Mangrove merupakan aset yang berharga bagi Indonesia dan juga untuk dunia secara keseluruhan. Dilansir dari Green Network.id, Indonesia memiliki sekitar seperlima dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia. Pada tahun 2020, luas hutan mangrove global mencapai 147.359 kilometer persegi, dan keberadaan luas mangrove di Indonesia menyumbang secara signifikan pada jumlah tersebut. Efek Mangrove bukan sebatas hutan tepi pantai saja, namun juga untuk penjaga ekosistem pesisir dengan berjuta manfaat.
Manfaat mangrove yang sangat vital yakni mencegah bencana alam dan mengurangi kerusakan di darat akibat erosi dan intrusi air laut. Manfaat mangrove satu ini dapat dibuktikan di kawasan hutan mangrove Tapak Tugu Semarang, dimana kawasan ini menjadi kawasan yang paling utuh di pesisir Kota Semarang. Selain itu, mangrove juga menjadi tempat perlindungan bagi benih ikan dan ikan-ikan kecil, tidak hanya itu keberadaanya juga untuk menyediakan habitat yang aman bagi berbagai spesies laut, serta menjadi tempat persinggahan bagi burung-burung migran yang melakukan perjalanan panjang.
Keberadaan mangrove juga tidak terbatas untuk menjaga lingkungan laut. Mangrove juga berkontribusi signifikan dalam mitigasi perubahan iklim. Kemampuannya untuk menyerap karbon sebanyak lima kali lebih banyak daripada hujan tropis menjadikan mangrove sebagai aset penting dalam upaya global mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim yang ekstrim saat ini. Namun keadaan saat ini sangat menyedihkan, mangrove di Indonesia mengalami penyusutan luas lahan yang signifikan, ini juga terjadi dalam skala global. Keadaan ini harus menjadi perhatian serius, diperlukan tindakan cepat dan komprehensif.
Sobat KORAL, terdapat fakta menarik yang perlu kita ketahui bersama. Menurut data dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia mencapai tingkat kritis dengan luas mencapai 637.000 hektar. Faktor utama penyebab penyusutan ini antara lain adalah deforestasi, alih fungsi lahan mangrove, serta dampak perubahan iklim. Pemerintah sudah seharusnya menanggapi persoalan ini secara serius. Kolaborasi lintas negara juga dibutuhkan untuk memperkuat upaya restorasi dan konservasi mangrove secara global.
Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) telah sepakat untuk mendirikan Pusat Penelitian Mangrove Internasional (International Mangrove Research Center/IMRC) di Bali. Langkah ini menunjukkan komitmen bersama untuk memperkuat penelitian, inovasi, dan upaya restorasi mangrove di tingkat internasional. Kegiatan ini juga tidak lepas dari tantangan pengimplementasian. Dalam mengimplementasikan komitmen untuk konservasi mangrove, sejalan dengan program pemerintah yang semakin mengarah pada pembangunan industri atau tambak di wilayah pesisir. Ini adalah situasi yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang cermat untuk memastikan keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang digalangnya sejalan dengan prinsip pelestarian lingkungan, termasuk konservasi dan restorasi mangrove. Hal ini memerlukan koordinasi yang baik antara berbagai lembaga pemerintah, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memastikan bahwa kepentingan pelestarian lingkungan tidak terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam hal ini, pendekatan berbasis ekosistem holistik penting untuk dipertimbangkan. Ini berarti tidak hanya memperhatikan keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap ekosistem mangrove dan masyarakat lokal. Pengembangan industri atau tambak harus dipertimbangkan secara hati-hati, dengan memperhitungkan potensi dampak negatif terhadap lingkungan, termasuk kerusakan mangrove dan degradasi sumber daya ikan.
Selain itu, praktek perikanan yang eksploitatif seperti pada kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) juga perlu dikaji ulang. Pengelolaan perikanan yang berkelanjutan adalah kunci untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir, termasuk mangrove. Praktik-praktik yang merusak, seperti penangkapan ikan berlebihan atau penggunaan alat tangkap yang merusak habitat harus dihindari dan dimonitor dengan ketat.
Dalam hal ini, transparansi, partisipasi masyarakat, dan keterlibatan stakeholder menjadi penting. Keberhasilan menjaga mangrove juga akan berdampak positif untuk masyarakat. Dengan adanya lahan yang luas dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dengan menjadikan keadaan baik di sekitar mangrove sebagai mata pencaharian. Lahan basah di Indonesia berpotensi untuk lahan untuk tanaman pangan dan mencukupi kebutuhan air. Kebijakan dan program yang digalang oleh pemerintah harus mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat lokal, akademisi, dan organisasi non-pemerintah, untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan kepentingan bersama dalam menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir, termasuk keberlangsungan mangrove.
***