ACUAN UTAMA PERHATIAN LEBIH BAGI NELAYAN DAN EKOLOGI, APAKAH BETUL DIWUJUDKAN DALAM SKEMA EKONOMI BIRU?

Dalam forum internasional tahunan World Ocean Summit ke-9 pada awal Maret yang lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan di hadapan CEO dan pimpinan dunia di bidang kelautan dan perikanan serta lebih dari 5 ribu orang peserta, Indonesia sebagai negara Ocean Panel menjadikan prinsip ekonomi biru sebagai salah satu acuan utama untuk mewujudkan keberlanjutan laut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini nelayan dan pembudidaya. Dalam narasi yang disampaikan pada slot presentasi dari Indonesia di forum internasional tersebut, ditampilkan pula video dengan durasi dua menit yang berisi materi kebijakan penangkapan terukur. Salah satunya menggaris bawahi peluang investasi di bidang perikanan yang bisa dimanfaatkan para investor dari dalam maupun luar negeri (Kompas, 2/3/2022).

Tidak hanya pada forum WOS ke-9, narasi mengenai ekonomi biru dengan atensi utama ke nelayan dan keberlanjutan juga disuarakan di G20. Ada beberapa agenda utama pada perhelatan besar dunia dalam forum global yang dihadiri 19 negara dan European Union (EU) yang menomorsatukan keberlanjutan, fokus pada masalah utama yaitu pemanasan global, kerusakan laut dan sampah plastik di lautan. Dalam satu kesempatan di Bantul, Menteri KKP mengatakan bahwa implementasi ekonomi biru akan dibahas dalam Presidensi G20. 

Menyegarkan ingatan kita, dalam skema Ekonomi Biru yang digaungkan di tahun 2021 yang lalu, Pemerintah menerapkan kebijakan tender kuota lelang zonasi untuk penangkapan demi memperbesar pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dengan target diatas 1 Triliun Rupiah atau diatas capaian tahun 2021. Dalam acara di Bantul, Menteri KKP juga menambahkan bahwa implementasi kesehatan laut salah satunya adalah produktivitas hasil laut yang terancam oleh illegal, unregulated, unreported fishing (IUUF) baik pelaku dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu pihaknya membuat kebijakan penangkapan ikan secara terukur bagi nelayan  (Detik.com, 28/01/2022). Hal ini justru bertolak belakang dengan narasi yang mengutamakan kemakmuran nelayan atau masyarakat pesisir sebagai pihak yang paling bergantung dan juga terdampak langsung oleh kesehatan dan komoditas laut dan yang terutama keberlanjutan atau faktor ekologi itu sendiri. Karena jika kemudian pelelangan kuota yang menjadi solusi yang ditawarkan untuk diimplementasikan, bukankah kemudian KKP malah membuka jalur eksploitasi legal yang mengancam laut dan merugikan serta membatasi nelayan lokal? Apalagi disebutkan bahwa investor asing boleh ikut serta dalam bidding war zonasi laut ini. Dimana nelayan lokal akan sangat sulit bersaing dengan perusahaan atau industri perikanan besar dengan nilai investasi yang besar serta teknologi dan fasilitas yang lebih mumpuni.

 Mengusung tema besar Recover Together, Recover Stronger, acara besar pada tahun ini dipegang oleh Indonesia sebagai Presidensi G20. Acara ini adalah sebuah  momentum yang berharga untuk bukan hanya tampil mendeklarasikan narasi rencana besar dengan “jualan” ruang investasi, tapi justru menjadi wadah efisien untuk negara-negara yang tergabung, termasuk Indonesia, berdiskusi, berkolaborasi, dan mengandekan eksekusi solusi dengan key performance indicator, standard operation, dan timeline yang jelas bagi masalah-masalah urgen yang mengancam laut dan bumi. 

Apakah kemudian pemasukan negara menjadi hal yang lebih penting dibandingkan isu-isu diatas yang jelas-jelas mengancam bukan hanya laut dan isinya atau nelayan, bahkan seluruh hajat hidup manusia, tanpa terkecuali? Jangan sampai sektor kelautan dan perikanan, dikuasai oleh oligarki berkedok investasi perikanan, yang melanggengkan eksploitasi, mengedepankan ekonomi dan mengenyampingkan ekologi, hingga kemudian melelang kesehatan dan keberlanjutan laut. KKP diharapkan mampu berpikir bijaksana dan mengedepankan urgensi dari ketujuh turunan prioritas keanekaragaman hayati dibandingkan target triliunan PNBP, yaitu: 

  1. Pemulihan lingkungan dari degradasi lahan dan deforestasi
  2. Perlindungan ekosistem laut yang berkaitan dengan IUU Fishing
  3. Marine Protected Area di Antartika dan Osaka Blue Ocean Vision
  4. Sampah laut
  5. Efisiensi penggunaan sumber daya dan ekonomi sirkular
  6. Pendanaan berkelanjutan untuk mencakup isu lingkungan hidup yang lebih luas
  7. G20 Water Dialogue.

Ada yang lebih penting dari sekadar angka pemasukan negara dari investor-investor kaya, yaitu keselamatan dan kesehatan laut agar kita semua, baik kaya maupun miskin, terhindar dari maut.

******