Selasa 28 Maret 2023 merupakan hari naas bagi ekosistem Laut Namlea, Kabupaten Buru, Maluku. Pasalnya, pada hari tersebut, sebuah kontainer jatuh dari KM Dorolonda saat aktivitas bongkar muat terjadi di Pelabuhan Laut Namlea. Hal ini disinyalir karena terlepasnya tali slank dari KM Dorolonda sehingga kontainer tersebut tercebur ke laut.
Namun terceburnya kontainer itu ke laut adalah awal dari masalah. Kontainer yang pada saat kejadian masih tidak diketahui substansinya itu, diduga kuat berisikan bahan kimia berbahaya. Hal ini dikarenakan dalam insiden tersebut, ratusan ikan ikan berbagai ukuran mati dan terdampar di pinggir pantai di sekitar kawasan Pelabuhan Namlea.
Hal lain yang semakin menguatkan isi kecurigaan adalah tidak adanya nama barang dalam daftar manifes. Hanya tertulis keterangan general cargo atau barang campuran yang diduga dikirim dari Makassar, Sulawesi Selatan, oleh pihak bernama Fadly sebagai pengirim sekaligus penerima.
735 Karung dan 11 Jeriken Bahan Kimia Berbahaya Mengantar Maut bagi Ikan-ikan Namlea
Akhirnya pada tanggal 3 April 2023 kemarin, pihak kepolisian Polres Pulau Buru melakukan pembongkaran kontainer. Kepala Seksi Humas Polres Pulau Buru Aipda Djamaludin mengatakan bahwa pembongkaran kontainer itu melibatkan tim dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Perikanan Kab. Buru, Polres Buru, dan instansi terkait lainnya (Kompas, 2023).
Berdasarkan pembongkaran dan pemeriksaan, terdapat 735 karung dan 11 jeriken berisi bahan kimia berbahaya di dalam kontainer tersebut. Namun demikian, hingga artikel ini dikeluarkan, masih terdapat 69 karung belum diketahui kandungan kimia berbahaya yang berada di dalam tiap-tiap kemasan karena perlu dilakukannya uji lab dan sampel.
Adapun menurut Djamaludin, bahan kimia berbahaya yang dapat dikenali adalah etimaden etibor-48 borax pentahydrate dengan jumlah 5 karung dengan ukuran per karung 25 kg. Selanjutnya 294 karung caustic soda flake berukuran 25 kilogram, karbon aktif 138 karung, 154 karung kapur, dan 45 karung semen Portland Komposit Conch. Lalu, delapan jeriken berukuran 30 liter nitric acid UN-2031, tiga jeriken berukuran 30 liter hydrogen peroxide H2O2. Saat ini, semua sampel temuan tersebut dibawa ke Puslabfor Polri di Makassar untuk diuji lebih lanjut.
Manifes Gelap, Peraturan dan Pengawasan Muatan Kapal Masih Belum Ketat
Adanya muatan kimia berbahaya tanpa informasi jelas mengindikasikan bahwa masih sangat mudahnya memasukkan bahan kimia berbahaya yang beresiko pada lingkungan sebagai manifes kapal atau cargo biasa tanpa adanya pengamanan khusus. Jika terjadi kecelakaan seperti kasus kontainer KM. Namlea, tentunya lingkungan dan masyarakat pesisir lah yang menjadi korban utama.
Selain sumber daya ikan yang mati dan terdampar di bibir pantai, nelayan dan masyarakat sekitar pesisir Namlea sudah diberikan ultimatum untuk tidak mengambil, menangkap, ataupun mengkonsumsi ikan yang terapung di sekitar lokasi tersebut. Eksposur tinggi akan resiko racun dalam ikan dan hewan laut lain seperti kerang, kepiting, dan lain-lain, yang masih hidup pun juga tidak bisa diabaikan.
Kecurigaan lainnya adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Laut Namlea ini terkait dengan aktivitas pertambangan emas di kota tersebut. Dilansir dari Mongabay, Ketua DPW Setya Kita Pancasila dan juga Sekjen DPD Himpunan Alumni IPB Maluku mengatakan bahwa ada banyak pengusaha emas yang mengolah hasil tambang dengan menggunakan zat kimia berbahaya untuk mendapatkan kandungan emas. Ia berpendapat, pihak berwajib dan seluruh instansi terkait harus menyelidiki secara dalam dan jauh, asal muasal dan juga alasan kontainer ini tiba di Namlea.
Jika kemudian kontainer berisikan B3 ini betul ditransportasikan secara gelap, ini artinya mata rantai ekspedisi B3 di Indonesia masih belum ketat. Hal ini dapat dilihat dari informasi manifes kapal terkait kontainer tersebut yang berisikan informasi general dengan tidak adanya detail informasi penerima dan pengirim. Seharusnya, barang apapun yang dikirimkan melalui jalur laut diverifikasi 3 pintu – pertama, pada saat sebelum naik ke kapal, pengirim harus mengisi dan mengumpulkan dokumen verifikasi tentang nama dan identitas pengirim, nama dan identitas penerima, serta daftar isi kontainer. Jika kemudian yang dikirimkan mempunyai ancaman serius pada lingkungan seperti B3, maka perlu dilakukan pengamanan lebih lanjut dan adanya persyaratan terkait standarisasi pengemasan dan pengiriman yang dipenuhi dengan berdasarkan pada kandungannya. Kedua, kontainer kemudian dibuka dan diperiksa kesesuaiannya dengan daftar catatan, dipastikan tidak ada kebocoran ataupun resiko kebocoran sebelum diangkut ke dalam kapal. Ketiga, saat kontainer diterima di pelabuhan tujuan, kembali dibuka dan di cek kesesuaiannya dengan daftar asal.
Bukan hanya itu, Pemerintah juga harus memperketat proses transportasi B3 dengan mewajibkan adanya pengamanan khusus, standarisasi pengemasan dan pengiriman, serta menyiapkan sejumlah sanksi pidana dan perdata apabila terjadi kasus seperti KM. Namlea ini. Hal ini tujuannya untuk memberikan efek patuh akan regulasi dan juga efek jera bagi mereka yang tidak patuh atau terlibat dalam proses pengiriman B3 secara ilegal atau tidak sesuai regulasi yang berlaku.
***