Perundingan mengenai penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam telah memasuki babak baru setelah perundingan pada Juli yang lalu. Pertemuan Teknis ke-16 penetapan batas ZEE antara Indonesia dan Vietnam yang akan diselenggarakan di Hanoi, Vietnam, pada pertengahan Oktober 2022. Indonesia dikabarkan telah memberikan konsesi kepada Vietnam. Perlu diketahui konsesi atau pemberian hak ini berpengaruh pada batas kedaulatan Indonesia.
Metode penarikan garis pangkal lurus kepulauan yang dilakukan oleh Indonesia juga sudah sesuai dengan Pasal 47 Konvensi Hukum Laut 1982. Lain halnya dengan Vietnam, negara tersebut menerapkan metode penarikan garis lurus dengan menghubungkan titik-titik koordinat. Metode ini berlandaskan pada pernyataan kenegaraan Statement of 12 November 1982 by the Government of the Socialist Republic of Vietnam on the Territorial Sea Baseline of Vietnam. Adapun penentuan titik pangkal, Vietnam mengukurnya dari tiga pulau yang jauh dari pulau utama, yakni: Con Dao, Hon Khoai dan Phu Qui.
Sumber: International Institute for Law of The Sea Studies (IILSS)
Jika kemudian konsesi ini benar terjadi, maka ada beberapa kerugian yang diterima negara Indonesia. Pertama, jika benar garis batas proposal Indonesia turun ke Selatan hampir 65% dari total area. Maka, Indonesia kehilangan wilayah laut yang cukup luas. Bukan hanya penyempitan luas secara geografis, Indonesia juga kehilangan klaim akan sumber daya yang berada di dalamnya. Terkait dengan sumber daya alam dan sumber daya ikan, Vietnam sudah menjadi “residivis” pencurian ikan yang berulang kali terjaring operasi penangkapan di perairan Indonesia. Seperti yang terlihat pada tabel dibawah, dilansir dari Indonesia Ocean Justice Initiatives (IOJI), IOJI mengidentifikasi banyak kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam yang tertangkap tangan memasuki perairan Laut Natuna Utara dan melakukan pencurian ikan. IOJI mengatakan pola operasi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa, yaitu dua kapal berlayar ke arah yang sama secara beriringan dengan jarak antar kapal antara radius 300 hingga 400 meter.
Sumber: Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)
Tentunya kerugian kedua adalah kerugian yang dihadapi oleh nelayan. Apabila diberikan konsesi kepada pihak Vietnam, wilayah tangkap nelayan Indonesia juga dipersempit. Nelayan Indonesia sudah cukup sulit dalam menjaring ikan yang kerap kali “dibagi” dengan pencuri-pencuri ikan dari KIA asing, termasuk Vietnam. Sekarang, bak tercoreng arang di muka, Indonesia justru berpotensi menyerahkan wilayah perairan ke pihak yang sering mencuri di perairannya. Tentunya hal ini bukan hanya akan merugikan, tapi juga akan menorehkan rasa sakit hati dan hilangnya rasa kepercayaan nelayan lokal terhadap Pemerintah Indonesia.
Serikat Nelayan Indonesia (SNI) pun telah mengutarakan aspirasinya dan berharap Pemerintah Indonesia mempunyai peran strategis untuk mempertahankan wilayah kedaulatan Indonesia. Adapun Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengingatkan pemerintah untuk bersikap transparan dalam perundingan. Sebab, ini merupakan isu yang sensitif karena menyangkut kedaulatan negara (Liputan6, Oktober 2022). KORAL pun berharap demikian; keterbukaan dan pertimbangan matang dengan berlandaskan kesejahteraan dan keamanan negara terutama nelayan sebagai pihak yang paling terdampak, wajib menjadi pertimbangan utama pemerintah. Bagaimanapun, kedaulatan negara adalah yang utama, kesejahteraan dan keamanan masyarakat pun wajib diupayakan bersama-sama.
******