KONFLIK LAUT MASIH BERLARUT-LARUT: 2023 MENJADI TAHUN KRUSIAL

Kapal Cost Guard China 5202 yang sempat tertangkap kamera di perairan Indonesia. (Foto: Kompas)

Konflik laut nyatanya masih menjadi isu yang mengintai dalam diam. Bukan rahasia lagi, bahwa Indonesia sudah mengalami krisis konflik laut dengan beberapa negara. Misalnya saja pada pertemuan di Hanoi Vietnam pada bulan November, Indonesia dan Vietnam membahas mengenai konflik wilayah laut antar dua negara. (BACA: Jika Indonesia Mengalah Ke Vietnam Soal ZEE, Apa Pengaruhnya Bagi Nelayan Indonesia?). Sudah 2 bulan berlalu, di awal tahun 2023 ini Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi mengatakan bahwa Indonesia sudah menyepakati batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) masing-masing negara. Presiden Joko Widodo dalam ulasan media CNN Indonesia mengatakan bahwa setelah melakukan perundingan intensif selama 12 tahun, batas ZEE kedua belah negara sudah diputuskan berdasarkan hukum laut internasional yaitu UNCLOS 1982. Akan tetapi, hingga artikel ini dikeluarkan, baik Indonesia maupun Vietnam tidak merinci batasan ZEE masing-masing negara.

Entah konklusi apa dengan Vietnam terkait ZEE, pada 16 Januari yang lalu, diindikasi terdapat beberapa kapal Penjaga Pantai China. Keberadaan mereka sudah terendus sejak 30 Desember 2022 yang lalu dengan didapatinya sejumlah kapal penjaga pantai terbesar di China, CCG-5901 yang berlalu-lalang di wilayah ZEE Indonesia. 

Indonesia sendiri, diwakili Kepala Staf TNI Angkatan Laut (TNI AL) Laksamana Muhammad Ali, mengatakan bahwa saat ini pihaknya menyiapkan tiga atau empat unit Kapal Perang Republik Indonesia untuk menjaga perairan Natuna. TNI AL juga bekerjasama dengan Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam hal penjagaan perairan Natuna. Keberadaan kapal perang Indonesia dalam menjaga wilayah kedaulatan juga memantik rasa tertarik dari media asing seperti CNN, ABC News Australia, dan Al Jazeera dari Qatar. Hal ini artinya, Laut Natuna sedang dalam pengawasan mata dunia. Bukan hanya karena kesiagaan kapal perang Indonesia, tetapi juga karena kekayaan sumber daya alam di Natuna.

Konflik Laut di Natuna: Intai Ladang Gas Tuna hingga Intimidasi Nelayan Lokal

Aktivitas kapal China di Natuna Utara sudah masuk ke dalam radar Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) melalui Automatic Identification System (AIS). Keberadaan kapal Penjaga Laut China di Natuna berlayar di dekat ladang gas Blok Tuna di Laut Natuna yang bernilai investasi dengan total U$ 3 Miliar atau setara dengan Rp 45 Triliun. Peneliti IOJI, Imam Prakoso mengatakan bahwa kegiatan kapal China sudah terjadi sejak 2021. Pada saat itu, China mendesak Indonesia untuk menghentikan pengeboran dengan alasan bahwa aktivitas pengeboran terjadi di wilayah mereka. Padahal wilayah Laut Natuna Utara tersebut sudah diakui secara internasional menjadi wilayah milik Indonesia sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut UNCLOS. Hal ini terkait dengan klaim luas wilayah milik China yaitu nine dash-line atas wilayah ZEE Indonesia yang tidak diakui atau ditolak internasional.

Keberadaan kapal-kapal ini di dalam wilayah ZEE Indonesia bukan hanya membuat Indonesia terlihat lemah dalam mengawasi wilayah kedaulatannya, tetapi juga membuat masyarakat pesisir dan nelayan yang bermukim dan beraktivitas di sekitaran wilayah tersebut ketar-ketir dan ketakutan dalam beraktivitas di wilayah perairan. Seperti yang terjadi di September 2022, dimana Kapal Penjaga Laut China kedapatan berlayar di perairan Natuna dan melakukan intimidasi kepada nelayan lokal (Tempo, 15 September 2022). Menurut Dedi, seorang Nelayan asal Natuna, kapalnya dihadang oleh Kapal Penjaga Laut China dan kapal tersebut juga mengelilingi kapal ikan miliknya. 

Jadi Tahun Krusial, Saatnya Percepat Laju Resolusi Konflik di 2023

BAKAMLA dalam beberapa kesempatan sudah mengatakan bahwa konflik laut China-Indonesia terindikasi akan meningkat di tahun 2023 ini (KOMPAS, 2023). Dugaan ini diperkuat dengan analisa pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah. Ia menilai China makin berani dan memaksa, walaupun posisi klaim mereka sudah ditolak semua negara anggota ASEAN. 

Maka dari itu, tahun 2023 ini menjadi tahun krusial. Sepertinya Indonesia tidak boleh merasa “terlalu aman”. Toh buktinya kapal penjaga laut asing masih berani masuk ke dalam “teras rumah” negara kita. Ini artinya, mereka masih belum menghargai kedaulatan Indonesia. Pemerintah Indonesia harus mempercepat laju resolusi konflik untuk segera mempercepat tercapainya kesepakatan.  

Kerjasama antar lembaga atau bahkan antar negara untuk mendeteksi keberadaan kapal-kapal asing yang berlalu-lalang, apapun niatannya, harus semakin kuat sehingga tidak ada celah bagi kapal asing untuk seenak jidat bergerak di wilayah ZEE Indonesia apalagi mengintimidasi nelayan lokal. Dengan sigapnya respon dari badan keamanan perairan Indonesia, tentunya akan membuat negara asing lebih segan dan menghormati kedaulatan wilayah Indonesia dan memberikan tanda keseriusan dari Pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatan negara. 

***