PERLINDUNGAN YANG TIDAK MEMADAI UNTUK KAPAL PENANGKAP IKAN YANG MENGALAMI KORBAN BERAT

PERLINDUNGAN YANG TIDAK MEMADAI UNTUK KAPAL PENANGKAP IKAN YANG MENGALAMI KORBAN BERAT

Pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait harus meningkatkan upaya perlindungan awak kapal penangkap ikan yang beroperasi di kapal domestik maupun internasional. Terlepas dari sejumlah aturan dan regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah, realitas situasi menunjukkan bahwa awak kapal penangkap ikan menghadapi berbagai tantangan. Tidak optimalnya perlindungan yang diberikan diyakini sebagai akibat dari kesenjangan implementasi dan pengawasan yang buruk.

Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, mengatakan pihaknya telah menerima 69 pengaduan dari awak kapal penangkap ikan dalam dua tahun terakhir. “Pihaknya menerima 69 pengaduan dengan total 199 korban dari tahun 2020 hingga 2021,” tambah Abdi. Para korban ditemukan dalam keadaan hidup, mati, hilang, lumpuh, dan sakit. Sejalan dengan itu, Abdi mencatat bahwa bukti tersebut berasal dari individu yang bekerja di kapal penangkap ikan baik domestik maupun internasional.

ABK lokal melaporkan 45 persen pengaduan, sedangkan ABK kapal penangkap ikan migran melaporkan 55 persen,” kata Abdi. Masalah asuransi dan jaminan sosial, gaji yang kurang dibayar atau pengurangan gaji, penipuan, dan kekerasan adalah kejadian umum yang dilaporkan. “Pelanggaran ketenagakerjaan yang merupakan praktik kerja paksa merupakan mayoritas pengaduan,” kata Abdi. Abdi menekankan kelesuan pemerintah Indonesia dalam menangani tata kelola awak kapal penangkap ikan migran, yang memperparah situasi saat ini dan membahayakan awak kapal penangkap ikan.

“Karena tidak adanya undang-undang teknis yang mengatur awak kapal penangkap ikan, UU no. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) belum mampu menjawab persoalan yang bergejolak itu,” jelas Abdi. Akibatnya, siapa pun bisa merekrut dan menempatkan ABK kapal penangkap ikan tanpa pengawasan resmi. “Paradoksnya, bahkan organisasi tanpa izin perekrutan dan penempatan dapat mengerahkan awak kapal penangkap ikan di luar negeri,” jelas Abdi.

Pemerintah sedang berjuang untuk melacak sistem multi-pintu untuk perekrutan, pemberangkatan, dan penempatan awak kapal penangkap ikan Indonesia di lepas pantai. Selain UU No. 18/2017, Indonesia juga memiliki UU No. 17/2008 tentang Pelayaran dan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, yang keduanya menjadi landasan bagi manning agency untuk mempekerjakan dan menugaskan awak kapal penangkap ikan migran. “Banyaknya persyaratan yang tumpang tindih menjadi kelemahan mencolok dalam administrasi awak kapal penangkap ikan migran,” jelas Abdi.

Sementara itu, Imam Trihatmadja, peneliti DFW Indonesia, memaparkan berbagai situasi yang dihadapi awak kapal nelayan setempat. “Aturan untuk dalam negeri cukup ketat oleh pemerintah,” klaim Imam. Undang-undang terbaru yang mengatur tentang tata kelola awak kapal penangkap ikan dalam negeri tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021 tentang Buku Catatan Penangkapan Ikan, Pengawasan Di Atas Kapal Penangkap Ikan, Pemeriksaan, Penapisan, dan Pelabelan Kapal Penangkap Ikan, serta Pengelolaan dari awak kapal penangkap ikan. “Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan memuat 100 pasal yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan awak kapal penangkap ikan,” kata Imam. “Namun, mereka belum sepenuhnya mematuhi tata kelola kru dari hulu ke hilir dan juga menghadapi tantangan implementasi.”

Menurut pengaduan yang diterima DFW Indonesia, pelabuhan asal kapal penangkap ikan adalah Pelabuhan Perikanan Laut Nizam Zahman di Jakarta, di mana kesulitan awak kapal sering terjadi. Pelanggaran ABK terjadi di wilayah penangkapan ikan laut Arafura, yang juga dikenal sebagai Wilayah Pengelolaan Perikanan 718. Dia mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja, dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta membentuk satuan tugas untuk menangani masalah tersebut. berbagai pelanggaran perburuhan yang menimpa awak kapal penangkap ikan. dan mengembangkan standar atau pedoman inspeksi untuk awak kapal penangkap ikan. “Kami mengusulkan agar pihak terkait melakukan pemeriksaan dengan awak kapal penangkap ikan sebelum dan sesudah kapal melakukan operasi penangkapan ikan,” kata Imam. Pemeriksaan awak kapal penangkap ikan berupaya untuk menjamin terpenuhinya komponen-komponen seperti kesehatan dan keselamatan kerja, sistem pembayaran, jaminan sosial, dan logistik di atas kapal penangkap ikan.

******

Sumber Utama: Destructive Fishing Watch (DFW Indonesia)