KEBIJAKAN EKSPLOITASI BENIH BENING LOBSTER: GUGATAN MASYARAKAT SIPIL DAN CATATAN OMBUDSMAN RI

Foto : Benur lobster/Net

Kebijakan pemerintah mengenai eksploitasi benih bening lobster telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat sipil. Kebijakan ini dikeluarkan tanpa transparansi yang memadai, kebijakan ini dianggap sepihak dan tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan data komparatif. Hal ini menunjukkan langkah mundur dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.

Kritik juga datang dari masyarakat sipil, organisasi lingkungan dan nelayan lokal yang merasa diabaikan dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa keputusan untuk membuka kembali ekspor benih bening lobster dilakukan tanpa konsultasi yang memadai dan tanpa mempertimbangkan data serta pandangan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini akan merusak ekosistem laut dan merugikan nelayan kecil yang bergantung pada keberlanjutan sumber daya laut.

Adapun sorotan dari Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan masih kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan. Mereka menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak hanya mengabaikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, tetapi juga melanggar hak masyarakat untuk terlibat dalam keputusan yang berdampak pada lingkungan dan mata pencaharian mereka. Kebijakan eksploitasi benih bening lobster berpotensi menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain:

  1. Kerusakan Ekosistem Laut: Penangkapan benih lobster yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem laut dan mengancam kelangsungan rantai makanan pada ekosistem laut.
  2. Kesejahteraan Nelayan Kecil: Nelayan kecil yang selama ini bergantung pada penangkapan lobster dewasa untuk mata pencaharian mereka bisa kehilangan sumber penghasilan jika terjadi penurunan pada populasi lobster dewasa.
  3. Keberlanjutan Jangka Panjang: Kebijakan ekspor benih bening lobster dinilai menjadi kebijakan yang tidak berkelanjutan dan dapat merusak sumber daya laut dalam jangka panjang. Kerusakan sumber daya laut dapat berimplikasi pada menurunnya potensi ekonomi dan lingkungan bagi generasi mendatang.

Masyarakat sipil dan Ombudsman RI menyerukan perubahan kebijakan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Mereka menuntut agar pemerintah dapat melibatkan semua pihak berkepentingan, untuk  melibatkan nelayan, ilmuwan, organisasi lingkungan, dan masyarakat sipil dalam proses konsultasi kebijakan yang transparan. Selain itu, perlunya untuk menerapkan pengelolaan berkelanjutan yang mengutamakan pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk memastikan keberlangsungan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

***