KABAR BAIK! KKP PANTAU KAPAL ILLEGAL FISHING 24 JAM

Dilansir dari Republika, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan inovasi penggunaan alat Vessel Monitoring System (VMS) untuk memantau kapal-kapal yang berpotensi melakukan illegal fishing selama 24 jam. Plt. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hendra Yusran Siry menyebutkan, langkah untuk mengatasi praktik illegal fishing dengan membentuk command center agar pergerakan kapal-kapal penangkap ikan selama 24 jam menggunakan alat VMS yang wajib dipasang di kapal-kapal tersebut. “Kita punya command center. Setiap kapal sekitar di atas 30 GT, yaitu sekitar 40 meter – 80 meter, harus dilengkapi dengan alat VMS. Alat ini harus bekerja dan bisa terdata, sehingga kita bisa memonitor kapal tersebut, baik posisinya ada di mana maupun apa yang mungkin dia lakukan,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ‘Road to AIS Forum 2023: Atasi Permasalahan Kelautan Global’ yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin (25/9). 

Dengan adanya kewajiban untuk memiliki dan menyalakan VMS, potensi pencurian ikan pun dapat dideteksi lebih cepat sehingga meminimalkan resiko illegal fishing. Hendra menjelaskan, ada sejumlah kemungkinan jika kapal mematikan alat VMS tersebut. Mulai dari potensi masuk wilayah konservasi yang tidak diperbolehkan, melakukan penangkapan di luar zona yang diperbolehkan, atau melakukan kegiatan transhipment ilegal atau pemindahan muatan di tengah laut baik mengambil muatan dari kapal lain maupun memindahkan muatannya ke kapal yang lain. “Jika VMS mati, kita akan tahu dan pasti akan langsung menanyakan ini. Begitu juga dengan kapal-kapal asing, dipantau dengan seperti itu,” ujarnya.

Perbanyak Armada Pengawasan di Laut Indonesia dan Database yang Terbarui

Pada tahun 2021, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa sejauh ini sudah tercatat ada 12 modus operandi illegal fishing di Indonesia yaitu termasuk tidak mendaratkan ikan di pulau pangkalan, pemalsuan dokumen kapal, registrasi kapal ganda, transhipment, mematikan VMS dan AIS, pelanggaran jalur penangkapan, mark down ukuran kapal, hingga penggunaan alat tangkap ikan terlarang. Modus operandi yang beragam tentunya menuntut kesiapan KKP dan seluruh aparatur negara yang bertugas untuk menjaga laut baik di wilayah perairan, perbatasan, maupun pesisir seperti di dermaga atau pelabuhan.

Adanya penambahan armada ORCA 06, kapal pengawas laut hibah dari Pemerintah Jepang tentunya akan sangat membantu aktivitas pengawasan dan pengamanan laut di Indonesia. Namun KKP tidak bisa berpuas diri.  Dilansir dari Kompas, Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) hanya memiliki 32 armada kapal yang terdiri dari satu kapal negara (KN) dengan panjang 110 meter, tiga KN sepanjang 80 meter, enam KN sepanjang 48 meter, dan 22 kapal patroli kecil (high-speed craft/HSC). Pengawasan juga dibantu oleh stasiun pantai dan instrumen lainnya (Kompas, Juni 2023). Padahal jika berkaca pada pernyataan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol BAKAMLA RI Kolonel Wisnu Pramandita di tahun 2021 kepada Media Indonesia, BAKAMLA setidaknya membutuhkan 77 kapal pengawas untuk menjaga 3,25 juta kilometer persegi dan 2,55 juta kilometer persegi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Selain itu, guna memerangi illegal fishing, Pemerintah Indonesia juga harus membekali diri dengan data terbarukan tentang jumlah stok ikan. Hal ini penting karena akan menjadi basis komparasi sebelum dan sesudah kebijakan diberlakukan. Selain itu stock assessment diperlukan juga untuk memastikan Pemerintah Indonesia tahu batasan-batasan untuk menghindari overfishing akibat kegiatan perikanan tangkap terutama yang dilakukan kapal-kapal berukuran besar. Data ini juga diharapkan dapat diakses oleh masyarakat umum dan akademisi sehingga menjadi panduan sekaligus pengawas regulasi atau proyek nasional buatan Pemerintah yang mengancam kelestarian dan keberlanjutan laut beserta isinya.

KORAL berharap KKP tidak cepat puas dan terus memacu semangat untuk menjadikan laut Indonesia lebih aman lagi.

***