PENYALURAN PROGRAM KREDIT NELAYAN DARI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 

Nelayan Indonesia (Foto: Medcom)

Skema kredit murah yang disediakan pemerintah melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) belum optimal memberikan pelayanan kepada pelaku usaha kelautan dan perikanan skala kecil atau nelayan. Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh. Abdi Suhufan menuturkan bahwa kredit murah tersebut padahal sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha dalam mengembangkan usaha. Dalam 5 tahun terakhir, periode 2022 merupakan tahun dengan kinerja paling rendah bagi LPMUKP dalam menyalurkan kredit murah kepada pelaku usaha kelautan dan perikanan. Dia membeberkan pihaknya menyayangkan buruknya kinerja LPMUKP dalam penyaluran kredit ditengah besarnya kebutuhan pendanaan bagi nelayan kecil dalam menghadapi krisis. 

“Tahun 2022 realisasi penyaluran kredit hanya Rp128 miliar atau paling rendah dalam 5 tahun terakhir,” kata Abdi dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/1/2022). Sebelumnya  pada tahun 2021 LPMUKP berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp 270 miliar, dan tahun 2020 sebesar Rp 192 miliar. Jika ditarik kebelakang yaitu tahun 2019 realisasinya mencapai Rp182 miliar dan 2018 sebesar Rp 215 miliar. “Tidak ada perbaikan kinerja yang signifikan atas hal ini dan keberadaan LPMUKP seperti autopilot,” kata Abdi.

Menutur dia, kondisi ini menunjukan bahwa LMPUKP belum menemukan dan mengenali karakteristik usaha kecil kelautan dan perikanan sehingga penyaluran kredit belum optimal. Karena tidak mengenali, maka formula dan teknis penyaluran kredit berbiaya murah tersebut masih berkutat pada masalah lama. “Tidak ada terobosan dalam formula maupun strategi penyaluran kredit murah, padahal pelaku usaha kecil perikanan termasuk kelompok yang serius untuk berusaha,” kata Abdi. 

Sementara itu, dia menuturkan bahwa pihaknya menemukan calon nasabah LPMUKP di Bitung  Sulawesi Utara yang sudah 3 tahun mengajukan kredit tapi belum mendapatkan bantuan. “Alih-alih mendapatkan kredit murah, informasi dan status usulan proposal yang pernah di sampaikan justru tidak jelas,” katanya. Padahal calon nasabah tersebut memiliki aset dan rencana pengembangan usaha tangkap yang jelas. Dia  melihat keterbatasan SDM LPMUKP di daerah menyebabkan banyak peluang penyaluran tidak dapat dilaksanakan. “Banyak daerah potensial perikanan di Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara yang sulit mengakses kredit ini karena informasi yang tidak ada, dan staf pendamping yang tidak tersedia pada level yang paling bawah,” ungkapnya.

***

Sumber Utama: Destructive Fishing Watch (DFW)