya itu hanya dapat Rp 300 juta,” katanya.

KORAL tentunya berharap agar segera Pemerintah dapat menjamin keselamatan akomodasi satu-satunya untuk para nelayan mencari nafkah yaitu kapal perikanan. Semoga tahun 2023 menandakan tahun terakhir insiden kebakaran ini terjadi di Pelabuhan Kota Tegal serta dijadikan pembelajaran bagi Pemerintah untuk memastikan keamanan dan keselamatan di Pelabuhan-pelabuhan lainnya di seluruh Indonesia. 

***