Jakarta, 25 April 2024 – Dalam upaya memperkuat regulasi dan pengawasan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap KM Mitra Utama Semesta (MUS), sebuah kapal ikan Indonesia yang diduga terlibat dalam kasus alih muatan ikan ilegal, penyelundupan bahan bakar minyak (BBM), dan praktik perbudakan awak kapal. Langkah ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Greenpeace Indonesia, yang melihatnya sebagai langkah signifikan dalam melawan praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing.
Menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Sihar Silalahi, alih muatan ikan di laut seringkali menjadi celah bagi praktik IUU fishing karena kurangnya kontrol dan pemantauan yang ketat. Sihar menekankan bahwa pemerintah Indonesia masih mengizinkan praktik ini, namun perlu memperkuat mekanisme pemantauan, seperti penggunaan observer, sistem pemantauan kapal / Vessel Monitoring System (VMS) yang transparan, dan verifikasi izin yang menyeluruh.
Penangkapan KM MUS pada 14 April lalu di Laut Arafura, Maluku, dilakukan setelah kapal tersebut diketahui melakukan alih muatan dengan dua kapal asing (Run Zeng (RZ) 03 dan 05), yang tidak memiliki izin. KKP menemukan bukti berupa foto dan video dari para Anak Buah Kapal (ABK) yang menunjukkan kegiatan alih muatan dengan total muatan mencapai 100 ton ikan, serta 870 drum BBM solar. Temuan ini mengungkapkan besarnya skala operasi ilegal yang berlangsung selama lima hari berturut-turut.
Sihar menambahkan bahwa kasus ini seharusnya menyadarkan publik tentang seriusnya dampak IUU fishing terhadap ekosistem laut Indonesia. Ia mendesak agar KKP dapat menindak tegas para pemilik KM MUS dan RZ, serta mengejar jaringan regional dan global yang terlibat dalam praktik ilegal ini. Pemerintah juga didorong untuk segera melaporkan kasus ini ke organisasi pengelolaan perikanan regional / Regional Fisheries Management Organizations (RFMO) dan memperkuat peran pelabuhan perikanan dalam mencegah praktik IUU fishing.
Selain itu, Greenpeace Indonesia bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) terus mengangkat isu perbudakan dan perdagangan orang yang menimpa awak kapal perikanan. Mereka menyoroti laporan investigasi yang mengungkap praktik perbudakan terhadap awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing, serta mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan.
Tim 9, koalisi yang termasuk Greenpeace dan SBMI, telah mengirimkan rekomendasi kepada pemerintah untuk mempercepat ratifikasi konvensi tersebut guna melindungi pekerja sektor perikanan dari praktik kerja paksa dan perbudakan. Aksi damai dan teatrikal yang dilakukan di tiga kota pada awal April lalu juga menjadi upaya mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera meratifikasi ILO K-188 sebagai langkah perlindungan konstitusional bagi awak kapal perikanan dan nelayan migran Indonesia.
Dengan penangkapan KM MUS dan langkah-langkah pengawasan yang diperketat, diharapkan pemerintah Indonesia dapat mengurangi praktik IUU fishing dan melindungi sumber daya laut serta pekerja sektor perikanan secara lebih efektif.
***
Sumber utama : Greenpeace Indonesia