UNREPORTED FISHING MERAJA DI AWAL BULAN JUNI

Kapal pelaku IUUF yang terlihat menumpuk di salah satu dermaga PSDKP.

Berbagai aksi penangkapan ikan yang ilegal dan tidak dilaporkan atau illegal unregulated unreported fishing (IUUF) masih meraja di perairan Indonesia. Memasuki akhir kuartal ke-2 tahun 2022, laporan mengenai penangkapan dan penindakan oknum IUUF di perairan Indonesia kembali muncul ke permukaan. 

Kasus pertama di minggu awal bulan Juni adalah terungkapnya pencurian ikan dalam perikanan skala kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP RI) 718 Laut Arafura di Timur Indonesia. Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa hasil kajian yang dilakukan pihaknya di Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 menemukan bahwa tingkat unreported fishing atau penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil cukup signifikan. Menurutnya, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil di WPP 718 mencapai 29.39%. Angka tersebut dihasilkan dari survei yang dilakukan di Kabupaten Merauke, Papua dan Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku yang difokuskan pada kapal dengan ukuran dibawah 10 GT. 

Angka tersebut bahkan disinyalir bisa lebih besar. Hal ini dikarenakan banyak pelabuhan tangkahan atau suatu kegiatan usaha penangkapan ikan swasta yang menyerupai pelabuhan perikanan dan pengelolaannya dilakukan perorangan. Di WPP 718 saja, terdapat 13 pelabuhan tangkahan, ditambah dengan absennya tenaga pencatat atau pengawas perikanan yang bertugas secara rutin. Sementara itu, Peneliti DFW Indonesia, Subhan Usman mengatakan selain terdapat demand jual-beli gelembung ikan Gulama  keluar Merauke yang mencapai Rp 20 juta per gram dan menempati 47% total hasil tangkapan yang disurvei, di WPP 718 bahwa sejauh ini tidak ada data jumlah kapal yang pasti dan tingkat kapal terdaftar yang rendah. Jika sesuai data, di Merauke hanya terdapat 60 kapal dan Aru 165 kapal ukuran di bawah 7 GT yang terdaftar, padahal diperkirakan lebih dari 1.000 kapal atau perahu ukuran sejenis yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di WPP 718.

Lepas dari Arafuru, baru-baru ini Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap empat kapal ikan ilegal yang beroperasi di Selat Malaka dan Perairan Ternate. Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nur Awaludin menyampaikan bahwa kapal yang ditangkap tersebut terdiri dari dua Kapal Ikan Asing (KIA) berbendera Malaysia dan dua KII atau Kapal Ikan Indonesia (Tempo, 12/6/2022). Ia memaparkan bahwa dua KIA Malaysia tersebut adalah dua KIA Malaysia, PKFB 1269 (97,71 GT) dan PKFB 1280 (93,11 GT), sedangkan dua Kapal Ikan Indonesia adalah KM. NAJWA NAHDA (24 GT) dan KM. Suci Asti (14 GT). Dua KIA Malaysia ditangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) 571 Selat Malaka pada Rabu (8/6/2022), sedangkan dua KII diamankan di WPP NRI 715 Perairan Pulau Ternate pada Kamis (9/6/2022). Selama 2022, KKP telah menangkap 79 kapal ilegal, termasuk di antaranya 8 kapal berbendera Malaysia, 1 kapal berbendera Filipina, dan 68 kapal ikan Indonesia. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sendiri meyakini intensitas praktik Ilegal Fishing di perairan Indonesia sudah menurun. Keyakinan tersebut, ia ungkap berdasarkan anggapan bahwa pihaknya telah menjaga wilayah-wilayah rawan ilegal fishing dengan intens khususnya di Perairan Natuna Utara dan Selat Malaka. Melihat jumlah KIA dan Kapal Ikan Indonesia yang tertangkap tangan melakukan tindakan ilegal, memang patut kita acungkan jempol bagi kinerja KKP dan pihak terlibat dalam operasi penangkapan. Namun jumlah pelaku IUUF yang masih terus ada inilah yang harus dibenahi. Bukankah dengan adanya pelaku yang tertangkap tangan, berarti masih adanya celah dan peluang untuk melakukan tindak kriminal ini? Bagaimana dengan jumlah pelaku yang belum tertangkap karena kurangnya armada pengawasan? Tentunya masalah teknikal bukan satu-satunya hal yang perlu diperhatikan. Pemerintah Indonesia tidak boleh cepat puas dan harus mampu bersikap tegas serta jelas terhadap konsekuensi hukuman dan edukasi kebijakan atau regulasi kepada penduduk di negara sendiri dan juga negara lain yang warganya tertangkap tangan mencuri ikan di perairan kita. Jika tidak adanya kesanggupan dari Pemerintah untuk membenahi ini mulai dari akar-akarnya, dirasa IUUF tidak akan pernah sepenuhnya hilang dari perairan Indonesia. 

******