CATATAN KORAL: PERPPU CIPTA KERJA  MENERABAS PUTUSAN MK DAN CACAT PROSEDURAL – SEBUAH KAJIAN DARI SEKTOR PERIKANAN*

Jakarta, 08 Januari 2023 – Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia dikelilingi oleh wilayah pesisir dan laut yang mengisi 70% dari total luas wilayah kedaulatan Indonesia. Memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer dan luas sekitar 3,1 juta kilometer persegi, potensi perikanan di Indonesia tidak kalah besarnya. Kelompok-kelompok perikanan laut di Indonesia juga beragam; mulai dari ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, udang, ikan karang, ikan hias, rumput laut, teripang atau ubur-ubur, reptilia, benih alami, dan mamalia laut. Keberadaan potensi perikanan yang besar ini perlu diakomodir dengan peraturan yang jelas dan adil bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat lokal yaitu nelayan tradisional lokal yang sudah turun temurun menjaga dan menggantungkan hidupnya pada kemurah-hatian laut dan sumber dayanya. 

Namun, sektor perikanan Indonesia nyatanya masih jauh dari kata harmonis dan adil. Dikeluarkannya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU CK) pada tahun 2020, menyematkan beberapa peraturan yang berdampak pada sektor kelautan dan perikanan (KP) yang beberapa pasalnya memberatkan nelayan kecil dan tradisional. Walaupun sejak 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan bahwa UU CK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan berkewajiban untuk ditinjau dan diperbaiki, nyatanya Pemerintah tidak kehabisan akal. Alih-alih diperbaiki dan diulang dari awal, sesuai dengan prosedur Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pemerintah justru menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu. (BACA: PENGKHIANATAN DI AKHIR TAHUN: PEMERINTAH TERBITKAN PERPPU CIPTA KERJA DILANDASI UNDANG-UNDANG INKONSTITUSIONAL)

KORAL menganalisis beberapa perubahan dan atau poin-poin baru dalam Perppu ini yaitu:

  1. Pasal 27 Perppu Cipta Kerja telah mengubah Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009.
  2. Pasal 27 Perppu Cipta Kerja telah menghapus “skala ukuran kapal” dalam definisi nelayan kecil. Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 menyebutkan, Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT). Pasal 27 Perppu Cipta Kerja juga mengubah Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Perikanan, menjadi “Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan Penangkapan , Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan kapal penangkap Ikan maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap Ikan.” 
  3. Pasal 27 Perppu Cipta Kerja telah menghapus Pasal 1 ayat (16), ayat (17) dan ayat (18) Undang-Undang Perikanan, yang kemudian menghapus SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan). 
  4. Pasal 27 Perppu Cipta Kerja telah mengubah Pasal 27 Undang-Undang Perikanan, di mana SIUP, SIPI dan SIKPI digantikan dengan “Perizinan Berusaha”. Perizinan Berusaha diberlakukan kepada setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap Ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukan Penangkapan Ikan di WPP RI; dan juga orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap Ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan Penangkapan Ikan di ZEEI yang wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 
  5. Pasal 27 Perppu Cipta Kerja telah mengubah Pasal 27 Undang-Undang Perikanan, di mana pada ayat (5) disebutkan bahwa kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha dan membawa dokumen Perizinan Berusaha tidak berlaku bagi Nelayan Kecil. 
  6. Pasal 27 Perppu Cipta Kerja telah mengubah Pasal 30, dimana ayat (1) menyebutkan, pemberian Perizinan Berusaha kepada orang dan/atau badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI harus didahului dengan perjanjian. Kemudian Pasal 30 ayat (2),  pengaturan mengenai pemberian Perizinan Berusaha merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. 
  7. Pasal 115 Perppu Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam, menghapus skala ukuran kapal pada nelayan kecil sehingga dapat menjadi bias dalam mengakses fasilitas kekhususan yang diamanatkan untuk nelayan kecil.

Catatan Kritis bagi Perppu Cipta Kerja

Bagi sektor Perikanan, KORAL memberikan beberapa catatan kritis terkait Perppu yang tiba-tiba muncul  di penghujung tahun ini. Misalnya saja pada Pasal 18 Perppu Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat wajib memfasilitasi Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan di laut kepada Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan sumber daya perikanan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Pasal 20). 

Pada Pasal 27 Perppu Cipta Kerja yang menghapus skala ukuran kapal dalam definisi nelayan kecil. Penghapusan skala ukuran kapal ini mengaburkan kejelasan definitif mutlak berdasarkan angka yang dapat diukur dan menjadi celah bagi nelayan yang seharusnya bukan termasuk ke dalam golongan nelayan kecil untuk:

  1. Tidak melakukan atau menghindari kewajiban mematuhi ketentuan mengenai sistem pemantauan Kapal Perikanan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2).
  2. Tidak melakukan atau menghindari kewajiban memenuhi perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah serta kewajiban membawa dokumen Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan (3).

Selain itu, pada Pasal yang sama di Perppu Cipta Kerja, telah mengubah Pasal 27 UU Perikanan, di mana SIUP, SIPI, dan SIKPI digantikan dengan “Perizinan Berusaha”. Perizinan Berusaha diberlakukan kepada setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap Ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukan Penangkapan Ikan di WPP RI; dan juga Orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap Ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan Penangkapan Ikan di ZEEI yang wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 

Pasal 27 Perppu Cipta Kerja juga turut mengubah Pasal 26 Undang-Undang Perikanan, di mana setiap orang orang yang melakukan usaha perikanan wajib memiliki Perizinan Berusaha. Ketentuan pengecualian bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya ikan kecil telah dihapus. Berdasarkan penghapusan ketentuan tersebut, perempuan nelayan yang melakukan aktivitas pengolahan hasil produksi baik perikanan tangkap dan perikanan budidaya termasuk dalam orang yang melakukan usaha perikanan dan wajib memiliki perizinan berusaha. Dengan dihapusnya ketentuan pengecualian bagi nelayan kecil dapat: 

  1. Mempersulit keberlanjutan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap dan budidaya perempuan nelayan dalam rantai produksi perikanan.
  2. Diancam pidana penjara paling lama 8 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.1.500.000.000 sesuai Pasal 92.   

Bak setan di siang bolong, keberadaan Perppu Cipta Kerja ini muncul tanpa disangka-sangka dan menggemparkan sektor kelautan dan perikanan. Bagaimana bisa Perppu ini lahir dari sebuah Undang-Undang yang sedang dalam status perbaikan dan penangguhan karena terbukti cacat formil? Apakah kemudian kedaulatan hukum dan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dipelintir sedemikian rupa guna melenggangkan jalan eksploitasi laut dan perikanan tangkap demi nilai pemasukan investasi yang menggiurkan? Apakah Pemerintah masih belum juga melihat celah-celah kerugian yang irreversible dari eksploitasi perikanan yang menghasilkan degradasi lingkungan? Perlu diingat, kerugian ini nantinya bukan hanya dirasakan oleh Pemerintah saja, tetapi seluruh lapisan masyarakat bahkan generasi mendatang. 

***

*) Analisis dan pembahasan ini disusun oleh Tim Sekretariat KORAL dan dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Mohon kebijaksanaannya untuk tidak copy-paste artikel dari situs ini. Namun, Anda diperbolehkan untuk mengutip sebagian informasi dari situs ini dengan wajib menyertakan link sumber ke situs ini.