Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) menolak penerapan sistem kontrak yang tercantum dalam kebijakan Penangkapan Ikan Terukur versi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurut KORAL, aturan baru itu mendegradasi peran negara karena menjadi sejajar dengan pelaku usaha perikanan. Beleid baru itu diketahui masih digodok dan perlu mendapatkan pandangan akhir dari Presiden. Penolakan disampaikan secara langsung oleh KORAL kepada Dirjen Perikanan Tangkap KKP dalam pertemuan yang dilaksanakan secara hibrid pada Senin, 14 Maret 2022.
Mekanisme Sistem Kontrak, tertuang dalam rancangan kebijakan Penangkapan Terukur1 yang berasal dari kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan dengan ‘Sistem Kontrak’. Pada rancangan kebijakan tersebut, Sistem Kontrak diartikan sebagai kerja sama pemanfaatan sumber daya ikan antara KKP dengan badan usaha di zona tertentu dalam jangka waktu dan persyaratan tertentu, dengan durasi kontrak selama 15 tahun dan dapat diperpanjang satu kali. Dengan adanya potensi perpanjangan tersebut pelaku usaha bisa mengeksploitasi sumber daya alam di perairan Indonesia selama 30 tahun.
Menurut KORAL, peran dan fungsi negara dalam pengelolaan SDA termasuk Sumber Daya Ikan (SDI), tidak boleh hilang sebagaimana ditegaskan oleh MK dalam putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dan Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010.