7 CATATAN ATAS TIPS REPORT 2023 UNTUK INDONESIA

Wahyu dan Zulham (kedua dan keempat-dari kiri) beserta rekan-rekan ABK Indonesia lainnya ketika berada di kapal Cina Ning-Tai 95 (Foto: Greenpeace Indonesia)

Pertengahan Juni lalu (16/6/2023), Pemerintah Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri menerbitkan laporan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tahun 2023 untuk Indonesia, atau yang biasa dikenal dengan Trafficking in Persons (TIPs) Report. Dalam laporan tersebut, status Indonesia meningkat dari Tier 2 watchlist menjadi Tier 2. Pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa Indonesia telah melakukan beberapa upaya yang cukup baik untuk mengendalikan TPPO yang marak terjadi, meskipun masih terdapat sejumlah catatan yang pada pokoknya menyatakan bahwa Indonesia belum memenuhi standar minimum dalam mengentaskan TPPO.

Kendati Indonesia mendapatkan peningkatan status dalam TIPs 2023, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia memandang masih banyak permasalahan penting dan mendesak untuk diselesaikan yang terjadi dalam permasahan TPPO di Indonesia, sehingga hal-hal yang tercatat dalam TIPs Report Tahun 2023 belum mewakili kondisi senyatanya di Indonesia. Terdapat 7 permasalahan substansial yang menjadi catatan DFW Indonesia atas TIPs Report 2023 untuk situasi pengentasan TPPO di Indonesia, yakni :

  1. Upaya penegakan hukum yang tidak maksimal;
  2. Pengawasan yang tidak maksimal dalam upaya pengentasan TPPO;
  3. Proses perekrutan dan penempatan kerap menjadi “Sarang” TPPO;
  4. Implementasi yang belum maksimal atas kehadiran PP 22 tahun 2022;
  5. Belum maksimalnya upaya pemulihan hak korban;
  6. Belum optimalnya peran dan kontribusi pemerintah daerah dalam mendorong kebijakan dan strategi perlindungan terhadap korban dan penanganan TPPO;
  7. Belum adanya integrasi proses pengaduan dan data penanganan yang dijadikan dasar pembuatan kebijakan struktural.

Berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas, DFW Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan upaya pengentasan TPPO dengan :

  1. Melakukan reformasi regulasi terhadap UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan seluruh regulasi yang terkait, agar mendasarkan pengawasan, pencegahan, penindakan dan pemulihan hak korban TPPO menjadi prioritas utama dalam pemberantasan TPPO. Khususnya dalam hal AKP, mendesak Ratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (K-188) serta menyusun rencana nasional pengimplementasian ASEAN Declaration on the Protection of Migrant Workers.;
  2. Meninjau dan memperkuat implementasi perlindungan AKP dengan memastikan proses rekrutmen yang adil, pengawasan awak kapal perikanan, serikat pekerja dan AKP memiliki sertifikat dan kompetensi yang dibutuhkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya praktik kerja paksa dan perdagangan orang bagi AKP;.
  3. Mencabut wewenang penerbitan SIUPPAK dari Kemenhub dan melimpahkan wewenang perlindungan PMI kepada Kemenaker sesuai dengan amanat UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia;
  4. Membuat aturan teknis turunan PP 22/2022 agar memperjelas mekanisme perekrutan dan penempatan AKP migran dan melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap manning agent;
  5. Melakukan sosialisasi dan edukasi masif kepada masyarakat terkait unsur, bentuk dan tata cara pelaporan TPPO, baik melalui sosialisasi dan edukasi langsung, melalui serikat pekerja dan pelaku usaha, media sosial, informasi cetak dan media lainnya, serta mempublikasikan laporan sosialisasi dan edukasi tersebut kepada masyarakat sebagai informasi publik;
  6. Melakukan peningkatan kapasitas dan pendidikan khusus yang dapat membangun perspektif nilai dan pemahaman kepada APH terkait dengan penanganan kejahatan TPPO;
  7. Membuat sistem bersama yang dapat mengkonsolidasi seluruh data dan pengaduan sehingga terintegrasi untuk penegakan hukum dan menjadi dasar pembuatan kebijakan struktural yang mampu mencegah TPPO dan memastikan pemulihan hak korban.

***

Sumber Utama: Destructive Fishing Watch (DFW Indonesia)