Adanya ancaman kepunahan flora maupun fauna dan degradasi kualitas lingkungan di wilayah perairan dan pesisir sudah tidak bisa dipungkiri. Berdasarkan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan/ IBSAP 2015-2020 mencatat total jumlah flora dan fauna perairan baik darat maupun laut adalah 7.923 spesies yang terdiri dari 1490 spesies fauna air tawar, 5319 spesies fauna laut dan 1.114 spesies alga dan flora laut. Jumlah tersebut belum termasuk jenis mikroba laut yang melimpah dan spesies flora fauna perairan lainnya yang belum teridentifikasi (KKP, 2021).
Namun demikian, eksploitasi secara berlebihan terhadap sumber daya ikan telah menyebabkan beberapa spesies mengalami ancaman kepunahan. Kerusakan habitat yang saat ini terjadi juga telah menyebabkan beberapa spesies akuatik mengalami penurunan populasi secara drastis. Kepunahan spesies juga dapat disebabkan oleh faktor alamiah antara lain (a) jumlah individu secara alamiah tidak banyak (langka); (b) sebaran geografis terbatas pada wilayah yang sempit (endemik); (c) kemampuan menghasilkan anakan rendah (fekunditas rendah); dan (c) masuknya invasif/ alien spesies (IAS). Maka itu, dibutuhkanlah sebuah ruang bebas terjaga dan diawasi bagi spesies flora dan fauna ini yang dilindungi oleh Pemerintah yaitu melalui wilayah konservasi laut dan pesisir.
Saat ini luasan kawasan konservasi di Indonesia mencapai 28,4 juta hektar dengan luas area zona inti sebesar 0,5 juta hektar atau kurang dari 2%. Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan perluasan kawasan konservasi di tahun 2030 sebesar 32,5 juta hektar dan di tahun 2045 dengan luas 97,5 juta hektar.
Wilayah Konservasi Dibuka untuk Investasi: Bagaimana dengan Tujuan Awal Konservasi?
Sebanyak 79 kawasan konservasi perairan dibuka untuk investasi. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Hendra Yusran Siry mengemukakan, investasi kawasan konservasi diharapkan mendorong mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dan pengelolaan kawasan secara lebih mandiri (Kompas, 2022). Sebanyak 69 dari 71 wilayah tersebut dibuka untuk izin pemanfaatan yang terdiri dari 10 kawasan konservasi nasional dan 51 kawasan konservasi daerah. Potensi pemanfaatan yang dimaksud adalah untuk budidaya perikanan, penelitian, dan pariwisata. Hendra juga mengatakan bahwa tujuan dibukanya kawasan konservasi untuk investasi adalah untuk mengganti kawasan konservasi yang awalnya menjadi pusat biaya (cost center) menjadi pusat pendapatan (revenue center).
Memang pengelolaan kawasan konservasi memakan biaya yang tidak murah. Marine Protected Areas/MPAs yang dicanangkan Pemerintah saja setidaknya memakan alokasi biaya sebesar US$6,68 juta. Maka tidak heran dibutuhkan banyak bala bantuan untuk Pemerintah Indonesia mengupayakan kawasan konservasi di perairan Indonesia. Namun demikian, perlu kembali diresapi makna dan tujuan awal dari konservasi. Dalam Strategi Konservasi Dunia oleh IUCN 1980, tujuan-tujuan konservasi adalah untuk memelihara dan melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga agar tidak hancur, berubah atau punah dengan memelihara proses ekologi dan sistem pendukung kehidupan, melestarikan diversitas genetik, memastikan keberlanjutan ekosistem dan spesies. Memang wilayah konservasi di Indonesia diperbolehkan untuk diberdayakan atau dimanfaatkan, namun jika persentase zona inti sebagai zona perlindungan utama hanya kurang dari 2% dari keseluruhan zona konservasi, tentunya tujuan konservasi yang utama akan tidak maksimal untuk dicapai.
Keberadaan zona konservasi sebagai “revenue center” juga mengirimkan sinyal pemanfaatan untuk pemasukan sebagai Return of Investment tentunya. Hal ini menjadi sangat rawan eksploitasi dan butuh komitmen serta ketegasan Pemerintah Indonesia yang harus siap menjamin dan bertanggung jawab atas kesehatan dan keberlanjutan ekosistem di dalam wilayah konservasi. Jangan alih-alih adanya kerjasama dengan investor, Pemerintah malah tunduk dan mengutamakan kepentingan investor dibandingkan peningkatan kualitas lingkungan dan mengorbankan lingkungan yang seharusnya bisa dinikmati generasi mendatang.
***