URGENSI IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU KECIL – PART 1

Presiden Joko Widodo membuka Pertemuan Puncak GTRA di Wakatobi, Juni 2022. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Wilayah pesisir, laut dan pulau kecil selama ini belum banyak dibahas secara komprehensif dalam diskursus publik mengenai isu-isu agraria. Seolah-olah wilayah ini tidak berkaitan langsung dengan kebijakan dan agenda penting secara nasional khususnya dalam konteks agraria. Padahal cakupan persoalan agraria begitu luas meliputi kesatuan ruang di mana peradaban masyarakat berkembang.Pembangunan untuk kesejahteraan rakyat, nyatanya masih belum banyak menyasar wilayah pesisir dan pulau kecil. Saat ini kondisi pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil termasuk di dalamnya ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove mengalami penurunan drastis karena banyak faktor seperti perubahan iklim, konflik ruang, dan pembangunan yang tidak terkendali dan tidak ramah lingkungan.

Reforma Agraria adalah restrukturisasi atau penataan ulang susunan kepemilikan, penguasaan dan penggunaan sumber-sumber agraria, khususnya tanah.  Dalam konteks ini, Reforma Agraria memegang peran penting sebagai suatu program untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah struktur agraria yang timpang. Penyelesaian permasalahan-permasalahan ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria di pesisir dan pulau-pulau kecil, serta perlu mengedepankan jaminan akses jangka panjang bagi masyarakat adat, masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai sumber penghidupan utama mereka.

Dalam kehidupan masyarakat pesisir terdapat sejumlah isu agraria, yang menjadi persoalan penting sekaligus penyebab kemiskinan, yaitu ketimpangan struktur agraria di desa-desa pesisir. Isu agraria di desa pesisir dapat dibedakan antara isu agraria yang terjadi di desa pesisir yang berada di pulau besar (mainland), dan desa pesisir yang berada di pulau kecil (small island). Kemudian, isu kritis dibagi ke dalam dua kategori, yakni: (1) isu kritis di air, dan (2) isu kritis di tanah (Kusumastanto dan Satria, 2011). 

Isu kritis di tanah antara lain status lahan pemukiman, penguasaan areal pertambakan, pola penguasaan lahan untuk produksi garam, dan mangrove. Permasalahan utama dalam isu tersebut adalah siapa yang dominan dalam penguasaan lahan-lahan tersebut. Masalah lainnya adalah masalah reklamasi dan konflik spasial, dalam bentuk pertambangan, proyek pariwisata, dan lain sebagainya serta siapa yang diuntungkan di dalamnya.

Di wilayah perairannya, terdapat sejumlah isu agraria yang memiliki kesamaan dengan yang terdapat di kawasan darat. Namun ada juga isu yang khas berada di wilayah perairan, yaitu keogiatan perikanan yang melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing) dan kompetisi antara nelayan kecil dengan kapal-kapal besar di lautan.

Isu lainnya yang penting disebutkan adalah ekspansi pembangunan infrastruktur yang menjadi agenda pembangunan pemerintah. Ekspansi pembangunan yang dimunculkan dalam bentuk proyek pemerintah memicu konflik luas di tingkat tapak yang menyebabkan sejumlah orang mengalami ancaman intimidasi dan kriminalisasi. Hal lain yang penting digarisbawahi adalah dampak krisis iklim yang mempercepat naiknya permukaan air laut serta turunnya muka tanah, semakin memperparah persoalan agraria di wilayah pesisir dan pulau kecil. Di bawah ini, inventarisasi aneka ragam isu agraria di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.

Pesisir adalah kawasan atau wilayah peralihan antara daratan dan lautan atau dengan arti lain daerah pertemuan antara darat dan laut. Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10/MEN/2002, tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi. Memiliki begitu banyak peluang dari sisi keberagaman ekosistem apalagi dengan disandangnya predikat marine mega-biodiversity ditambah potensi sosial-ekonomi yang juga tidak kalah penting, kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil nyatanya justru mengalami degradasi. 

Selain penyebab yang sudah disebutkan diatas, konflik ruang pesisir dan laut juga menjadi momok ancaman lainnya. Misalnya saja kasus-kasus seperti kasus di Sulawesi Utara yaitu tepatnya di Pulau Sangihe yang kini terancam industri ekstraktif penambangan emas dimana setengah luas pulau Sangihe ditetapkan sebagai wilayah pertambangan emas milik PT. Tambang Mas Sangihe (TMS). Lalu reklamasi dan tambang pasir laut, okupasi dan kerusakan wilayah tangkap nelayan di Sulawe si Selatan dimana aktivitas reklamasi dan tambang pasir laut merupakan dua aktivitas yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Secara historis, proyek reklamasi telah menjadi polemik sejak pemerintah Kota Makassar menerbitkan Perda RTRW No. 4 Tahun 2015. Salah satu ketentuan di dalam perda tersebut adalah tentang alokasi ruang reklamasi untuk proyek Center Point of Indonesia (CPI) seluas 157, 25 ha dan rencana reklamasi untuk proyek lainnya seluas 4.000 ha. Sejumlah kasus ini tentunya harus direfleksikan kembali, mengingat ancaman degradasi lingkungan yang sangat besar, dibarengi dengan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir akibat sejumlah kasus terkait penyalahgunaan lahan.

Reformasi agraria bukan hal yang singkat untuk diuraikan narasinya pada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Begitu pula dengan pelaksanaan reforma agraria di Indonesia yang salah satunya diterbitkan melalui Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut Permen ATR 17/2016) diharapkan menjadi instrumen hukum untuk  melakukan penataan pertanahan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WPPPK) di Indonesia. Namun, setelah sekitar enam tahun berlaku, bagaimana dengan implementasinya? Bagaimana dengan tanggapan dari masyarakat? Berlanjut pada pembahasan berikutnya di Urgensi Implementasi Reforma Agraria di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil – Part 2:  Pengaturan Hak Atas Tanah di Pesisir dan Pulau Kecil Menurut Permen ATR/ BPN No. 17/ 2016 dan Seruan Masyarakat.

******