ADA SINDIKAT PEMALSUAN DOKUMEN PERIZINAN PERIKANAN DI PANTURA

KKP berhasil meringkus anggota PNS, dalang dari pemalsuan Dokumen Izin Perikanan di Pantura. (Foto: Head Topics)

Pada tahun 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membongkar sindikat pemalsuan SIPI atau Surat Izin Penangkapan Ikan di wilayah Pantai Utara Jawa. Tersangka berinisial MAW merupakan pemilik modal, menyewa sebuah kapal bernama KM.CL dan selanjutnya membeli dokumen perizinan berusaha dari tersangka T yang selanjutnya diketahui merupakan dokumen palsu (Investor.ID, 2022). KM.CL tersebut kemudian diganti nama papan kapalnya menjadi KM. Marga Rena-1 sesuai dengan dokumen palsu yang dibelinya dari Tersangka T. KM. Marga Rena-1 ini kemudian dinahkodai RA sejak tanggal 11 Juni sampai 12 Agustus di Laut Jawa untuk kegiatan penangkapan ikan sebanyak 8x dalam sehari dengan hasil rerata 4-5 kerangjang ikan. 

Pada pertengahan Februari yang lalu, tersangka T yang awalnya masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena berhasil kabur, telah ditangkap dan diamankan. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin mengungkapkan bahwa tersangka T ternyata memiliki banyak identitas palsu dan sudah banyak terlibat dalam kasus penipuan dokumen di bidang lainnya sehingga acap kali berpindah-pindah lokasi. Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan operasi penangkapan tersangka adalah berkat kontribusi dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan KKP dan Satuan Reserse Mobil (Satresmob) Mabes Polri di Tegal. 

Selain tersangka diatas, KKP juga berhasil mengamankan dalang dari kasus pemalsuan dokumen ini yaitu berinisial SN yang merupakan pegawai KKP. SN merupakan otak dari kasus pemalsuan sebagai “atasan” dari tersangka T. SN jugalah yang menyuruh tersangka T untuk memalsukan dan menjual dokumen perizinan palsu kepada para pemilik kapal perikanan.

Dasar Hukum bagi Penindakan Dokumen Palsu Perikanan

Kasus pemalsuan dokumen perikanan merupakan bentuk dari tindak pelanggaran illegal, unregulated, unreported fishing yang tentunya merugikan negara. Sumber daya perikanan yang berhasil ditangkap tidak dilaporkan, apalagi tercatat sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Lebih dari itu, pencurian ikan ini juga merugikan nelayan lainnya yang beroperasi secara legal dan membuat potensi sumber daya perikanan menjadi kacau dan tidak menutup kemungkinan collateral damage lainnya yang menunggu didepan.

Kasus pemalsuan dan ataupun penggunaan dokumen palsu melanggar dasar hukum yang dimiliki negara Indonesia dan masuk ke dalam tindak pidana. Dasar hukum itu adalah Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Terdapat dua pasal yang mengikat kasus ini yaitu pada Pasal 93 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 94A di mana dinyatakan bahwa “..Setiap orang yang memalsukan dan/atau menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pengawasan Perlu Diperkuat, Kembali Refleksi Internal Kementerian

Dapat diusut dan diamankannya para pelaku menjadi suatu keberhasilan KKP yang patut diacungi jempol. Sindikat pemalsuan ini bukan semata-mata tindak pidana yang begitu proses hukumnya diserahkan, lalu sudah selesai. KKP agaknya harus mengakui bahwa masih adanya titik lemah pengawasan dokumen resmi bagi kapal penangkapan ikan di Pantura, menjadi cerminan adanya kemungkinan kasus yang sama terjadi di wilayah lainnya. Ini artinya, proses pendokumentasian kapal penangkap ikan masih belum seratus persen aman dari tindak pemalsuan.

Apalagi ditemukan bahwa dalangnya adalah oknum dari KKP sendiri. Tentunya ini seperti kilas balik kasus korupsi benih bening lobster (benur atau BBL) yang menyeret mantan Menteri KKP Edhy Prabowo pada tahun 2020. Artinya KKP masih belum menjadi instansi yang bersih dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang menggunakan kekuasaanya untuk melakukan tindak pidana yang merugikan negara dan lingkungan. 

KORAL berharap, KKP tidak cukup puas mengamankan para tersangka dan membongkar sindikat ini, namun juga mau berbesar hati untuk merefleksikan pelajaran yang dapat diambil dan berbenah diri secara nyata. 

***