MENDOBRAK EKONOMI BIRU MELALUI INOVASI LAUT BERKELANJUTAN – PART 1

Indonesia sebagai negara maritim yang dilingkupi laut dan kepulauan yang cukup luas, pastinya memiliki segudang potensi dalam memberdayakan sektor kelautan dan perikanan. Negara kepulauan ini merupakan penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah China. Laut Indonesia adalah bagian terbesar dari Segitiga Terumbu Karang, rumah bagi 76% dari semua spesies terumbu karang di dunia dan 37% dari semua spesies ikan terumbu karang. Tak heran, 54% sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia berasal dari ikan dan hasil laut lainnya. Dalam kancah internasional, 10% hasil laut dunia diekspor dari Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya permintaan global akan ikan dan kerang. Nilai sektor perikanan Indonesia  sebesar US$ 29,6 miliar atau 2,6 persen dari PDB Indonesia. Sektor ini juga berkontribusi pada sektor pariwisata dan sangat mendukung perlindungan lingkungan.

Maka tidak heran laut menjadi “nadi” bangsa dan negara kita. Seperti yang dikatakan CEO EcoNusa, Bustar Maitar, dalam acara “Sail to Campus – Universitas Airlangga: Mendobrak Ekonomi Biru Melalui Inovasi Laut Berkelanjutan” pada 7 April 2022 yang lalu, laut menjadi landasan bagi kita semua. Dimana 70% lebih wilayah Indonesia adalah laut dan merupakan masa depan bangsa yang harus dijaga dengan baik bukan semata-mata untuk keuntungan ekonomi, tapi juga keselamatan ekologi. 

ATR/BPN – BLUE ECONOMY DAN KORELASINYA DENGAN AGRARIA

Salah satu pembicara pada acara yang sama, Surya Tjandra, selaku Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional mengatakan bahwa konsep blue economy atau ekonomi biru memiliki inti bahwa bagaimana keseluruhan isu atau aspek kelautan tentang keadilan sosial, resiko ekologis baik di laut maupun Daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan upaya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Ada 111 pulau-pulau kecil terluar (PPKT) yang berbatasan langsung dengan negara lain, dengan luas paling besar 200Ha dan punta titik-titik dasar koordinat goegrafis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum nasional dan internasional. Batas-batas ini menjadi teritori Indonesia yang satu dan tidak bisa seenaknya dimasuki oleh negara lain dan ini meliputi laut, didalam ruang laut dan angkasa. 

Dari BAPENNAS sendiri sudah memiliki sejumlah rencana dan upaya untuk menyusun kerangka pembangunan EB turunan dari RPJMN dari tahin 2005-2025 sejak jaman presiden SBY, yang diturunkan lagi pada RPJMN 2020-2024 yang menekankan pentingnya pengelolaan kelautan untuk mencapai pengelolaan dan pembangunan yang berkelanjutan. Lalu pertanyaannya, bagaimana ekonomi biru ini diimplementasikan? Terutama dikarenakan konsep ekonomi biru Ini akan sangat erat antara kesehatan laut, iklim global, maupun kesejahteraan masyarakat yang tidak jarang saling bertolak-belakang dalam praktiknya sehingga menjadi tantangan ketika mengimplementasikan ekonomi biru. 

Tantangan yang kemudian dihadapi antara lain adalah:

  1. Kemiskinan absolut dan struktural masyarakat
  2. Kebutuhan individu vs kolektif
  3. Kebutuhan hidup vs kelestarian lingkungan
  4. Rezim hukum yang mengatur berbeda-beda yaitu silo-silo dalam bekerja sesuai zona dan sektor masing-masing (misalnya adanya KKP, KLHK, ESDM, ATR/ BPN dll, yang memiliki kepentingan dan ketertarikannya sendiri-sendiri)
  5. Ketertarikan (swasta) untuk komersialisasi pesisir dan pantai dimana potensi terjadinya resiko konflik sangat tinggi dan dibutuhkan konsolidasi tanah.

Konsep ekonomi biru yang memiliki sejumlah faktor resiko inilah yang kemudian berusaha untuk diakomodir dan dimitigasi dengan beberapa upaya. Salah satunya adalah ATR/ BPN yang menerbitkan sertifikasi pada PPKT untuk menguatkan kedaulatan negara pada pulau-pulau tersebut. Sekarang sudah ada 84 PPKT yang bersertifikat dan sisa 27 pulau lainya yang masih belum. Ancang-ancang lainnya yang dimiliki ATR/ BPN adalah konsep Integrated Coastal Management yang menekankan pada empat pendekatan yaitu pendekatan adaptif, pengelolaan berbasis ekosistem, integrasi dan interelasi, serta antar generasi. Tujuan dari konsep ini adalah untuk pemulihan ekonomi yang bekerlanjuan dan inklusif, dimulai dari penataan pemanfaatan tanah dan ruang. 

KKP – EKONOMI BIRU DAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI

Sementara, Dr. Hendra Yusran Siry, S.Pi, M.Sc selaku Sekretaris Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PRLK KKP) , mengatakan bahwa ekonomi biru adalah pemanfaatan sumber daya kelautan dengan mengedepan aspek ekologi, efisien, tanpa limbah, berkeadilan inklusif yang didukung oleh kesadaran publik sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tujuannya adalah untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang memastikan kesehatan laut dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, perluasan lapangan kerja, dan meningkatkan devisa negara.  KKP sendiri meruntutkan merunutkan 9 penerapan ekonomi biru yang mencakup kegiatan: 

  1. Pemanfaatan Sumber Daya Terukur
  2.  Inventarisasi, Daya Dukung, dan Valuasi Ekologi – Ekonomi
  3. Produk Unggulan Kompetitif dan Bernilai Ekonomi Tinggi
  4. Peran Riset dan Inovasi 
  5. Responsif terhadap Pencemaran dan Perubahan Iklim
  6. Pengawasan Kelautan dan Perikanan Terpadu
  7. Perizinan fungsi kontrol Kesehatan Laut
  8. Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi
  9. Kesadaran masyarakat

Strategi KKP dalam penerapannya adalah memberikan dasar yang kredibel untuk menjaga kesehatan laut jangka panjang, menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja yang bermanfaat bagi masyarakat pesisir dan ekonomi nasional. Ada empat prinsip dalam ekonomi biru versi KKP yaitu:

  1. Ekonomi biru sebagai dasar kebijakan dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan nasional yang bersifat inklusif dengan didukung oleh kesadaran publik sebagai penggerak ekonomi bangsa.
  2. Ekonomi biru dalam penataan ruang laut ditetapkan dengan berprinsip berkelanjutan, pendapatan berganda, pemanfaatan limbah, belajar dari alam. Peran serta masyarakat, dan terintegrasi darat dan laut.
  3. Ekonomi biru merupakan ocean system berbasis ekonomi digunakan untuk kesejahteraan manusia dengan pendekatan inovasi, sustainability dan penguatan ekologi sumberdaya wilayah pesisir dan laut.
  4. Implementasi BE di pulau-pulau kecil, memperhatikan konektivitas permukiman dan sistem produksi, integrasi, potensi, valuasi dan neraca SD, potensi tekanan ekosistem dan SD, dan berprinsip keterpaduan lintas sektor.

Dalam halnya implementasi Ekonomi Biru dalam perencanaan ruang laut di pulau-pulau kecil, Hendra mengatakan bahwa analisa dan pengelolaan harus terintegrasi dan berkelanjutan, mengingat ruang laut merupakan sebuah ruang 3 Dimensi. Maka dari itu perlu diramu pengalokasian ruang yang diperuntukkan bagi masyarakat dan bagaimana sumber daya dapat diberdayakan dengan baik. Menurut KKP, ada 7 pakem dalam perencanaan ruang laut yaitu: 

  1. Mendorong munculnya pusat pertumbuhan ekonomi berbasis kelautan
  2. Mengembangkan penyediaan infrastruktur dasar dan pendukung
  3. Memperkuat system logistik lokal (antar-pulau), regional dan nasional yang mendukug rantai produksi dan distribusi produk-produk unggulan KP
  4. Meningkatkan konektivitas antar- pulau dan antar darat-laut
  5. Menguatkan struktur ekonomi dan mengurangi kesenjangan wilayah dan kapasitas sumberdaya manusia
  6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal pulau/gugus pulau
  7. Menjamin kelestarian ekosistem pesisir dan laut

Salah satunya melalui pengembangan wisata bahari dalam konsep ekonomi biru. Dalam bidang wisata bahari, KKP menanamkan konsep perlindungan aset alam dan pemberdayaan masyarakat yang diselaraskan dengan added economy value. Ada beberapa upaya yang dilakukan yaitu:

Perlindungan Aset AlamPemberdayaan MasyarakatAdded Value (Nlai Tambah Ekonomi)
Penggunaan sumber daya laut dan pesisir secara berkelanjutanMeningkatkan mata pencaharian dan pekerjaan bagi masyarakat lokalPerencanaan dan pembangunanberwawasan lingkungan
Melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas Lingkungan SDLP kawasan konservasiArsitektur berciri khas budaya lokal
Kualitas wisatawan (segmented market) bukan target jumlah wisatawan (mass tourism)Penggunaan sumber energi terbarukandan ramah lingkungan

Contohnya adalah Pusat Restorasi dan Pembelajaran Ekosistem Pesisir (PRPEP) merupakan lokasi yang diarahkan sebagai pusat pemulihan dan restorasi ekosistem pesisir sekaligus dikembangkan menjadi sarana edukasi, penelitian dan laboratorium alam melalui pendekatan ekowisata mangrove di Makassar. 

Seperti yang sudah dipaparkan oleh Surya Tjandra, Wahyu Isroni, S.PI, M.P, akademisi FPK Unair, menambahkan bahwa ekonomi biru adalah industri yang murah inovatif, kompetitif, dan mampu menyerap tenaga kerja namun juga meminimalisir limbah. Tujuannya untuk menyeimbangkan antara ekologi dan ekonomi. Tetapi menurut Wahyu, industri di Indonesia nyatanya masih terjebak di permasalahan degradasi karbon dan sebagian masuk ke ekonomi biru dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita. Yang menjadi permasalahan implementasi ekonomi biru sehingga tidak bisa diimplementasikan dengan baik di Indonesia yaitu:

Problematika Sektor Kelautan Dan Perikanan RI

Sektor ini yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya ikan di Indonesia. Sebelum membicarakan mengenai implementasi, Wahyu mengingatkan pemerintah untuk kemudian berefleksi sejenak akan keadaan sumberdaya yang akan diberdayakan itu sendiri. Misalnya saja di kategori padang lamun di Indonesia, yang tentunya memainkan peranan penting pada keberlanjutan ekosistem sumberdaya ikan dan bahkan degradasi karbon. Menurut KEPMEN KLHK 200 di Tahun 2004, status padang lamun di Indonesia masuk pada kategori kurang sehat. Sementara untuk mangrove sendiri, deforestasi mangrove sudah mencapai angka lebih dari 50 ribu hektare per tahun. Kegiatan penanaman mangrove ataupun program rehabilitasi memang sudah baik, namun yang masih belum disadari adalah keragaman mangrove yang pada jaman ini sudah berbeda dengan jaman sebelumnya. Dimana resiko jenis mangrove yang ditanam oleh program-program ini akan berujung pada monotype mangrove sehingga keragaman menjadi tidak lengkap apalagi seimbang. Rehabilitasi sejatinya harus berdasarkan kaidah-kaidah yang harus dipelajari dan berakar kembali lagi pada kearifan dan sumberdaya lokal. Selanjutnya adalah terumbu karang dimana dari total 8 regional terumbu karang, hanya 6,39% yang berada dalam kondisi yang sangat baik. Sementara sebanyak 35,15% berada dalam kondisi buruk. 

Problematika selain sumberdaya alam dan ikan adalah pengamanan kedaulatan laut Indonesia yang masih lemah. Ketika Indonesia menghadapi invasi di laut, total kekuatan TNI AL saat ini hanyalah 158 armada kapal yang kemudian dibagi-bagi untuk beberapa kepentingan seperti kapal perang dan seterusnya. Belum lagi keadaannya yang sudah uzhur dan bahkan ada beberapa yang tidak bisa beroperasi sama sekali, membuat angka jumlah armada yang “siap tempur” pun juga jauh berkurang. Coast Guard Indonesia hanya memiliki 126 kapal dengan daya jangkau yang terbatas dan luasan wilayah yang perlu dijaga sangat amat luas. 

Problematika Sektor Swasta

Wahyu mengatakan bahwa aturan yang dimiliki di Indonesia sudah cukup banyak dan jelas. Namun ada setidaknya dua masalah atau tantangan pada sektor ini yaitu – asas kepatuhan dan sumberdaya terrestrial. Sektor swasta masih melihat dari sudut pandang keuntungan.

Problematika Scientifik

Dalam Keputusan Menteri (KEPMEN) Kelautan Dan Perikanan (Kp) No. 19 Tahun 2022 Tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan Yang Diperbolehkan, Dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dikatakan bahwa potensi sumber daya ikan (SDI) mencapai 12,01 juta ton/ tahun dan JTB sebesar 8,6 5 ton/ tahun. Yang perlu dipertanyakan adalah cara menghitung SDI ini dalam tiap wilayah pengelolaan perikanan (WPPNRI)  di Indonesia ini seperti apa dan tiap berapa tahun sekali akan dihitung ulang. 

Terkait pendugaan stok SDI ini, yang harus coba dikaji ulang adalah jumlah stok minimum. Mengapa demikian? Pada KEPMEN KP No. 50/ 2017 ditentukan bahwa adanya stok minimum sebesar 20%, sementara pada KEPMEN No.19/ 2022 ini lebih bersifat situasional atau sesuai dengan situasi dan kondisi yang berjalan. Jika kemudian tidak ada benchmark minimum stock seperti pada KEPMEN pendahulunya, KEPMEN baru harus setidaknya mengikutsertakan kebijakan dan rencana penghitungan ulang (update) kajian stok SDI setiap berapa siklus sekali. 

Problematika Kebijakan Pemerintah

Salah satu contoh problematikanya adalah belum adanya satu visi ekonomi biru antar Kementerian ataupun Dinas. Misalnya saja dengan implementasi konsep ekonomi biru pada wisata bahari. Antara KKP dan Dinas Pariwisata belum mempunyai program pelatihan dan edukasi terkoordinasi untuk para guide wisata dalam menjamin dan menjaga ekosistem lingkungan di tempat wisata bahari. Padahal para guide wisata ini menjadi garda terdepan dalam memastikan implementasi ekonomi biru berbasis ekologi yang lancar dan aman, misalnya aturan snorkeling pada kedalaman minimal 2-3 meter untuk meminimalisir resiko karang yang terinjak turis. 

Visi antar  seluruh jajaran stakeholder baik di pemerintahan pusat maupun daerah inilah yang harus diselaraskan terlebih dahulu. Karena bukan sekali dua kali, banyak peraturan maupun kebijakan yang kemudian tumpang tindih antara satu instansi dengan instansi lainnya. 

So, What’s Next?

Menurut Wahyu, salah satu intisari dari ekonomi biru sendiri adalah ketika Indonesia mampu mengolah limbah dan peningkatan nilai. Peluang implementasi dari ekonomi biru sendiri ada pada skema kuota tangkap perikanan dari KKP yaitu lelang zona industri dengan target PNBP, nelayan tradisional dengan target Non-PNBP, dan zona hobi dengan target PNBP.  Pertanyaannya siapkah Indonesia bersaing dengan pemain besar dari luar negeri? Apalagi dengan skema perikanan tangkap terbuka, yang bisa dimasuki oleh investor asing. Ataukah kemudian kuota yang besar tersebut hanya dijual dan dilelang karena Indonesia sebagai tuan rumah justru kalah bersaing dan masuk lagi dalam bentuk sudah diolah dengan harga yang berbeda? 

Solusi pada permasalahan dan tantangan terkait implementasi ekonomi biru ada pada Blue Technopreneurship dimana berfokus pada peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir, pengoptimalan bahan sisa, serta mobilisasi insentif dan investaris. 

Ekonomi biru jika bisa disimpulkan bukan hanya terkait ekonomi saja, tetapi terlebih pemulihan ekologi dan pencapaian keseimbangan antara pemberdayaan laut dan wilayah pesisir dengan aspek keberlanjutan ekosistem dan stok sehat sumberdaya ikan lalu kesejahteraan masyarakat dan negara. Ulasan selebihnya mengenai Webinar MENDOBRAK EKONOMI BIRU MELALUI INOVASI LAUT BERKELANJUTAN – PART 2 .

******