Diperkirakan industri olahan bahan nikel akan menjadi inti sektor tambang Indonesia. Melalui kebijakannya, Presiden Joko Widodo ingin mendorongkan percepatan program Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KLBB). Sejak dua tahun lalu, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden tentang Percepatan Program KLBB. Melalui perpres itu, Jokowi mengatakan pemerintah ingin mendorong industri otomotif, dengan membangun industri mobil listrik di Indonesia. Menurut Presiden Jokowi, sekitar 60 persen dalam mengembangkan mobil listrik kuncinya ada di baterai. Ia menyebut bahan baku untuk membuat baterai tersebut ada di Indonesia. Jokowi sendiri telah membidik perusahaan otomotif asal Amerika Serikat, Tesla, agar mau investasi di Indonesia.
Greenpeace Indonesia menyatakan upaya pemerintah menggenjot industri mobil listrik tidak bebas dari ancaman lingkungan1. Peleburan untuk menjadi nikel baterai akan menghasilkan dampak, yaitu limbah asam dalam jumlah besar yang penuh dengan logam berat. Mengutip dari Mongabay2, Indonesia telah berencana untuk menambah 30 smelter nikel baru, beberapa di antaranya khusus dirancang untuk menghasilkan nikel baterai. Hal yang kemudian menjadi masalah adalah limbah dari pengolahan nikel yang dibuang ke wilayah perairan Indonesia atau melalui DSTD (deep-sea tailings disposal ) atau pembuangan tailing ke laut dalam sebagai opsi yang paling hemat biaya sebagai produk akhir tersisa setelah ekstraksi logam.
Dalam jurnal Deep-Sea Ecosystems: Biodiversity and Anthropogenic Impacts 3, setidaknya ada beberapa efek dari DTSD yaitu: tertekannya lapisan zona bentik dan aneka ragam organisme di dalamnya akibat sedimentasi yang mengakibatkan ke kerusakan dan kematian organisme, peningkatan jumlah racun yang dihasilkan oleh logam berat baik yang mengendap ataupun mengapung, bentuk butiran partikel DTSD yang tajam dapat mengoyak struktur pakan dan tempat tinggal larva, serta longsoran limbah atau partikel yang mengapung dapat terbawa hingga ke wilayah pemukiman pesisir dan daerah tangkapan ikan yang akan berdampak pada kehidupan ekonomi sosial wilayah pesisir atau nelayan. Hal itu menyebabkan substansi racun tersebut terambil oleh organisme laut. Seperti Lamun dan berbagai jenis ikan dan kerang yang dikonsumsi oleh manusia, melalui proses biological magnification mampu mengakumulasi logam berat. Akan tetapi dalam jangka panjang hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan manusia.
Maka dari itu, Juru Kampanye Energi Terbarukan Greenpeace Indonesia Satrio Swandiko Prilianto pun menyoroti bayang-bayang masalah pelanggaran hak asasi manusia, hak buruh, dan kerusakan lingkungan serius terkait dengan industri baterai dan pertambangan. Serupa dengan Greenpeace, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) bersama dengan Jaringan Advokasi Tambang (JANTAM) juga menyoroti hal yang sama di tahun 2020, dimana Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Maritim) pernah mengundang sejumlah lembaga pemerintahan pusat dan daerah rapat koordinasi terkait perizinan penempatan tailing bawah laut (deep sea tailing placement/DPST)4 untuk menindaklanjuti pengajuan beberapa perusahaan hidrometalurgi di Halmahera Selatan, Pulau Obi di Maluku Utara dan Morowali, Sulawesi Tengah. Bagaimana kemudian pembuangan limbah nikel ke laut dalam, turut “menyumbang” laju perusakan ruang hidup masyarakat dan ekosistem pesisir dan pulau kecil yang berimbas pada kenaikan permukaan air laut, keberlangsungan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan sumber daya perikanan yang ujung-ujungnya bukan hanya merusak ekosistem laut secara keseluruhan namun juga mengancam keselamatan nyawa manusia seperti yang terjadi di Brasil tahun 20155. KLBB adalah program dari Pemerintah yang lahir dari semangat dan niatan yang baik. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan bahwa program ini ditujukan untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan di udara dan eksploitasi bahan bakar fosil. 2,2 juta nelayan Indonesia6 menggantungkan nasibnya pada laut dan wilayah pesisir dan alangkah tragisnya apabila tujuan program KLBB yang mulia itu justru kemudian mengorbankan aspek lingkungan yang juga sama pentingnya.
******
1 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210219205135-20-608629/bayang-bayang-ekstraksi-nikel-di-balik-proyek-mobil-listrik
2 https://www.mongabay.co.id/2020/05/29/saat-limbah-smelter-nikel-dikhawatirkan-bakal-jadi-ancaman-baru-bagi-biota-laut/
3 https://brill.com/view/book/edcoll/9789004391567/BP000013.xml
4 https://bisnis.tempo.co/read/1367448/alasan-kemenko-marves-kaji-pembuangan-limbah-tailing-ke-laut/full&view=ok
5 https://www.mining.com/tragic-deja-vu-vales-dam-break-leaves-dozens-of-brazilians-under-mud/