5 NELAYAN GUGAT PERMEN KP 17/ 2021 SOAL ATURAN LARANGAN EKSPOR BENIH LOBSTER

Di akhir Oktober yang lalu, 5 nelayan asal Lebak Banten bersama ratusan nelayan yang menandatangani kertas dukungan menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar mengatur ekspor benur lobster. Sebelumnya, mereka sempat melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) yang hasilnya MA tidak menerima judicial review nelayan soal larangan ekspor benih lobster yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Di sisi lain, nelayan sedang menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta masih bergulir (Detik.com). Menurut para nelayan, pengaturan ekspor benur yang dilarang oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) tidak sah (Detik.com). Dalam gugatannya, kelima nelayan tersebut menyampaikan beberapa petitum, yaitu:

1. Menyatakan Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) Presiden Republik Indonesia yang tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;

2. Menyatakan batal atau tidak sah Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) Presiden Republik Indonesia yang tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan, merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;

3. Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan;

4. Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan.

Gugatan dari kelima nelayan ini kemudian disambut oleh dukungan dari ratusan nelayan lainnya. Menurut kuasa hukum nelayan, Happy Hayati Helmi, sudah ada ratusan nelayan yang menandatangani kertas dukungan. Ratusan nelayan tersebut diungkapkannya berasal dari daerah pesisir Selatan Jawa seperti Lebak, Bayah, dan Sukabumi. Happy menilai, larangan ekspor lobster membuat ratusan nelayan ketakutan. Apalagi mereka melihat di berbagai berita teman-temannya ditangkap dan diproses hukum karena menangkap dan menjual benur lobster. Selain itu, menurut pengakuan kelima nelayan tersebut, KKP dengan sewenang-wenang mengatur pelarangan dalam PERMEN KP yang berujung pada hilangnya mata pencaharian nelayan. 

Pelarangan ekspor benih bening lobster bukan tanpa sebab. Ekspor benih bening lobster (Benur) resmi dihentikan pasca ditangkapnya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tahun 2020 silam karena kasus korupsi masif di badan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Secara regulasi Indonesia memiliki Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai Perubahan UU No.45 Tahun 2009 dan UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) No. 17 tahun 2021. Kedua peraturan ini memberikan ancaman pidana bagi para pelaku penyelundupan dan melarang kegiatan ekspor benur dengan ancaman pidana delapan tahun. Kerjasama antar sektor pun sudah dilakukan dan terbukti cukup baik dalam mengungkap dan menangani kasus-kasus penyelundupan ini.

Namun lebih dari sekadar kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mengungkap praktik busuk ekspor benur, tindakan pengambilan benih bening lobster juga turut membahayakan lingkungan. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengungkap bahwa status lobster dan benih lobster di perairan Indonesia masih belum terdata dengan jelas. Hal ini dapat meningkatkan resiko eksploitasi yang berujung pada kepunahan. Hal ini dikarenakan dengan diambilnya benih bening lobster, maka peluang habisnya plasma nutfah di alam akan semakin tinggi. Padahal lobster belum bisa berkawin dan memijah di tempat budidaya atau penangkaran dan Indonesia belum mempunyai teknologi mumpuni untuk itu. 

Gugatan ini seakan menjadi jeritan hati nelayan kecil di wilayah pesisir. Keberadaan regulasi yang beritikad baik justru tidak disambut baik karena implementasinya yang kurang matang. KORAL sudah sempat menyuarakan bahwasanya pendataan sumber daya yang jelas akan menjadi basis yang kuat dalam pengambilan keputusan. Akan menjadi pondasi yang sangat kuat untuk mengatur ekspor benur apabila ada bukti nyata bahwa kegiatan ekspor benur memang perlu diatur dengan ketat karena mengancam lingkungan. 

Edukasi dan sosialisasi ke masyarakat terutama nelayan dan pembudidaya pun perlu dilakukan dengan baik, disusul dengan adanya penguatan koperasi nelayan dan sentra-sentra  budidaya lobster di seluruh Indonesia yang dikelola oleh nelayan atau pembudidaya skala kecil atau tradisional di Indonesia. Hal ini tentunya untuk tetap mendukung dan memajukan nelayan serta pembudidaya skala kecil atau tradisional, sehingga mereka tidak dirugikan dan justru semakin berdaya mandiri. 

******