BABAK BARU LUMBUNG IKAN NASIONAL: PERPRES SEGERA TERBIT!

Ambon New Port di Pulau Ambon, Maluku, salah satu pusat ekonomi baru di Kawasan Timur Indonesia.

BABAK BARU LUMBUNG IKAN NASIONAL: PERPRES SEGERA TERBIT!

Pada 17 Mei 2022 yang lalu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengundang Pemerintah Provinsi Maluku, bahas rancangan Perpres Maluku sebagai LIN, di Hotel Arya Duta. Kadis Kelautan dan Perikanan Maluku, Abdul Haris mengatakan bahwa rapat tersebut digelar untuk menindaklanjuti rancangan Perpres tentang LIN yang pernah dibahas bersama tahun 2016 lalu yang kemudian “mandek” di era mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti.

 Rapat dipimpin oleh Asisten Deputi Perikanan Tangkap dari Deputi II Bidang Kordinasi Sumber Daya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Ir Ikram Sangadji, MSI. Selain itu, turut diundang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, yakni Biro Perencanaan KKP, Biro Hukum KKP, dan juga hadir Direktorat Jenderal terkait di KKP. Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara, turut diundang. Sementara perwakilan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, yang diundang yakni, Pj Sekda Maluku, Sadali Ie, Asisten I Pemprov Semi Huwae, Kepala Bappeda Maluku Anthon Lailosa, Kadis Kelautan dan Perikanan Maluku Abdul Haris, Kepala Biro Hukum Pemprov Alawiyah Alydrus, dan Direktur Paska Sarjana Universitas Pattimura Alex Retraubun. 

Proyek LIN sepertinya akan tetap bergulir. Padahal posisinya, LIN sendiri masih perlu dievaluasi dan diperiksa ulang kelayakannya. Ada beberapa poin yang kemudian menjadi perhatian KORAL, mengapa kemudian proyek Lumbung Ikan Nasional ini perlu dievaluasi kembali. Dalam proyek ini, akan ada tiga wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yaitu WPPNRI WPP 714 Laut Banda, WPP 715 Laut Seram, dan WPP 718 Laut Arafura. Estimasinya, produksi perikanan yang bisa dihasilkan dari subsektor perikanan tangkap dan budidaya bisa mencapai 750.000 ton per tahun dan menyerap tenaga kerja lebih dari 30 ribu orang. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dicari solusinya dari pemerintah terkait proyek nasional ini. 

Pertama, pemilihan wilayah pengelolaan perikanan. WPPNRI 714, 715, dan 718 sebagai tiga wilayah utama dalam poyek M-LIN. Ketiga wilayah itu mempunyai potensi perikanan yang didominasi oleh komoditas laut seperti: 

1. Ikan pelagis kecil; ikan layang, ikan selar, ikan bentong, ikan kembung banyar/kembung lelaki, ikan siro, dan ikan tembang. 

2. Ikan pelagis besar; ikan tongkol dan ikan tenggiri 

3. Ikan demersal; ikan kakap merah, ikan kuwe, ikan kakap putih, ikan manyung , ikan swanggi, ikan bawal putih, ikan kuniran, dan ikan layur. 

4. Ikan karang; ikan ekor kuning dan kerapu 

5. Udang penaeid; 

6. Lobster; 

7. Kepiting; 

8. Cumi-cumi. 

Mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50 Tahun 2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di WPP-NRI 715 tergolong sudah fully exploited, (2 komoditas berstatus moderate, 4 komoditas fully-exploited dan 3 komoditas over-exploited). Sementara WPPNRI 714 Laut Banda, status pemanfaatan didominasi fully and over-exploited (2 komoditas berstatus moderate, 4 komoditas fully-exploited dan 3 komoditas over-exploited) dan WPPNRI 718 Laut Arafura, status pemanfaatan fully and over-exploited (7 komoditas berstatus fully-exploited dan 2 komoditas over-exploited). 

Hal ini tentunya wajib menjadi pertanyaan dan perhatian dari semua pihak, bahwa proyek M-LIN kemudian akan membuka kesempatan dan peluang eksploitasi sumber daya perikanan di perairan Maluku dan Maluku Utara, apalagi jika kemudian keberadaan dan peruntukkan keuntungan kemudian hanya menguntungkan pihak usaha perikanan skala besar dan membuka celah persaingan yang tidak adil bagi nelayan kecil di wilayah Maluku dan Maluku Utara. Pengamat Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Suhana menilai jika LIN dijadikan sebagai sumber kesejahteraan bagi nelayan lokal, maka pembangunan LIN sangat dibutuhkan. Namun apabila kemudian LIN dibuka hanya untuk kebutuhan daya tarik investasi asing, maka justru akan menurunkan kesejahteraan lokal. Faktanya berdasarkan data BKPM, penanaman modal asing (PMA) sektor perikanan di semester I-2020 didominasi oleh China. Jumlahnya bahkan berbeda jauh dengan Jepang, yang notabene berada di peringkat kedua. Tercatat, PMA dari China memiliki share 70,55%, sementara Jepang sebesar 11,22%. Berdasarkan lokasi, sekitar 70% PMA itu banyak ditanam di wilayah Maluku dan Papua. 

Kekhawatiran yang sama juga dituturkan oleh Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati. Ia menuturkan, apabila proyek M-LIN diperuntukkan untuk industrialisasi perikanan skala besar yang akan meminggirkan nelayan tradisional atau nelayan skala kecil di Provinsi Maluku sebanyak 163.441 orang dan di Maluku Utara sebanyak 34.944 orang. Maka dari itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah demi menjamin kesejahteraan masyarakat pesisir terutama nelayan skala kecil. Pertama, penguatan pemberdayaan nelayan dari akar rumput. LIN bukan hanya berfokus pada pembagian wilayah berdasarkan potensi sumber daya ikannya saja, namun juga wajib memperhatikan pemberdayaan nelayan dengan memberdayakan tiap desa berbasis komoditas perikanan. Sehingga kemudian, masyarakat pesisir dan nelayan skala kecil bisa memperoleh keuntungan tambahan dari usaha berbasis komoditas wilayah perikanan yang bisa berwujud budidaya perikanan ataupun pengolahan dan penjualan produk hasil laut yang berkualitas dan memenuhi standard. 

Kedua, adanya pendataan, pembatasan wilayah dan jumlah, serta pengaturan cara penangkapan ikan yang diperbolehkan pada area wilayah tersebut. Hal ini penting dilakukan, mengingat masih banyaknya jumlah nelayan skala kecil dengan kapal dibawah 30 GT yang beroperasi di Maluku dan Maluku Utara. Para nelayan skala kecil ini dengan keterbatasan infrastruktur, juga memiliki daya jelajah yang terbatas. Jika kemudian wilayah yang terbatas tersebut “dibagi” dengan kapal skala besar, tentunya akan menimbulkan konflik sosial ekonomi yang merugikan mereka. Pembagian dan pembatasan wilayah ini juga harus memperhatikan sektor atau area pengembangan dan konservasi hayati, sehingga masih ada ruang laut yang ditujukan untuk sumber daya hayati laut berkembang biak tanpa terkena resiko “tertangkap” oleh nelayan. Pelarangan alat penangkapan ikan (API) yang destruktif dan eksploitatif serta pembatasan jumlah hasil tangkapan juga wajib dilakukan terutama karena status pemanfaatan di ketiga WPPNRI diatas yang terancam eksploitasi. Di sisi lain, pengawasan dan pemberian sanksi bagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan juga wajib ditegakkan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib bersinergi dengan BAKAMLA maupun aparat berwajib dalam mengamankan perairan di wilayah tersebut. 

Ketiga, Pemerintah harus menyiapkan sejumlah perencanaan dan aksi yang memfokuskan pada pengembalian ke laut untuk memastikan adanya stock perikanan yang sehat di masa depan. Jumlah yang dikembalikan ke laut, setidaknya harus lebih banyak dari yang diambil, dikarenakan dari jumlah yang dilepaskan untuk berkembang biak di laut memiliki survival rate yang cukup rendah. Misalnya saja benih lobster yang dilepasliarkan, hanya sekitar 0.01 %  yang bisa tumbuh sempurna. 

Lumbung Ikan Nasional diharapkan mampu mengakomodir kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat pesisir dengan memperhatikan “kesehatan” sumber daya alam dan hayati di perairan Maluku dan Maluku Utara. Pada Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa, “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebut menegaskan bahwa negara berkewajiban menata pemanfaatan kekayaan sumber daya alam (SDA) termasuk potensi perikanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam harus bisa didistribusikan secara adil untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia di wilayah Tanah Air dan pemerintah wajib menjamin kemakmuran dan kesejahteraan bukan hanya bisa dirasakan dalam jangka pendek saja, namun juga wajib melihat ke depan agar generasi selanjutnya juga dapat menikmati hasil sumber daya alam. 

******