BUKAN AJANG PAMER ANGKA PEMASUKAN, G20 HARUS KAYA DISKUSI DAN SOLUSI UNTUK LAUT TERPROTEKSI

Ekonomi Biru, sebuah konsep yang digadang-gadang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejatinya memiliki niatan baik dalam memastikan keberlanjutan kelautan dan perikanan Indonesia. Kembali menyegarkan ingatan kita, konsep Ekonomi Biru adalah konsep optimalisasi sumberdaya kelautan yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan perluasan kesempatan sosial dan keberlanjutan. Terdapat delapan sektor dalam konsep ini yaitu perikanan berkelanjutan, perlindungan laut, pemulihan keanekaragaman hayati dan ekosistem, penanganan limbah, energi terbarukan laut, penanggulangan bencana dan pengurangan risiko, bioteknologi kelautan, pariwisata, serta teknologi kelautan. 

Konsep inipula lah yang menjadi senjata utama dalam narasi-narasi yang disampaikan di forum yang dihadiri oleh 19 negara dan European Union (EU), G20, dimana Indonesia didaulat menjadi Presidensi G20 di tahun 2022 ini. Lalu apa hubungannya forum G20 dengan Ekonomi Biru? Secara singkat, G20 sebagai forum global, berkontribusi kepada 80% produk domestik bruto (PDB) dunia, 75% berimbas kepada perdagangan internasional, dan 60% kepada populasi dunia. Sementara Ekonomi Biru menitikberatkan pada kelautan dan perairan, merupakan hal yang dianggap signifikan mengingat 71% permukaan bumi ini adalah lautan, bukan daratan.  Harapannya pada forum global ini, kebijakan yang disepakati dan dihasilkan oleh para komitenya, boleh berimbas pada kesehatan dan keberlanjutan laut. Terlebih, lautan memainkan peranan penting sebagai penyedia sumber panganan, material energi dan mineral, jasa ekosistem, biodiversitas laut, dan juga “pemain utama” dalam suplai oksigen dan material substansial lainnya bagi manusia. 

Dalam pernyataannya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia siap berkolaborasi dan bermitra dengan semua pihak untuk mewujudkan ekosistem laut yang sehat dan berkelanjutan. Presiden Jokowi juga menjabarkan sejumlah langkah yang diambil Pemerintah Indonesia dalam memastikan keberlanjutan antara lain adalah kebijakan penangkapan ikan terukur dan sistem kuota, pengawasan berbasis teknologi, pendirian kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal, serta pelestarian komoditas laut bernilai ekonomi tinggi. Ditambahkan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ia menambahkan bahwa restorasi kesehatan laut, merupakan komitmen global yang penting untuk menanggulangi permasalahan krisis iklim. 

Dalam G20 juga terdapat beberapa segmen yang menitikberatkan pada kegentingan penyelamatan laut, yaitu Environment and Climate Sustainability Working Group (ECSWG) yang mengupas isu tentang lingkungan hidup, di bawah Presidensi Indonesia akan fokus kepada prioritas pemulihan berkelanjutan, land and sea-based actions serta mobilisasi sumber daya, untuk mendukung perlindungan lingkungan dan target-target mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dari ketiga isu tersebut, terdapat tujuh isu turunan yang menjadi prioritas, yakni keanekaragaman hayati yang berkaitan dengan Post 2020 Global Biodiversity Framework

  1. Pemulihan lingkungan dari degradasi lahan dan deforestasi
  2. Perlindungan ekosistem laut yang berkaitan dengan IUU Fishing
  3. Marine Protected Area di Antartika dan Osaka Blue Ocean Vision
  4. Sampah laut
  5. Efisiensi penggunaan sumber daya dan ekonomi sirkular
  6. Pendanaan berkelanjutan untuk mencakup isu lingkungan hidup yang lebih luas
  7. G20 Water Dialogue.

G20 diharapkan mampu mengangkat urgensi dari ketujuh topik diatas yang menjadi beberapa sumber dan atau cara pencegahan degradasi kualitas kelautan dan perikanan dunia serta global warming. Harapannya, Pemerintah Indonesia bukan hanya membawa hal yang berbau ekonomi dengan segelintir angka yang menjadi target pencapaian negara saja, tapi membawa agenda-agenda, proyek, dan regulasi yang betul-betul menitikberatkan pada kelestarian ekologi semata, tanpa embel-embel pemasukan negara bukan pajak (PNBP) atau sistem kontrak yang beresiko pada eksploitasi tingkat tinggi disamarkan dengan narasi keberlanjutan. 

Apalagi salah satu dari tujuh isu turunan itu adalah IUU Fishing atau ilegal, unregulated, unreported fishing yang masih menjadi momok bagi Indonesia. Tentunya tidak perlu di highlight kembali bagaimana negara-negara lain masih menjadi “pencuri” di lahan perairan Indonesia, dan bahkan sebaliknya, Indonesia masih menjadi salah satu pelaku tindak pencurian ikan di perairan negara lain seperti Australia misalnya. Hal-hal genting seperti inilah yang dirasa lebih penting untuk diutarakan dan dicari jalan keluarnya dengan pembentukan kesepakatan dan regulasi global dengan sangsi yang jelas dan mengikat sehingga membuat pelaku jera. Apalagi IUUF terbukti menjadi salah satu sumber utama eksploitasi laut yang merugikan negara secara ekonomi, masyarakat pesisir dan nelayan secara sosial ekonomi, dan juga tentunya yang terutama, biodiversitas laut yang kian terancam. 

Forum yang bisa mengumpulkan individu-individu paling berpengaruh pada keselamatan dunia, rasanya juga perlu dibarengi dengan kepemilikan kebijakan dan mawas diri dari pada tiap-tiap anggota yang hadir. Jadikan G20 sebagai forum yang “kaya” akan diskusi dan solusi yang berbobot demi ekologi bukan ekonomi. Forum ini bukan semata-mata ajang pamer proyek nasional pemasukan negara, yang menggelarkan karpet merah bagi investor asing untuk memanen hasil laut Indonesia. Laut Indonesia, laut dunia, insan manusia bergantung pada kebijakan dan program yang dihasilkan di G20.

******