Baru-baru ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersinergi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendorong akses bagi nelayan dalam mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dengan PT Pertamina Patra Niaga telah menandatangi nota kesepakatan terkait hal tersebut pada Kamis 2 Februari yang lalu.
Nicke Widyawati selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mengatakan, ada 3 hal yang dipastikan untuk memenuhi kebutuhan BBM bagi nelayan, pertama adalah memastikan ketersediannya. Kemudian, memastikan sksesibilitasnya, dan ketiga, subsidi yang tepat sasaran. “Tahun ini targetnya minimal 30 SPBU Khusus Nelayan, total yang sudah berpartisipasi 387 SPBU. Dengan zonasi ini diharapkan memudahkan akses nelayan. Selain itu, kita memastikan subsidi BBM ini dinikmati masyarakat yang tepat melalui penerapan digitalisasi,” tegas Nicke.
Terkait dengan pendistribusian BBM ini, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan ada 6 zona yang ditetapkan sebagai pilot project dalam penyaluran BBM Solar Subsidi untuk nelayan (CNBC, 2 Februari 2023). 6 zona yang akan menjadi fokus pendistribusian BBM merupakan klaster dengan pelabuhan-pelabuhan yang sudah ditentukan. Hal ini dilakukan agar pendistribusian BBM tepat sasar, terkontrol, dan terdata. “Yang pasti kita sudah membuat zona, ada zona 1 sampai 6. Ini kita klaster dengan zona tadi, dan pelabuhannya sudah kita tentukan. Ini tentu memudahkan pendataan dan distribusi. Fokus bisa di tempat-tempat tadi, sehingga tidak terjadi pemborosan. Klaster bisa mengontrol pendistribusian,” ungkap Trenggono.
Dalam keterangannya, Trenggono melanjutkan bahwasanya kapal-kapal penangkap ikan dari perusahaan tidak bisa mendaratkan di zona yang sudah ditentukan maksimal 5 pelabuhan dari satu zona. Sebab, akan terjadi pemborosan BBM jika penangkapan ikan dan pendaratan ikan dilakukan di tempat yang berbeda.
Permudah Akses Perizinan dan Tingkatkan Pengawasan
Sulitnya mendapatkan akses BBM bersubsidi bagi nelayan sudah dirasakan cukup lama. Adanya serangkaian syarat dokumen untuk perizinan bagi nelayan masih sulit dilengkapi bahkan di beberapa tempat, nelayan kesulitan untuk mengajukan perizinan tersebut karena kendala jarak dan kemampuan. Belum selesainya kompleksitas pemenuhan pengurusan izin sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18 Tahun 2021 tersebut, KKP justru membeberkan wacana regulasi baru terkait BBM bersubsidi (BACA: KKP Akan Revisi Regulasi Agar Lebih Mudah Dapat BBM Bersubsidi: Apakah Tepat?).
Permasalahan lainnya yang masih mengintai adalah belum mampunya Pemerintah dalam mengawasi permainan oknum-oknum yang dengan sengaja mendominasi dan memainkan kuota BBM bersubsidi di lapangan. Selama ini masih belum jelas berapa jumlah kuota BBM bersubsidi yang diberikan untuk nelayan dan dimana saja letak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang melayani penyaluran BBM bersubsidi bagi nelayan. Di beberapa daerah seperti misalnya di Tarakan Timur, kuota yang dilayani adalah 230 liter, namun pada realisasinya hanya tersedia 90 liter.
KKP setidaknya harus menyelesaikan dulu 2 pekerjaan rumah diatas: perizinan dan pengawasan, sebelum masuk ke babak baru dengan Kementerian BUMN. Tanpa adanya kejelasan perizinan, tentunya dasar bagi tindakan penertiban dan penegakan regulasi akan timpang dan lemah. Tanpa adanya pengawasan dan keterbukaan di lapangan, tentunya pendistribusian tidak akan adil dan merata.
***