Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menemukan modus operandi penyelundupan benih bening lobster (BBL) yang dilakukan dari berbagai lokasi di Indonesia hingga akhirnya dikirim secara ilegal ke luar negeri melalui kapal perikanan. “Petugas telah mengidentifikasi daerah penghasil BBL, ditemukan ada peran pengepul dalam mendistribusikan BBL,” kata Adin Nurawaluddin, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Jumat (14/7).
Pola distribusi BBL dimulai dari pengepul kecil dan terus ke pengepul besar sampai ke pembudidaya atau lokasi lain. Ada beberapa pelaku yang menggunakan jalur darat, laut, dan udara. Hal ini berhasil digali dari operasi pengawasan yang dilakukan di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal PSDKP, yang mencakup Pangkalan PSDKP Lampulo, Pangkalan PSDKP Jakarta, Stasiun PSDKP Cilacap, Pangkalan PSDKP Bitung, Pangkalan PSKDP Benoa, Stasiun PSDKP Kupang, dan Pangkalan PSDKP Batam.
Hasil pengawasan KKP di wilayah penghasil BBL menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan di Sumatera terkonsentrasi di satu lokasi. Berdasarkan penyelidikan di lokasi, KKP menemukan lokasi pengepul dan cara BBL didistribusikan sebelum dikirim ke Singapura. Untuk wilayah Jawa, KKP menemukan keberadaan jalur distribusi di Jawa Barat yang menunjukkan bahwa terdapat satu wilayah sebagai tujuan awal distribusi sebelum dikirimkan ke Jakarta atau tempat lain. Sementara di wilayah Sulawesi, ditemukan bukti bahwa BBL dikirim ke tempat yang tidak memiliki usaha pembudidayanya. Ini menunjukkan bahwa BBL tidak dimaksudkan untuk dibudidayakan, melainkan dikirim kembali ke tempat lain. Terakhir, di timur Indonesia, tepatnya di wilayah Nusa Tenggara, KKP mencurigai adanya pengiriman BBL secara ilegal menggunakan kapal Feri.
Terbukanya Modus Operandi dan Jalur Jadi Awal Baik
Seperti diketahui, dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 tentang perubahan atas PERMEN KP Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan secara tegas bahwa larangan ekspor BBL masih berlaku. Maka dari itu, keberadaan BBL hanya diperbolehkan untuk tujuan pembudidayaan dalam negeri dengan aturan yang sudah ada.
KORAL mengapresiasi kinerja KKP karena berhasil mengungkap modus operandi per wilayah serta jalur-jalur yang biasa ‘dilalui’ transaksi ilegal ini. Selanjutnya, tentu bukan hanya pengetatan pengawasan saja yang wajib dilakukan, namun perlu adanya tindak lanjut penyelidikan akan mata rantai lainnya, terutama yang berhubungan dengan perizinan pengangkutan dan armada, hingga ke aktor utama alias penadahnya. Jika kemudian ditemukan bukti yang mengarahkan penduduk negara lain yang menjadi penadah, maka sepertinya perlu dijalankan koordinasi antar negara.
Apalagi Singapura masih mengizinkan pengiriman benih lobster dari Indonesia tanpa izin ekspor yang sah (Mongabay, 2022). Bak simpul yang terbelit-belit, hal ini akan terus menjadi batu sandungan dalam menegakkan peraturan BBL. Jika masih ada permintaan pasar, maka “oknum penyuplai ilegal” akan selalu mencari cara untuk dapat mengirimkan BBL sesuai permintaan. Penting bagi KKP untuk mampu memutus rantai supply-demand kegiatan ekspor ilegal BBL. .
***