Foto kapal asing ilegal yang diduga memasuki Laut Arafura pada Januari 2024. Doc. Kompas
Penangkapan kapal Run Zeng 03 dan Run Zeng 05 menjadi refleksi minimnya atensi terhadap isu perdagangan manusia di Negara Indonesia. Penangkapan ini didasarkan pada dugaan alih muatan ikan ilegal sebanyak 100 ton, dugaan perdagangan manusia terhadap Anak Buah Kapal (ABK) perikanan, dan penyaluran bahan bakar solar bersubsidi sebanyak 150 ton oleh KM MUS ke Kapal Run Zeng 03 dan Kapal Run Zeng 05.
BACA : KAPAL RUN ZENG 03 DITANGKAP: MENGAPA PENYELAMATAN ABK PERIKANAN HARUS MENJADI PRIORITAS?
Melalui laporan dari National Fishers Center (NFC) mengungkap adanya pelanggaran hak ketenagakerjaan yang dialami para ABK, seperti makanan dan minuman tidak layak, fasilitas keselamatan buruk, ketiadaan kontrak kerja, dan jam kerja yang panjang. Dugaan adanya perdagangan manusia semakin kuat dengan belum kembalinya 18 ABK asal Indonesia yang bekerja di KM Run Zeng 05 dan diduga melarikan diri ke perairan Papua Nugini.
Perdagangan orang merupakan kejahatan serius yang melibatkan eksploitasi manusia, baik dalam bentuk kerja paksa, eksploitasi seksual, atau bentuk eksploitasi lainnya. Peraturan terkait perlindungan pekerja migran perikanan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022. Adanya peristiwa perdagangan dan eksploitasi ABK menunjukan kurangnya pengawasan pemerintah dalam implementasi peraturan pemerintah tersebut.. Melalui wawancara dengan, Chief Executive Officer IOJI Mas Achmad Santosa menilai kalau KKP ingin menempuh jalur diplomasi maka mereka perlu terlebih dahulu melakukan konfirmasi kepada Rusia tentang keabsahan registrasi kapal Run Zeng 03 dan 05. Langkah tersebut penting ditempuh sebagai langkah awal untuk menentukan langkah lanjutan.
Penegakan hukum yang ketat dan kerja sama internasional sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Pihak berwenang harus bekerja sama dengan pihak terkait untuk melakukan investigasi kasus,, menyelidiki pihak yang terkait dan bekerjasama dalam pelanggaran hukum, dan memastikan bahwa ABK yang menjadi korban mendapatkan perlindungan serta bantuan yang mereka butuhkan.
BACA: ILLEGAL FISHING MASIH JADI POLEMIK DI INDONESIA
Situasi seperti ini juga menyoroti urgensi adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap kapal-kapal yang beroperasi di perairan indonesia baik kapal lokal maupun kapal asing. Perlindungan sumber daya laut dan pencegahan eksploitasi manusia harus menjadi prioritas. IOJI yang merupakan bagian dari koalisi KORAL mendorong pemerintah untuk bisa meningkatkan peran sebagai pengawas dan penegak hukum agar bisa menangani kejahatan perikanan lintas negara yang terorganisir.
Selain itu, perlu adanya sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran nelayan dan masyarakat pesisir terkait resiko dan ancaman perdagangan manusia di kapal perikanan. Hal ini menjadi penting sebagai langkah pencegahan terjadinya perdagangan manusia dan pelanggaran hak pekerja di kapal perikanan. Pendampingan terhadap korban juga menjadi sesuatu yang penting, perlu adanya bantuan dan pendampingan yang diberikan berupa dukungan sosial, medis, maupun jaminan perlindungan hukum.
***