ATURAN PENANGKAPAN UDANG BUAT NELAYAN MERADANG

Udang hasil tangkapan. (Gambar: Media Indonesia)

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan mengandung sejumlah aturan yang merugikan nelayan tradisional penangkap udang. 

Pasalnya, pada pasal 26 PERMEN KP tersebut disebutkan bahwa jaring hela udang berkantong hanya diberikan pada kapal yang berukuran diatas 30 gross ton (GT) saja dan menutup kesempatan bagi kapal-kapal nelayan yang memiliki ukuran dibawah tersebut, untuk melakukan penangkapan udang dengan jenis alat tangkap yang sama. Padahal, kapal berukuran dibawah 30 GT biasanya justru dimiliki oleh nelayan-nelayan kecil tradisional. Hal ini bukan hanya berujung pada hilangnya kesempatan tersebut bagi nelayan kecil tradisional, namun juga berujung pada kemungkinan resiko konflik pada zona penangkapan antara kapal besar dan nelayan tradisional. 

Perlu diketahui bahwasanya, jaring hela udang ini memiliki karakter yang identik dengan jenis alat tangkap trawl mini. Trawl mini sendiri pada jaman kepemimpinan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dilarang pengoperasiannya. Namun sekarang, setelah diberlakukannya PERMEN KP terkait jaring hela udang tersebut, sedikit banyak memiliki efek yang sama dengan penggunaan trawl mini untuk kapal-kapal besar, tentunya menjadi penurunan kualitas dari upaya proteksi kelautan kita dari eksploitasi dan destruksi. 

Bukan hanya itu saja, diperbolehkannya penangkapan pada Zona II dan III sampai dengan garis kedalaman minimal 10 meter di WPP 718 juga menjadi red flag tersendiri. WPP 718 yang meliputi Laut Arafuru, Laut Aru, dan Laut Timor bagian Timur memang dikenal menjadi “rumah” bagi lebih dari 17 jenis udang penaeid yang terdapat di perairan Arafura yaitu kelompok udang jenis penaeidae: udang putih/jerbung (Penaeus merguensis), Udang windu/tiger (P. monodon),udang flower (P. semisulcatus, P.esculantus), udang ratu (P.latisulcatus), udang dogol (Metapenaeus ensis, M. endeavouri) dan udang krosok (Parapenaeopsis stylifera, Trachypenaeus asper, Solenocera subnuda). Selain itu, di WPP 718 juga banyak ditemukan udang kipas (Thennus orientalis) dan kepiting bakau hijau (Scylla serrata) namun status pengelolaan perikanannya sudah mencapai status fully exploited untuk tipe sumber daya perikanan/ komoditas udang (KKP, 2019). 

Menurut Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW), Moh. Abdi Suhufan, adanya PERMEN KP ini, WPP 718 akan menjadi ajang pesta pora kapal udang ukuran besar dan karena akan beroperasi pada laut dangkal yang menjadi wilayah penangkapan ikan nelayan lokal dan tradisional (Gatra, 5/2/2022). Penggunaan jaring hela udang ini perlu pertimbangan lebih lanjut untuk meminimalisir resiko konflik antar nelayan tradisional dan kapal besar, kemungkinan adanya resiko kerusakan lingkungan, penangkapan ikan tidak selektif yang kemudian justru “menghantar” WPP 718 ke dalam jurang degradasi lingkungan dan turunnya status komoditas udang menjadi over exploited.

******