HARVEST STRATEGY TUNA: APAKAH ITU?

Nelayan funae menangkap cakalang di dekat Manado Tua menggunakan ikan teri sebagai umpan hidup. Manado, Sulawesi Utara, Indonesia. 23 Oktober 2009

Tantangan utama yang dihadapi dalam industri perikanan tuna adalah overfishing atau penangkapan yang berlebihan sehingga membuat stok ikan tuna menipis dan tidak berkelanjutan. Mengatasi hal tersebut, maka hadirlah Harvest Strategy (Marcelo Hildago dalam The importance of Harvest Strategies in the Pacific, 2022). Harvest Strategies dikenal sebagai strategi pemanfaatan, memiliki tujuan untuk memastikan keberlanjutan sumberdaya ikan cakalang, tuna sirip kuning, tuna albakora dan tuna mata besar (Pacific Community, 2022).

Secara rinci Harvest Strategy merupakan gabungan proses dan aktivitas dari pemantauan, pengkajian, kaidah pengendalian pemanfaatan dan tindakan pengelolaan yang dirancang untuk memenuhi tujuan perikanan yang berkelanjutan. Inti dari strategi pemanfaatan adalah prosedur pengelolaan yang menetapkan peluang penangkapan ikan, seperti upaya atau batas tangkapan, menggunakan perkiraan status stok, seperti biomassa saat ini.

Di Indonesia, proses penyusunan Harvest Strategy menurut Wudianto, dkk (2019) dalam buku Handbook of Fisheries Science and Management Terminology dimulai dari pengumpulan data (yaitu pemantauan di atas kapal, pengukuran ikan, pengisian log book oleh nelayan, statistik pendaratan ikan, survei sosial-ekonomi, dan survei penelitian stok ikan dengan kapal riset), setelah menghasilkan data, data kemudian dijadikan bahan riset pengkajian stok ikan oleh peneliti KKP. Hasil riset stok ikan kemudian di review, yang dan diramu menjadi rekomendasi (rekomendasi tangkapan lestari maksimum/maximum sustainable yield (MSY), jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), status stok, dan tingkat pemanfaatan) yang akan digunakan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan agar kondisi laut kita tetap lestari.

Rekomendasi Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komnas Kajiskan) diambil oleh pengelola perikanan KKP, yang kemudian dibawa ke berbagai diskusi kolaboratif dengan pemangku kepentingan perikanan di tingkat wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dan tingkat pusat. Kemudian melalui konsensus dan kesepahaman bersama menghasilkan langkah-langkah pengelolaan perikanan berkelanjutan. Harvest Strategy ini sangatlah ilmiah sehingga membutuhkan waktu dan pelatihan untuk mempelajarinya.

Indonesia sebagai anggota RFMOs (Regional Fisheries Management Organizations) memiliki peran dan tanggung jawab untuk mendukung tata kelola stok tuna. Implementasi Harvest Strategy menjadi tindakan prioritas dari rencana Pengelolaan Tuna Nasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan No. 107 tahun 2015, dengan menetapkan rencana 5 tahun untuk implementasi rencana aksi termasuk pengembangan dan implementasi Harvest Strategy untuk mendapatkan sertifikat Marine Stewardship Council (MSC).

Dalam Harvest Strategy ada istilah “Titik Acuan Batas” untuk tuna cakalang, tuna sirip kuning dan tuna mata besar. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2018) dalam dokumen Interim Harvest Strategies For Tropical Tuna In Archipelagic Waters Of Indonesia, Titik Acuan Batas ikan tuna cakalang, tuna sirip kuning dan tuna mata besar di perairan Indonesia adalah 0,2 dari jumlah biomassa memijah pada saat tidak terdapat kegiatan penangkapan, dengan probabilitas sebesar 90%. Titik acuan batas ini adalah nilai acuan yang digunakan sebagai batas pengendalian pemanfaatan, yang dianggap berisiko atau tidak diinginkan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga berupaya mewujudkan harvest strategy dalam program penangkapan ikan terukur sebagai salah satu program utama dalam pembangunan perikanan. Penangkapan ikan terukur adalah penangkapan ikan yang terkendali yang dilakukan berdasarkan zona tertentu dan kuota penangkapan ikan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, memberikan kesempatan berusaha, meningkatkan keadilan dan kesejahteraan nelayan.

Menurut Anastasia Rita Tisiana sebagai ketua tim pelaksanaan unit kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dalam artikel “Penangkapan Ikan Terukur untuk Indonesia Makmur” (2021) “Penangkapan ikan terukur merupakan turunan dari prinsip ekonomi biru, sehingga kegiatan ekonomi harus seimbang dengan ekologinya yaitu dengan memperhatikan kesehatan laut”. Tujuan dari Blue Economy adalah untuk keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan. Begitupun dengan Harvest Strategy mempertimbangkan ketiga aspek tersebut. Sayangnya, dalam Rencana aksi 2018-2023 tentang menerapkan Harvest Strategy di dalam Interim Harvest Strategies For Tropical Tuna In Archipelagic Waters Of Indonesia (2018) belum ada rencana aksi terkait perlindungan sosial nelayan dan awak kapal perikanan.

***

Sumber Utama: Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia