RENTETAN PELANGGARAN HAK AWAK KAPAL PERIKANAN DI PELABUHAN MUARA BARU

Awak Kapal Perikanan (AKP) merupakan pekerjaan yang berat dan tidak memiliki kepastian. Sudah seharusnya, pemerintah memberikan perhatian khusus untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dan hak ketenagakerjaan AKP. Namun, temuan Destructive Fishing Watch Indonesia (DFW) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta menemukan adanya praktik pelanggaran hak tenaga kerja dari aspek perekrutan, proses kerja, hingga pasca-kerja.

Kondisi di PPS Nizam Zachman menjadi contoh dampak yang ditimbulkan dari pemerintah yang masih abai dalam meratifikasi Konvensi ILO No. 188 yang secara rinci telah menjelaskan hak-hak AKP mulai dari jam kerja yang adil, sistem pengupahan yang dibayar per bulan, hingga kepemilikan atas sertifikat. Selain itu, kondisi AKP di PPS Nizam Zachman juga membuktikan pemerintah belum mengimplementasikan dengan baik Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 33 tahun 2021. Indikasi hal tersebut adalah belum adanya pengawasan atas kepemilikan sertifikat, informasi atas lapangan kerja di sektor perikanan, serta menjamin AKP mendapat pengupahan yang adil.

Apabila kondisi terus berlangsung, dapat dikatakan pemerintah menormalisasi kondisi AKP perikanan yang tidak memiliki kepastian baik secara finansial maupun sosial. Selain itu, pemerintah juga berpotensi terlibat dalam melakukan pelanggaran hak asasi manusia akibat tidak mengimplementasi kebijakan yang sudah ada dengan baik dan membiarkan pelanggaran yang dialami oleh AKP. Situasi tersebut tertuang pada enam catatan DFW atas kondisi AKP di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman:

  1. Proses rekruitmen masih diliputi calo manipulatif, memaksa, dan intimidatif
  2. Pemilik dan kapten kapal menormalisasi AKP yang tidak memiliki sertifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan seperti Basic Safety Training (BST); serta minim pengawasan dari pihak Syahbandar
  3. Komodifikasi (adanya perubahan nilai atau fungsi atas suatu barang atau jasa  menjadi nilai komoditi [yang memiliki nilai ekonomi]) atas perbekalan oleh kapten yang membuat AKP harus membayar perbekalan
  4. Tidak adanya jam kerja dan jam istirahat yang adil
  5. Tidak ada perincian dan transparansi atas sistem bagi hasil
  6. Pemotongan gaji melalui kasbon akibat manipulasi dan intimidasi calo

Berdasarkan pada hal-hal tersebut, DFW Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia khususnya UPT PPS Nizam Zachman untuk meningkatkan perlindungan terhadap AKP melalui:

  1. Perbaikan regulasi tata kelola AKP yaitu revisi Permen KP No 33/2021 dengan memuat ketentuan tentang sistem rekrutmen yang adil, sistem pengawasan AKP, dan kepastian status AKP sebagai pekerja dengan hak-hak normatif yang melekat.
  2. Melakukan inspeksi dan pemeriksaan atas kelengkapan sertifikasi dan kompetensi seperti BST, Buku Pelaut, dan Perjanjian Kerja Laut (PKL) bagi setiap awak kapal perikanan yang akan berlayar.
  3. Menggabungkan dan membuat otoritas tunggal yang bertanggung jawab untuk mengatur tata kelola, standar kompetensi dan sertifikasi, dan perlindungan AKP
  4. Mempertimbangkan sistem pengupahan berbasis upah minimum provinsi di industri perikanan dan mendorong pelaku usaha pekerja perikanan untuk transparan dalam menetapkan upah AKP.

***

Sumber Utama: Destructive Fishing Watch Indonesia

Narahubung :

  1. Imam Trihatmadja (+62 81214148608)
  2. Miftachul Choir (+6285831781183)