Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini jumlah awak kapal perikanan dan nelayan mencapai 2,2 juta jiwa. Sementara itu, Badan Pusat Statistik pada Februari 2022 melansir data terbaru yang menyebutkan bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia saat ini adalah 144,01 juta jiwa. Tidak ada penjelasan apakah 144,01 juta tersebut termasuk awak kapal perikanan dan nelayan atau tidak. Diketahui pekerjaan awak kapal perikanan dan nelayan selama ini bercirikan atau memiliki karakteristik sebagai pekerja informal, bagi hasil sistem pengupahan, sistem rekrutmen yang tidak transparan, dan minimnya pengawasan pekerja.
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya perlindungan awak kapal perikanan dan nelayan dengan menerbitkan: i) 11 Undang-Undang; ii) 6 Peraturan Pemerintah; iii) 3 Peraturan Presiden; dan iv) 10 Peraturan Menteri. Peraturan Menteri dimaksud terdiri dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja, dan Peraturan Menteri Perhubungan. Walaupun telah memiliki banyak aturan guna melindungi pekerja perikanan, faktanya pelanggaran ketenagakerjaan masih sering terjadi dan dilaporkan.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa Indonesia mengalami surplus regulasi dalam melindungi awak kapal perikanan dan nelayan tapi masih lemah dalam pelaksanaan di lapangan. “Aturan dan regulasi sudah cukup banyak tapi seperti tidak saling menguatkan sehingga selalu ada celah terjadinya pelanggaran,” papar Abdi. Dia menambahkan bahwa sejauh ini pengawasan awak kapal perikanan belum diatur dan dilakukan secara nasional. Saat ini tercatat 576 pelabuhan perikanan yang menjadi tempat bekerja atau naik turunnya awak kapal perikanan dan nelayan dari kapal ikan yang akan dan selesai melakukan operasi penangkapan ikan.
Sepanjang tahun 2022, National Fishers Center menerima 20 aduan pelanggaran tenaga kerja yang dilaporkan oleh awak kapal perikanan dan nelayan. Manajer National Fishers Center, Imam Trihatmadja mengatakan bahwa pengaduan yang diterima oleh NFC mayoritas terkait masalah pengupahan. “40% masalah yang dilaporkan terkait gaji yang tidak dibayar dan pemotongan upah, 25% terkait asuransi dan jaminan sosial, dan 15% terkait penipuan” kata Imam.
Menyadari bahwa perlindungan awak kapal dan perikanan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi Sulawesi Utara membil inisiatif membentuk forum lintas stakeholder. Hal tersebut sejalan dengan UU No.13 /2002 tentang Ketenagakerjaan. Sejak tahun 2020, pemerintah provinsi Sulawesi Utara menerbitkan Surat Keputusan Gubernur No. 117/2020 tentang Forum Daerah Perlindungan Awak Kapal Perikanan Sulawesi Utara. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ir Erni Tumundo, M.Si mengatakan bahwa salah satu tujuan pembentukan forum tersebut adalah untuk memastikan sinergitas program perlindungan awak kapal perikanan dan nelayan dapat berjalan optimal.
Salah satu program kerja Forum tersebut adalah melakukan inspeksi awak kapal perikanan. “Dalam kurun waktu 2 tahun, kami telah melakukan pengawasan dan inspeksi kepada 10 kapal ikan di kota Bitung” kata Erni. Kapal ikan yang diinspeksi terdiri dari kapal penampung ikan dan kapal penangkap jenis hand line dan purse seine dengan status kepemilikan perseorangan dan perseroan. “Kapal ikan yang kami periksa memiliki ukuran 29-145 GT dengan jumlah awak kapal yang diperiksa mencapai 270 orang,” kata Erni.
Dalam kesempatan terpisah, Asisten Deputi Pengelolaan Perikanan Tangkap, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Ir. Ikram Sangadji mengatakan bahwa inisiatif inspeksi awak kapal perikanan di Sulawesi Utara merupakan model pengawasan yang perlu diadopsi pada tingkat pusat. “Inisiatif tersebut sangat baik untuk mencegah praktik kerja paksa dan eksploitasi pekerja di kapal ikan sehingga perlu menjadi contoh dan diadopsi dengan regulasi teknis dan lintas kementerian di nasional,” kata Ikram.
Pihaknya telah melakukan beberapa kali rapat antar kementerian untuk untuk membahas penyusunan panduan inspeksi dan membentuk tim inspeksi bersama di tingkat pusat. “Mengingat urusan perikanan tangkap melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja maka kami mendorong pembentukan tim terpadu melalui Surat Keputusan Menko Maritim,” kata Ikram.
******
Sumber Utama: DFW Indonesia