ADAKAN OPERASI KHUSUS UNTUK KAPAL “MODUS”, PEMERINTAH WAJIB USUT TUNTAS KAPAL PENANGKAP IKAN ILEGAL

Ilustrasi kapal nelayan berjejer di pelabuhan (Foto: Jatengdaily) 

Sepertinya target dan harapan dari Pemerintah untuk mewujudkan kelautan dan perikanan di Indonesia yang berkelanjutan, masih membutuhkan kerja ekstra keras dan cerdas. Pembangunan perikanan yang berkelanjutan adalah wajib hukumnya diikuti dengan kaidah-kaidah pemanfaatan yang optimal, sehat, dan efisien, yang pastinya tidak luput dari tantangan dan ancaman. Salah satunya adalah illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) atau penangkapan ikan ilegal, tidak tercatat, dan tidak diatur. 

Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) masih terus menjadi ancaman besar bagi sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Jika merujuk kepada jurnal yang dikeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada1 dampak praktik IUUF telah mengakibatkan terganggunya pengelolaan pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi banyak negara berkembang dan juga dapat menyebabkan: (1) penurunan tangkapan yang berakhir pada kelangkaan ikan; (2) menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan, dan; (3) hilangnya kesempatan 

sosial dan ekonomi nelayan yang beroperasi secara legal. Pembiaran terhadap praktik IUU fishing berujung terhadap terancamnya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. FAO2 mencatat angka kerugian yang dialami oleh Indonesia setiap tahunnya diperkirakan sebesar USD3,125 juta atau Rp30 triliun. 

Salah satu modus operandi yang ditemukan marak terjadi di perairan Indonesia terkait IUUF adalah mark down ukuran kapal gross tonnage (GT). Mark down ukuran GT kapal dapat didefinisikan sebagai praktik menurunkan ukuran GT kapal penangkapan ikan yang dilaporkan dalam dokumen, dimana data dokumen tidak sesuai dengan kondisi fisik (ukuran panjang, lebar dan dalam) kapal sebenarnya. Hal ini kerap terjadi didasari oleh kemudahan perizinan, penghindaran pajak yang jika merujuk pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 38/PERMEN-KP/2015 Tentang Tata Cara Pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang Berasal dari Pungutan Perikanan3 yang salah satunya berbentuk Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dengan persentase besaran tarif pajak yang wajib dibayarkan per kategori ukuran kapal adalah 5% untuk kapal kecil (30–60 GT), 10% untuk kapal sedang (> 60–200 GT), dan 25% untuk kapal besar (> 200 GT), serta yang terakhir adalah masih lemahnya pengawasan di lapangan terhadap praktik ini. 

Seperti yang sudah marak dibicarakan seminggu belakangan ini, dalam seratus (100) hari kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, sebanyak 67 kapal perikanan tertangkap4 dan terdiri dari 5 kapal berbendera Malaysia dan 2 kapal berbendera Vietnam yang melakukan illegal fishing, serta 60 kapal ikan berbendera Indonesia yang melanggar ketentuan. Bukan jumlah yang sedikit, apalagi jika mengingat ke 67 kapal tersebut beroperasi tanpa adanya izin yang jelas dan tentu saja berdampak buruk bagi stok perikanan yang seharusnya menjadi hak para nelayan yang legal dan sudah mengantongi izin apalagi mengingat tidak adanya laporan jumlah hasil tangkapan yang jelas dan apakah jumlah tersebut sesuai dengan ketentuan batas maksimal hasil tangkapan, merusak ekosistem laut dengan alat penangkapan ikan (API) yang merusak seperti trawl, dan tentunya juga merugikan negara akibat berkurangnya penerimaan negara. Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia5 mendorong adanya operasi khusus terhadap kapal penangkap ikan yang terbukti melanggar peraturan dengan melakukan mark down kapal, perizinan yang sudah mati, ketidakpatuhan menyampaikan laporan hasil tangkapan, hingga banyaknya pelabuhan tangkahan yang masih beroperasi. Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh. Abdi Suhufan mengatakan bahwa masih banyak tercatat pelanggaran yang dilakukan kapal ikan Indonesia yang belum sepenuhnya terungkap aparat pengawasan KKP dan itu belum termasuk permasalahan tata kelola kapal ikan dengan ukuran di bawah 30 Gross Ton (GT) yang beroperasi tanpa izin. 

Sebuah penelitian yang dilakukan di 20186 terkait kerugian sumber daya ikan (SDI) akibat praktik mark down kapal menunjukkan bahwa adanya praktik ilegal tersebut telah menyebabkan deplesi sumber daya ikan atau pengurangan aset sumber daya ikan di perairan Indonesia, dimana dapat menjadi indikator telah terjadinya over fishing dan akhirnya dapat mengancam pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Kerugian ekonomi yang cukup besar sebagai dampak modus operandi ini juga ditunjukkan dengan besarnya nilai deplesi sumber daya pada tahun 2015 yang mencapai 9,83 triliun Rupiah dan diprediksi pada tahun 2020 meningkat menjadi 14,55 triliun Rupiah. 

Genderang kegentingan keberlanjutan sektor perikanan dan kelautan semakin keras terdengar. Semua dampak buruk dari lemahnya pengawasan dan penindakan sebelum modus operandi tersebut terjadi, tentunya tidak bisa dinilai hanya sebatas kerugian ekonomi saja, namun juga dari aspek lingkungan secara jangka panjang. Operasi khusus pada kapal-kapal penangkap ikan yang “bersandar” di seluruh pesisir Indonesia ataupun sedang berlayar, wajib dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini tentunya juga mendukung komitmen Pemerintah Indonesia terutama sesuai yang disampaikan pada acara High Level Panel Sustainable Ocean Economy tahun lalu, harus diupayakan lebih keras dan cerdas. Jangan sampai, pernyataan yang diutarakan hanya sekadar harapan atau omong kosong belaka yang tidak disertai aksi nyata. 

1 Solihin A, Koeshendrajana S, Artahtiani F Y. 2012. Harmonisasi Hukum Internasional dalam Pemberantasan IUU FISHING dan Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 14 Juli 2012 Universitas Gajah Mada. Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada

2 Food and Agricultural Organization (FAO). 2011.Handbook of National Accunting: Integrated Environmental and Economic Accounting for Fisheries. Series F No. 97 (ST/ESA/STAT/ SER.F/97). 198 pp

3 http://jdih.kkp.go.id/peraturan/38%20PERMEN-KP%202015.pdf 

4 https://nasional.kompas.com/read/2021/04/12/11240791/tangkap-67-kapal-kkp-diminta-perluas-pengawasan 

5 https://nasional.kompas.com/read/2021/04/12/12160541/kkp-diminta-gelar-operasi-khusus-kapal-penangkap-ikan 

6 Kerugian Sumber Daya Ikan Akibat Praktik Mark Down Kapal Penangkap Ikan di Indonesia – J. Sosek KP Vol. 12 No. 2 Desember 2017: 133-141